Energy Watch: Penetapan Harga BBM Lewat Mekanisme Pasar Menyalahi Konstitusi
DIREKTUR Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, mengungkapkan, pemerintah yang membidangi sektor ESDM tidak mampu membawa perbaikan energi. Hal itu terlihat dari kebijakan yang seringkali menyimpang dari konstitusi.
“Penyimpangan pertama kita cermati dari harga bahan bakar minyak (BBM). Sejak pertama kabinet ini dibentuk, berusaha menggiring negara kita pada mekanisme pasar,” ujarnya dalam diskusi “Refleksi Kabinet Jokowi-JK 2015″ di Jakarta, Kamis (24/12/2015).
Menurutnya, kebijakan menyerahkan pada mekanisme pasar justru menempatkan rakyat sebagai konsumen yang terus dieksploitasi.
Hal terbaru terjadi saat penurunan harga BBM oleh Menteri ESDM Sudirman Said. Ferdinand menilai keputusan Sudirman Said tidak memiliki kejelasan.
“Harga dari perhitungan yang kita miliki harga riil masih di bawah. Artinya saat ini pemerintah berusaha mengambil untung besar,” katanya.
Ia juga mempertanyakan kutipan dana ketahanan energi sebesar Rp 200 dari setiap liter premium dan solar yang dibeli masyarakat.
“Pak Sudirman Said dalam konpers menyampaikan dasar hukumnya UU No 30 tahun 2007. Memang pasal itu membolehkkan pemerintah mengambil dana energi. Tapi pertanyaanya pemerintah ambil dana energi dari siapa dulu? dari rakyat kah atau pelaku bisnis migas?” ucapnya.
Jadi, tegasnya, kebijakan pemerintah ngawur, tidak punya konsep jelas. “Akhirnya publik pasrah menerima apapun keputusan pemerintah. Padahal publik harus dilindungi,” pungkasnya.
Rabu (23/12/2015), Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan pemerintah akan memungut dana ketahanan energi sebesar Rp 200 dari satu liter premium, dan Rp 300 dari satu liter solar solar yang dibeli masyarakat dengan asumsi penerimaan sampai akhir tahun ini sebesar Rp 16 triliun.
sumber:Islampos
0 Response to "Energy Watch: Penetapan Harga BBM Lewat Mekanisme Pasar Menyalahi Konstitusi"
Post a Comment