Apakah Politik Itu Kotor?
Mendefinisikan Politik
Banyak orang menganggap politik itu kotor.
Benarkah demikian? Sebenarnya apa sih yang dinamakan dengan politik? Lalu,
apakah kita –kaum Muslim- harus menjauhinya atau terjun di dalamnya?
Politik
adalah pengaturan dan pemeliharaan urusan rakyat, mencakup urusan mereka di
dalam maupun di luar negeri. Aktivitas politik diselenggarakan oleh negara dan
rakyat. Negara merupakan institusi yang secara langsung melakukan pengaturan
urusan rakyat, sedangkan rakyat berfungsi mengontrol negara.
Definisi
bersandar kepada fakta (kenyataan) yang ada tentang politik. Disamping itu,
definisi tersebut juga sesuai dengan arti menurut bahasa. Di dalam bahasa Arab,
politik atau yang biasa dikenal dengan kata siyรขsah,
berasal dari kata: sรขsa, yasรปsu, siyรขsah;
maknanya berarti mengatur urusan rakyat. Di dalam kamus al-Muhith1 dinyatakan: sustu ar-ra’iyah siyรขsah (saya mengatur urusan rakyat dengan suatu
peraturan): amartuhรข wa nahaituha.
Artinya, saya mengatur/memelihara urusan rakyat dengan perintah dan larangan.
Definisi itu juga diperoleh dari hadits-hadits yang menggambarkan mengenai
aktivitas para penguasa, muhasabah (kritik)
yang dilakukan rakyat terhadap para penguasa, maupun kepedulian terhadap
hal-hal yang menyangkut kemaslahatan kaum Muslim.
Telah
diriwayatkan dari Abi Hazim, yang berkata: ‘Aku telah tinggal bersama-sama
dengan Abu Hurairah selama lima tahun, dan aku mendengar Abu Hurairah
menceritakan hadits dari Rasulullah saw yang bersabda:
«ูุงูุช ุจูู ุฅุณุฑุงุฆูู ุชุณูุณูู
ุงูุฃูุจูุงุก ، ููู
ุง ููู ูุจู ุฎููู ูุจู ، ูุฃูู ูุง ูุจู ุจุนุฏู ، ูุณุชููู ุฎููุงุก ูุชูุซุฑ ،
ูุงููุง : ูู
ุง ุชุฃู
ุฑูุง ؟ ูุงู : ููุง ุจุจูุนุฉ ุงูุฃูู ูุงูุฃูู ، ูุฃุนุทููู
ุญููู
ูุฅู ุงููู
ุณุงุฆููู
ุนู
ุง ุงุณุชุฑุนุงูู
»
Dahulu, urusannya bani Israil diatur oleh para Nabi. Setiap kali Nabi
tersebut meninggal (binasa) seketika digantikan oleh Nabi lainnya. Sesungguhnya
tidak ada lagi Nabi sesudahku. Dan kelak (sepeninggalku yang
mengatur/memelihara) adalah para Khulafa yang jumlah mereka itu banyak.
Ditanyakan (oleh para sahabat): ‘Apa yang engkau perintahkan kepada kami?’
Dijawab: ‘Bai’atlah (Khalifah) yang pertama dan yang pertama. Dan serahkanlah
kepada mereka hak-hak mereka, karena sesungguhnya Allah akan menanyai mereka
atas apa yang menjadi urusan (dan tanggung jawab) mereka’. (HR. Muslim)
Sabda Rasulullah saw lainnya:
«ู
ุง ู
ู ุนุจุฏ ูุณุชุฑุนูู ุงููู ุฑุนูุฉ
ูู
ูุญุทูุง ุจูุตูุญุฉ ุฅูุง ูู
ูุฌุฏ ุฑุงุฆุญุฉ ุงูุฌูุฉ»
Tidaklah seorang hamba yang Allah serahkan kepadanya urusan kaum Muslim,
kemudian ia tidak mengaturnya dengan nasehat, kecuali tidak akan mencium bau
surga. (HR. Muslim)
«ู
ุง ู
ู ูุงٍู ููู ุฑุนูุฉ ู
ู
ุงูู
ุณูู
ูู ููู
ูุช ููู ุบุงุด ููู
ุฅูุง ุญุฑู
ุงููู ุนููู ุงูุฌูุฉ»
Tidaklah seorang wali (penguasa) yang memerintah kaum Muslim, lalu ia
mati sementara ia mengabaikan urusan kaum Muslim, kecuali Allah mengharamkan
kepadanya surga. (HR. Bukhari)
«ุณุชููู ุฃู
ุฑุงุก ูุชุนุฑููู ูุชููุฑูู،
ูู
ู ุนุฑู ููุฏ ุจุฑุฆ ูู
ู ุฃููุฑ ููุฏ ุณูู
ุฅูุง ู
ู ุฑุถู ูุชุงุจุน»
Akan ada para pemimpin (umara) yang kalian kenali (kemudian kalian taati)
dan (ada pula yang kemudian) kalian ingkari. Barangsiapa yang mengetahuinya,
maka ia terlepas, dan barangsiapa yang mengingkarinya maka ia selamat. Kecuali
orang yang meridhai dan mengikutinya (mereka tidak selamat). (HR. Muslim dan Tirmidzi)
«ู
ู ุฃุตุจุญ ููู
ู ุบูุฑ ุงููู ูููุณ ู
ู
ุงููู، ูู
ู ุฃุตุจุญ ูุง ููุชู
ุจุงูู
ุณูู
ูู ูููุณ ู
ููู
»
Barangsiapa yang (bangun) pagi-pagi sementara dia tidak memikirkan
(mempedulikan) urusan kaum Muslim, maka ia tidak termasuk ke dalam golongan
mereka. (HR. Hakim)
Dari Jarir bin Abdullah berkata:
«ุจุงูุนุช ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู
ูุณูู
ุนูู ุฅูุงู
ุฉ ุงูุตูุงุฉ ูุฅูุชุงุก ุงูุฒูุงุฉ ูุงููุตุญ ููู ู
ุณูู
»
Aku membaiat Rasulullah saw untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
serta untuk menasehati setiap Muslim. (HR.
