Catatan Munas NU : EVERYTHING IS POSSIBLE !!
Oleh : Choirul Anam (Alumni TBS Kudus, Dosen Fisika undip saat inih Menempuh Doktoral di ITB )
Hari ahad kemarin (2/11/2014), Alhamdulillah, saya berkesempatan mengikuti general lecture secara langsung dari peraih Nobel Fisika tahun 2011, Prof. Brian P. Schmidt dari Australia, di ITB. Beliau mendapatkan Nobel Fisika karena berhasil membuktikan bahwa alam semesta mengembang dengan laju yang meningkat atau mengalami akselerasi (accelerating universe). Temuan beliau ini sangat mengejutkan banyak pihak. Sebab akselerasi (percepatan) pengembangan alam semesta pasti membutuhkan energi super besar sebagai pendorongnya. Sesuatu yang tak pernah diduga para ilmuan sebelumnya. Lalu, dari mana energi pendorong itu? Beliau membuktikan dengan sangat genial, sesuai dengan data eksperimen dari supernova, beliau mengusulkan dengan meyakinkan bahwa di alam semesta ini terdapat energi super besar yang belum diketahui, yang beliau beri nama Dark Energy (energi gelap) yang jumlahnya sekitar 70% dari energi yang telah diketahui manusia. Inilah yang mendorong pengembangan alam semesta dengan laju yang semakin besar, kata beliau. Tentu saja ide ini merupakan ide gila. Tetapi beliau membuktikan kegilaannya lebih dari 20 tahun, dan akhirnya berakhir dengan anugrah Nobel Fisika yang sangat prestisius. Menurut saya, beliau adalah orang yang sangat percaya diri, tidak peduli dengan sikap skeptis masyarakat dan fisikawan lain, dan berbicara apa adanya secara jujur. Saat orang lain menyanggah gagasaannya dan menganggap bahwa gagasannya itu impossible, beliau dengan enteng mengatakan: everything is possible.
Pada saat yang sama, saya mendapatkan informasi dari WA, bahwa para ulama --pewaris para nabi, orang-orang yang hanya takut kepada Allah, dan berorganisasi dengan nama ulama-- mengadakan musyawarah nasional untuk membahas khilafah. Apakah mereka orang-orang yang percaya diri, lalu mengatakan bahwa khilafah adalah wajib dan berani menjawab orang yang menyanggah dengan mengatakan: everything is possible? Sangat mengherankan, ternyata tidak!
Mereka justru mengatakan bahwa khilafah adalah sesuatu yang utopia atau impossible. Dengan sangat tidak percaya diri, mereka mengatakan “memperjuangkan tegaknya nilai-nilai substantif ajaran Islam seperti keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran dalam sebuah bentuk apapun negara, jauh lebih penting daripada memperjuangkan tegaknya simbol-simbol negara Islam yang bersifat partikular.”
Yang mengherankan adalah pernyataan itu disampaikan sesudah mereka mengatakan bahwa khilafah adalah sistem yang ideal. Bagaimana bisa, sesuatu yang dianggap ideal tidak perlu diperjuangkan? Bahkan kata mereka, orang-orang yang bejuang untuk tegaknya khilafah harus diwaspadai. Sebuah konklusi yang sangat kontradiktif.
Benarkah khilafah itu utopia? Benarkah khilafah itu impossible? Ini yang akan kita bahas secara singkat.
*****
Sesuatu yang pernah ada, apalagi dalam waktu berabad-abad, apalagi memberikan kebaikan yang sangat tinggi kepada masyarakat, sangat mungkin akan ada lagi pada masa yang akan datang. Jadi secara akademis, bahwa tegaknya khilafah itu bukan utopia atau impossible. Khilafah itu sesuatu yang sangat possible.
Terlebih lagi, masalah khilafah adalah masalah politik, sementara kondisi politik itu berubah terus secara dinamis. Yang asalnya bukan apa-apa menjadi apa-apa, yang asalnya di bawah menjadi di atas dan sebaliknya, yang asalnya lemah jadi kuat dan sebaliknya, yang asalnya kalah menjadi menang dan sebaliknya. Khilafah pernah jaya, lalu hancur, maka sangat mungkin khilafah akan tegak lagi pada masa yang akan datang.
