Ummahat Manja
SELAMA ini mungki saya termasuk dalam kriteria ummahat manja. Bagaimana tidak? Seringkali dalam banyak hal dan urusan, saya selalu mengandalkan suami saya. Mengantar dan menjemput anak sekolah, pulang dan pergi pengajian bahkan sampai pada urusan kecil seperti belanja untuk keperluan rumah tangga, saya selalu menunggu atau membuat janji dengan suami, kapan beliau bisa mengantar saya.
Khusus untuk mengantar dan menjemput anak-anak sekolah ada ummahat lain yang berkomentar pada saya, “Mbok ya anak-anak dijemput sendiri Ukh, apa nggak kasihan sama abinya sedang bekerja harus memikirkan antar jemput anak?” Dengan entengnya saya malah menjawab, “Justru Abinya kasihan sama saya kalau panas-panasan jemput anak-anak sekolah, he.. he.”
Kalau dilihat sekilas mungkin hal ini masih “wajar”. Tapi lama-lama saya merasa hal ini sangat menghambat mobilitas saya sebagai seorang yang ingin terlibat jauh dalam aktivitas dakwah. Jika saya tiba-tiba harus menerima amanah (di luar jadwal rutin) untuk menggantikan seorang “Ukh” mengisi pengajian, maka secara terpaksa saya harus “mengganggu lagi” pekerjaan suami saya untuk mengantar dan menjemput saya.
Hal ini bukan tanpa alasan. Karena saya memang tidak berani mengendarai sepeda motor sendiri, selain itu di kota kami yang kecil ini hanya “becak” yang biasa mengantar kami ke mana-mana. Untuk mencapai tempat yang dekat saja mungkin tidak ada masalah, bagaimana dengan tempat yang jauh? Selain itu, sebagai istri, saya juga harus bisa mengatur pengeluaran keluarga dengan berhemat, yaitu dengan menggunakan “kuda” kami ke tempat tujuan yang masih bisa dijangkau.
0 Response to "Ummahat Manja"
Post a Comment