Muttafaq ‘alaihi)
Hadits-hadits
tersebut diatas, baik yang berkitan dengan para penguasa yang mengendalikan
pemerintahan, atau pun yang berkait dengan umat sebagai pihak yang melakukan
koreksi terhadap para penguasa, atau juga yang berkait dengan kaum Muslim satu
dengan lainnya yang harus peduli terhadap kemaslahatan kaum Muslim dan untuk
saling nasehat menasehati; semua itu menjadi sumber istinbath (penggalian hukum) mengenai definisi politik (siyasah) yang bermakna
pengaturan/pemeliharaan urusan umat. Dengan demikian definisi tentang siyรขsah dapat digolongkan sebagai
definisi yang syar’i, karena diistinbath dari
dalil-dalil syara, disamping memiliki implikasi hukum terhadap penguasa Muslim
maupun kaum Muslim.
Berdasarkan
definisi itu pula kita bisa menyatakan bahwa kotor atau tidaknya politik itu
sangat ditentukan oleh ideologi dan peraturan yang menjadi rambu-rambu di dalam
politik (yaitu di dalam pengaturan dan pemeliharaan urusan-urusan rakyat).
Apabila ideologi dan peraturan yang menjadi dasar sekaligus rambu-rambu
kehidupan berpolitik itu adalah ideologi dan peraturan kapitalis sekular, maka
itulah kenyataan yang saat ini dipraktekkan oleh para penguasa di negara-negara
Barat, dan diikuti oleh para penguasa muslim. Jika Islam dijadikan sebagai
ideologi dan dasar kehidupan bermasyarakat/bernegara dan syariat Islam
dijadikan sebagai sistem hukumnya, maka hadits-hadits Nabi saw diatas itulah
gambaran pelaksanaannya.
Sejak
runtuhnya negara Khilafah Islam dan dipaksakannya sistem hukum dan sistem
politik kufur di negeri-negeri Islam, warna politik Islam telah sirna.
Pemikiran politik Barat yang bersumber dari akidah (ideologi) kapitalisme
sekular telah menempati posisi yang sebelumnya di duduki oleh pemikiran politik
Islam. Kaum Muslim mesti menyadari bahwa pengaturan dan pemeliharaan
urusan-urusan kaum Muslim dengan Islam tidak mungkin terwujud kecuali dengan
berdirinya kembali Daulah Khilafah Islamiyah, sekaligus merekatkan dan
menyatukan kembali kaum Muslim dengan aktivitas politik yang bersumber dari
akidah Islam.
Para
penjajah kafir telah membius kaum Muslim dengan pemahaman sekular, yaitu
menjauhkan kaum Muslim dengan aktivitas politik, menjauhkan Islam dengan negara
dan aktivitas politik. Mereka berdalih bahwa aktivitas politik itu adalah dusta
dan kotor, sehingga tidak layak (agama) Islam ditempatkan di tempat-tempat yang
kotor. Islam adalah ajaran yang sakral dan harus dijauhkan dari aktivitas
politik. Maksud dari para penjajah adalah menjauhkan umat Islam dari aktivitas
yang bisa membangkitkan kembali kehidupan Islam melalui tegaknya Daulah
Khilafah Islamiyah. Mereka menyadari bahwa kekuatan kaum Muslim –secara ideologis
dan politis- justru terletak pada institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Bagi
mereka, tegaknya kembali Daulah Khilafah Islamiyah merupakan lonceng kematian
negara-negara kafir sekular dan sirnanya peradaban Barat yang selama ini mereka
agung-agungkan. Oleh karena itulah, mereka mencekoki kaum Muslim dengan
pemahaman yang keliru, yaitu menjauhkan umat Islam dari aktivitas politik.