Orang sering berargumentasi, jika khilafah itu bagus mengapa bisa hancur? Sesuatu yang bagus seharusnya tidak bisa hancur? Argumentasi ini sebenarnya salah alamat. Sebab kita ini hidup di dunia. Karena itu, berlaku hukum alam. Di dunia ini, sesuatu yang bagus, tentu saja bisa hancur. Sebagai sebuh sistem pemerintahan, saat masyarakat berpegang teguh dan konsisten menjalan syariah Allah, khilafah akan berjalan dengan baik dan semakin kuat. Sebaliknya, meskipun khilafah itu sistem yang bagus, tetapi jika pelaksananya tidak lagi mematuhi konstitusi yang ada, yaitu dengan tidak lagi memegang teguh dan konsisten dengan syariah Allah, maka secara alamiah khilafah akan melemah dan dalam kondisi tertentu akan hancur.
Dan inilah yang terjadi pada masa akhir kehancuran khilafah. Saat itu baik pemimpin atau masyarakat, tidak lagi menganggap bahwa khilafah itu suatu hal yang penting, mereka juga tidak teralalu peduli dengan syariah Allah dan persatuan Umat Islam. Sikap seperti inilah yang akhirnya menyebabkan khilafah semakin melemah dan akhirnya hancur. Oleh karena itu saat khilafah hancur, mereka tidak merasa berdosa atau menyesal. Bahkan mereka merasa bangga telah menghancurkan khilafah yang dianggapnya kuno dan terbelakang. Jadi hal ini adalah hukum alam. Sistem pemerintahan manapun di dunia, sebaik apapun, jika tidak lagi dipedulikan oleh masyarakat dan pemimpinnya, maka pemerintahan itu pasti akan hancur.
Sebaliknya, meskipun suatu sistem pemerintahan itu telah hancur, namun jika di tengah-tengah masyarakat ada yang merevitalisasi lagi sehingga menjadi kesadaran masyarakat umum lagi, maka sangat mungkin sistem pemerintahan itu akan tegak lagi. Contoh, sistem pemerintahan sosialisme memang telah hancur, namun jika di tengah-tengah masyarakat ada yang merevitalisasi lagi, lalu menjadi keinginan masyarakat umum, maka sistem sosialisme sangat mungkin tegak kembali.
Demikian pula khilafah. Meskipun khilafah sudah hancur sekitar 90 tahun yang lalu, namun jika ada yang merevitalisasi lagi dan menjadi keinginan masyarakat umum, maka khilafah sangat mungkin akan tegak kembali. Dan fakta politik saat ini, gagasan tentang khilafah memang melejit lagi. Gagasan khilafah, yang saat kehancurannya dianggap usang, tetapi sekarang banyak yang mempercayai bahwa hanya khilafah yang mampu menyelesaikan permasalahan msyarakat dunia dewasa ini. Sekarang ini banyak sekali aktivis yang benar-benar telah terinternalisasi dengan gagasan khilafah, mereka sangat paham detil serta keunggulan khilafah dibanding sistem mananpun di dunia ini. Bahkan, saat ini banyak yang siap mengorbankan apapun demi tegaknya syariah dan khilafah. Maka, dengan kondisi masyarakat dan politik seperti ini, tegaknya khilafah sebenarnya hanya masalah waktu. Tegaknya khilafah hanya menunggu momentum yang tepat.
