Nyiyir Terhadap Umat Islam, Metro Tv Buat Editorial dengan Judul "Demonstrasi Overdosis"
Dakwah Media - Pagi ini (21/2) Metro TV menanyangkan editorial dengan judul "Demontrasi Overdosis"
Editorial ini dimaksudkan untuk menyikapi maraknya aksi yang sering dilakukan umat Islam akhir-akhir ini yang menuntut dipenjarakan nya sang penista agama Ahok, yang dianggap metro TV sudah overdosis.
Mereka menyebut publik Jakarta sudah mulai terusik dengan aksi yang kerap dilakukan umat Islam, yang berdampak pada macetnya Jakarta dan menjadi kampanye buruknya situasi ibukota.
Berikut potongan berita editorial di metrotvnews.com yang paling menyoroti aksi bela Islam:
Harus kita katakan, publik khususnya di DKI Jakarta sudah mulai terusik oleh demonstrasi yang dalam lima bulan kerap mewarnai denyut kehidupan Ibu Kota. Setidaknya sudah empat kali demonstrasi dalam skala besar terjadi. Aksi pertama berlangsung pada 14 Oktober 2016, kemudian demo 4 November atau dikenal dengan peristiwa 411, 2 Desember atau 212, dan 11 Februari atau 112.
Belum puas juga, hari ini massa dari kelompok yang sama akan kembali turun ke jalan. Artinya, lima bulan lima kali sudah demonstran menggelar demo besar-besaran. Sasaran mereka cuma satu, yakni Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Tuntutan yang dicuatkan memang tak persis sama, tetapi sebenarnya serupa. Dalam unjuk rasa pertama, massa menuntut Basuki ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penodaan agama. Ketika tuntutan itu terpenuhi, tuntutan berikutnya diusung, yakni agar Basuki ditahan.
Lalu, tuntutan bertambah agar Basuki diberhentikan sementara dari jabatan gubernur karena ia sudah berstatus terdakwa. Demonstrasi, sekali lagi, ialah hak setiap warga yang dipayungi konstitusi. Kita juga patut mengapresiasi lantaran meski di antaranya diikuti jutaan orang, empat demonstrasi terdahulu berlangsung tertib dan aman. Namun, harus kembali kita katakan pula bahwa setertib dan seaman apa pun, demonstrasi dengan jumlah massa begitu banyak tak mungkin tak mengganggu hak orang lain.
Dampak paling kecil dari unjuk rasa ialah lalu lintas Jakarta yang sehari-hari macet akan semakin macet. Dampak lebih besarnya, demonstrasi yang overdosis bisa menjadi kampanye buruk terhadap situasi bangsa ini yang ujung-ujungnya dapat memengaruhi ketertarikan investor untuk berinvestasi.
Kita tidak melarang unjuk rasa, tetapi akan lebih elok jika massa menyalurkan tuntutan lewat saluran resmi yang disediakan negara. Akan lebih bermartabat pula jika massa tak terus-terusan memenetrasi proses hukum dengan aksi jalanan. Biarkan tangan hukum leluasa bekerja tanpa tekanan, tanpa pengaruh dari siapa pun.
Dalam perkara pengaktifan kembali Ahok sebagai gubernur, bukankah ada pihak yang menggugat ke pengadilan tata usaha negara? Kita tunggu saja hasilnya. Demokrasi dan hukum wajib kita tempatkan dalam posisi yang saling menguatkan, bukan saling melemahkan. Demonstrasi sebagai perwujudan demokrasi pantang menegasikan hukum dan ketertiban publik. Karena itu, ia tak boleh overdosis.[tic]
Editorial ini dimaksudkan untuk menyikapi maraknya aksi yang sering dilakukan umat Islam akhir-akhir ini yang menuntut dipenjarakan nya sang penista agama Ahok, yang dianggap metro TV sudah overdosis.
Mereka menyebut publik Jakarta sudah mulai terusik dengan aksi yang kerap dilakukan umat Islam, yang berdampak pada macetnya Jakarta dan menjadi kampanye buruknya situasi ibukota.
Berikut potongan berita editorial di metrotvnews.com yang paling menyoroti aksi bela Islam:
Harus kita katakan, publik khususnya di DKI Jakarta sudah mulai terusik oleh demonstrasi yang dalam lima bulan kerap mewarnai denyut kehidupan Ibu Kota. Setidaknya sudah empat kali demonstrasi dalam skala besar terjadi. Aksi pertama berlangsung pada 14 Oktober 2016, kemudian demo 4 November atau dikenal dengan peristiwa 411, 2 Desember atau 212, dan 11 Februari atau 112.
Belum puas juga, hari ini massa dari kelompok yang sama akan kembali turun ke jalan. Artinya, lima bulan lima kali sudah demonstran menggelar demo besar-besaran. Sasaran mereka cuma satu, yakni Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Tuntutan yang dicuatkan memang tak persis sama, tetapi sebenarnya serupa. Dalam unjuk rasa pertama, massa menuntut Basuki ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penodaan agama. Ketika tuntutan itu terpenuhi, tuntutan berikutnya diusung, yakni agar Basuki ditahan.
Lalu, tuntutan bertambah agar Basuki diberhentikan sementara dari jabatan gubernur karena ia sudah berstatus terdakwa. Demonstrasi, sekali lagi, ialah hak setiap warga yang dipayungi konstitusi. Kita juga patut mengapresiasi lantaran meski di antaranya diikuti jutaan orang, empat demonstrasi terdahulu berlangsung tertib dan aman. Namun, harus kembali kita katakan pula bahwa setertib dan seaman apa pun, demonstrasi dengan jumlah massa begitu banyak tak mungkin tak mengganggu hak orang lain.
Dampak paling kecil dari unjuk rasa ialah lalu lintas Jakarta yang sehari-hari macet akan semakin macet. Dampak lebih besarnya, demonstrasi yang overdosis bisa menjadi kampanye buruk terhadap situasi bangsa ini yang ujung-ujungnya dapat memengaruhi ketertarikan investor untuk berinvestasi.
Kita tidak melarang unjuk rasa, tetapi akan lebih elok jika massa menyalurkan tuntutan lewat saluran resmi yang disediakan negara. Akan lebih bermartabat pula jika massa tak terus-terusan memenetrasi proses hukum dengan aksi jalanan. Biarkan tangan hukum leluasa bekerja tanpa tekanan, tanpa pengaruh dari siapa pun.
Dalam perkara pengaktifan kembali Ahok sebagai gubernur, bukankah ada pihak yang menggugat ke pengadilan tata usaha negara? Kita tunggu saja hasilnya. Demokrasi dan hukum wajib kita tempatkan dalam posisi yang saling menguatkan, bukan saling melemahkan. Demonstrasi sebagai perwujudan demokrasi pantang menegasikan hukum dan ketertiban publik. Karena itu, ia tak boleh overdosis.[tic]
0 Response to "Nyiyir Terhadap Umat Islam, Metro Tv Buat Editorial dengan Judul "Demonstrasi Overdosis""
Post a Comment