Padahal,
politik adalah sesuatu yang netral. Ideologi dan interaksi yang diarahkan oleh
sistem hukum yang mengatur aktivitas politiklah yang menentukan apakah
aktivitas politik itu ‘bersih’ atau ‘kotor’.
Kepedulian
kaum Muslim terhadap politik dan kewajibannya untuk melakukan aktivitas politik
sudah dimulai sejak pertama kali diutusnya Rasulullah saw, yaitu pada saat
beliau membentuk ‘partai politik’ di kota Makkah. Beliau melakukan pengkaderan;
membina orang-orang yang telah memeluk Islam; membacakan ayat-ayat setiap kali
ayat-ayat tersebut beliau terima; menjawab dan memberikan solusi kepada para
sahabat-sahabatnya manakalah terdapat persoalan diantara mereka. Hal itu tampak
jelas dalam ayat-ayat yang diturunkan di kota Makkah selama beliau membina para
sahabat dan menyampaikan risalah Islam kepada para penduduk Makkah.
Rasulullah
saw mencela dan menghujat para pembesar kota Makkah yang kufur, paganisme
(penyembahan berhala) bahkan dengan berhala-berhalanya; mencela adat istiadat
kafir –seperti mengubur anak perempuan hidup-hidup-; menghina penipuan di dalam
transaksi perdagangan (timbangan); bahkan beliau dan para sahabat menunjukkan
perhatian yang sangat tinggi terhadap konstelasi politik internasional. Paling
tidak hal itu tercermin pada firman Allah Swt:
]ุบُِูุจَุชِ ุงูุฑُّูู
ُ%ِูู ุฃَุฏَْูู ุงْูุฃَุฑْุถِ َُููู
ْ ู
ِْู
ุจَุนْุฏِ ุบََูุจِِูู
ْ ุณََูุบِْูุจَُูู%ِูู
ุจِุถْุนِ ุณَِِููู ِِููู ุงْูุฃَู
ْุฑُ ู
ِْู َูุจُْู َูู
ِْู ุจَุนْุฏُ ََْูููู
َุฆِุฐٍ َْููุฑَุญُ
ุงْูู
ُุคْู
َُِููู%ุจَِูุตْุฑِ ุงِููู َْููุตُุฑُ ู
َْู
َูุดَุงุกُ ََُููู ุงْูุนَุฒِูุฒُ ุงูุฑَّุญِูู
ُ[
Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah
urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa
Romawi itu) bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah.
Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang. (TQS. ar-Rum [30]: 2-5)
Ayat diatas menjadi penjelas bagi para sahabat
–saat itu- yang berpolemik (berdiskusi) dengan orang-orang kafir Quraisy
tentang konstelasi politik internasional. Orang-orang musyrik lebih suka jika
kekaisaran Persia dapat mengalahkan kerajan Romawi, sebab kekaisaran Persia
adalah penyembah api dan dekat dengan paganisme. Sementara kaum Muslim menyukai
jika kerajaan Romawi yang memenagkan peperangan melawan kekaisaran Persia,
sebab mereka adalah ahli kitab2.
Kaum
Muslim tidak akan mampu memikul dakwah Islam kepada bangsa-bangsa lain, atau
mencegah skenario jahat yang ditujukan kepada umat, jika kaum Muslim tidak
memahami secara global konstelasi politik internasional dan sikap dari
negara-negara besar terhadap mereka. Artinya, penyebarluasan risalah Islam ke
seluruh penjuru dunia, mengungkap makar jahat negara-negara kafir, melawan
skenario mereka, dan sejenisnya, merupakan kewajiban yang harus ditegakkan. Dan
hal ini tidak akan mungkin dapat diwujudkan tanpa memahami percaturan dan
konstelasi politik internasional.
Berdasarkan
hal ini, aktivitas politik adalah perkara yang wajib dipahami oleh kaum Muslim.
Kaum Muslim wajib terjun ke kancah perpolitikan, dengan menjadikan akidah Islam
sebagai dasar pijakannya dan syariat Islam –yang terkait dengan aktivitas
politik- sebagai rambu-rambunya. Hanya saja kewajiban untuk memperhatikan
politik dan pengaturannya harus selalu dikaitkan dengan perkara utama kaum
Muslim, yaitu melangsungkan kembali kehidupan Islam melalui tegaknya Daulah Khilafah
Islamiyah, yang menjalankan aktivitas pemerintahannya berdasarkan Kitabullah
dan Sunnah Rasul-Nya, serta menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh pelosok
dunia melalui dakwah dan jihad fi
sabilillah. Ini adalah perkara yang menyangkut hidup matinya kaum Muslim.
0 Response to "Apakah Politik Itu Kotor?"
Post a Comment