Apakah tegaknya khilafah bisa digagalkan? Secara akademis, tentu saja bisa. Yaitu saat ada pihak lain yang mampu memberikan gagasan yang lebih cemerlang melebihi syariah dan khilafah, sehingga mampu meyakinkan para aktivisnya untuk meninggalkan gagasan syariah dan khilafah yang telah diperjuangakan. Namun, jika gagasan khilafah yang sedang emerging ini hanya dilawan dengan gagasan lama yang telah mapan di masyarakat, hal itu seperti membendung arus sungai dengan melemparkan kerikil. Mereka lupa, bahwa tanpa mereka bersusah payah melemparkan kerikil ke sungai, sungai itu telah dipenuhi kerikil dan tidak bisa membendung arus sungai yang sangat besar. Gagasan khilafah hanya bisa dilawan dengan gagasan yang sepadan, semisal kapitalisme dan sosialisme. Namun, alih-alih mampu menghadang, kapitalisme dan sosialisme justru mempercepat arus khilafah, karena kerusakan yang ditampakkan oleh kapitalisme dan sosialisme semakin kasat mata, sehingga masyarakat semakin muak dengannya dan semakin rindu dengan alternatif penggantinya, khilafah.
Apakah gagasan khilafah bisa dilawan dengan perlawanan fisik, seperti penangkapan dan pengucilan para aktivisnya? Perlawanan fisik terhadap suatu gagasan, justru semakin menguatkan gagasan itu. Saat para aktivis dilawan secara fisik, mereka justru akan semakin yakin terhadap benarnya gagasan mereka dan semakin menjiwai gagasan tersebut. Juga, penindasan kepada mereka, justru akan membuat masyarakat semakin simpati, yang justru mempercepat dan memperbesar laju gagasan khilafah. Perlawanan fisik terhadap suatu gagasan baru, justru seperti memberikan jamu, terasa pahit sesaat tetapi tubuh akan semakin segar dan kuat. Ini pula yang terjadi pada Rasulullah saat dakwah di Makkah.
Jadi, fenomena politik dunia saat ini memang sedang mengarah pada semakin mengkristalnya gagasan khilafah dan penyatuan umat Islam. Fenomena ini pula yang dibaca oleh para ilmuan dan akademisi di barat, bahkan oleh para intelejen. Keluarnya report dari National Intelligence Council denga judul Mapping The Global Future, merupakan contoh nyata tentang hal ini. Dalam report ini, khilafah sangat mungkin akan tegak dan menjadi kekuatan global yang diperhitungkan pada tahun 2020. Tentu saja, NIC tidak sedang bermain-main dengan analisisnya.
Jadi, secara akademis dan empiris, tegaknya khilafah sama sekali bukan hal yang utopia atau impossible, tetapi suatu hal yang sangat possible.
*****
Analisis di atas, dilihat dari aspek akademis dan empiris. Tentu saja, bagi umat Islam, ada alasan yang lebih penting daripada hanya urusan akademis atau empiris. Bagi umat Islam, tegaknya khilafah merupakan janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah.
Bagi umat Islam yang beriman kepada Allah dan RasulNya, satu janji dari Allah atau Rasul-Nya itu saja sudah cukup bagi mereka untuk menyebrangi lautan api. Secara historis kita bisa melihat, bagaimana umat Islam dengan suka rela mempersembahkan jasad mereka agar mati dan menjadi batu pijakan bagi pasukan di belakangnya untuk menaiki benteng Konstantinopel. Mengapa semua itu terjadi? Semua itu terjadi lantaran ada satu kabar dari Rasululah bahwa benteng Konstantinopel akan ditaklukkan umat Islam dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkannya. Iya, hanya janji dari Rasulullah. Itu saja sudah cukup bagi umat Islam untuk melakukan apa saja, yang tak sanggup dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun.
Terkait khilafah, bahkan Rasulullah menjelaskan wajibnya dan pentingnya khilafah. Bahkan beliau telah memberikan banyak kabar tentangnya bahwa khlafah akan tegak lagi pada masa yang akan datang. Tentang pentingnya khilafah dan baiat kepada khalifah, bahkan Rasulullah menganggap bahwa matinya orang yang tidak memiliki baiat (kepada khalifah) seperti matinya orang jahiliyah. Rasulullah bersabda: “Dan barangsiapa mati sementara di pundaknya tidak ada baiat, maka ia mati seperti kematian jahiliyyah” (HR Muslim).
Sementara tentang dinamika khilafah dan tegaknya khilafah lagi setelah melewati fase para pemimpin yang diktator, Rasul bersabda: “Akan ada di zaman kalian zaman kenabian. Selama Allah berkehendak, ia akan tetap ada. Kemudian Dia mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian ada zaman Khilafah yang mengikuti metode kenabian. Maka, dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada. Kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Allah berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada kekuasaan yang mengigit. Dengan kehendak Allah, ia pun tetap ada, kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada para kekuasaan diktator. Dengan kehendak Allah, ia pun tetap ada, kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian. Setelah itu, beliau diam.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, dimana semua perawinya adalah tsiqqat).
Allah juga berjanji akan meberikan kekuasaan bagi orang yang beriman dan beramal sholeh, yaitu dalam surat an Nur 55.
Bagi orang yang beriman kepada Allah, janji Allah dan kabar dari Rasulullah, itu sudah lebih dari cukup, untuk meyakini bahwa khilafah agak tegak lagi pada masa yang akan datang. Bagi mereka jaminan Allah dan RasulNya itu lebih dari cukup bagi mereka untuk mengorbankan apapun yang dimilikinya demi tegaknya syariah dan khilafah.
*****
Jika Prof. Brian berani mengatakan: everything is possible. Mengapa orang yang telah mendapat gelar ulama’ tidak berani mengatakan bahwa: khilafah is possible? Lalu berjuang dengan penuh pengorbanan demi tegaknya syariah dan khilafah. Padahal secara normatif, empiris, dan historis, tegaknya khilafah itu sesuatu yang possible. Bukankah bagi ulama’, Khilafah merupakan perkara yang ma’lumun min ad-din bi ad-dharurah?.
Ada apa dengan mereka?
Apakah khawatir tidak mendapat amplop atau rizki dari para pejabat? Bukankah Allah adalah satu-satunya pemberi rizki? Sejarah telah mencatat bahwa para ulama yang berani menyuarakan yang haq dan menentang yang bathil, meskipun mereka diboikot dan diputus ekonominya, tetapi toh mereka masih diberikan rizki oleh Allah. Sebab, yang memberikan rizki itu memang Allah, bukan pejabat atau yang lain.
Apakah mereka takut tidak dapat jabatan, kedudukan, dan kehormatan? Bukankah bagi orang yang beriman, jabatan kedudukan dan kehormatan itu milik Allah. Allah akan memberikan kepada siapapun yang dikehendakiNya dan mencabut siapapun yang dikehendakiNya. Bukankah kisah Thalut dan Jalut itu sangat jelas bagi mereka?
Maka benarlah apa yang disampaikan oleh Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumu ad-diin: ”Dulu di antara tradisi para ulama adalah mengoreksi dan menjaga penguasa untuk menerapkan hukum Allah. Mereka mengikhlaskan niat dan pernyataan mereka membekas di hati. Sebaliknya sekarang, terdapat penguasa yang tamak, namun ulama hanya diam. Andai mereka berbicara, pernyataannya berbeda dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai keberhasilan. Kerusakan masyarakat itu adalah akibat kerusakan penguasa dan kerusakan penguasa itu adalah akibat kerusakan ulama. Adapun kerusakan ulama adalah akibat digenggam cinta harta dan jabatan. Siapa saja yang digenggam oleh cinta dunia, niscaya dia tidak mampu menguasai 'kerikilnya'; bagaimana lagi dapat mengingatkan penguasa dan para pembesar. “
Seharusnya ulama’ berada di garda terdepan dalam upaya perjuangan penegakan syariah dan khilafah, bukan di belakang, apalgi menjadi penghambat.
Namun, bagaimanapun pendapat orang tentang khilafah, siapapun dia, khilafah itu possible, bukan impossible. Ia akan tetap possible, apapun pendapat orang tentangnya. Sebab di dunia ini, everything is possible.
Wallahu a’lam.
Plis Like Fanpage Kami ya
0 Response to "Catatan Munas NU : EVERYTHING IS POSSIBLE !!"
Post a Comment