-->

Sidang Kedelapan Penistaan Agama, Pengacara Terdakwa Politisi, Dan Sabda Tuhan YME



Dakwah Media - SIDANG kedelapan kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok, patahana dan Calon Gubernur DKI 2017-2022, kemarin menarik untuk disimak oleh para pengacara politisi, pengacara dengan terdakwa politisi, politisi itu sendiri, dan umat beragama.

Bahkan sangat-sangat menarik jika menilik bahwa persidangan dilakukan di masa kampanye mendekati hari pencoblosan, dan pihak Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi tokoh kharismatik yang tidak saja adalah ulama besar tetapi beliau juga pemimpin para ulama-ulama besar di negeri Muslim terbesar di dunia, dengan basis pendukung luar biasa besar dan solid sebagai sebagai saksi yang memberatkan. Apalah lagi kasus tersebut mendapat sorotan luar biasa publik dan liputan media dan menyangkut sensitivitas keagamaan mayoritas publik dan pemilih.

Persidangan pidana biasa pengacara dan terdakwa hanya perlu meyakinkan Majelis Hakim bahwa mereka tidak bersalah, mereka silakan saja menggunakan segala strategi dan menyampaikan segala macam bukti untuk meyakinkan Majelis Hakim di depan pengadilan.

Related


Masih ingat kasus Jessica Wongso? Bukan tidak ada kasus seperti kasus sidang kedelapan kasus penistaan agama oleh Ahok kemaren di sidang Jessica. Dialog keras Pengacara dan Jaksa, bahkan sangat keras juga ada kepada saksi yang dianggap memberatkan. Tapi biasa saja, tidak ada reaksi publik.

Sementara pilihan kata, pilihan kalimat, pilihan intonasi bicara, pilihan ekspresi, pilihan sorot mata, dan pilihan bahasa tubuh Ahok dan Pengacaranya di sidang kedelapan kemarin telah menimbulkan kegaduhan baru dengan implikasi hukum baru yang sangat serius bagi Ahok dan pengacaranya.

Bahkan telah memancing tokoh sekelas mantan Presiden SBY, Mantan Ketua MK, Prof. Dr. Mahfud MD, dan tokoh pendiri dan aktivis JIL, Ulil Absar Abdala, serta tokoh nasional dan lokal lainnya untuk untuk ikut bicara keras mengecam Ahok dan pengacaranya. Padahal banyak dari tokoh tersebut mengaku memilih diam selama ini. Tidak mau bicara yang menyerang Ahok, apalagi menyerang sangat keras dan tanpa tendeng aling-aling, mengutip istilah Bung Ulil di twit nya.

Dalam siaran live di salah satu stasiun televisi swasta, Prof. Dr. Mahfud MD bahkan dengan tegas, dan nampak ekspresi menahan kemarahan di wajah beliau, mendesak penegak hukum (Polisi) sesegera mungkin dan langsung melakukan proses hukum pada Ahok dan pengacaranya karena telah melakukan pelanggaran pidana sangat serius sesuai UU Telekomunikasi dan UU ITE dengan ancaman hukuman 15 tahun dan 10 tahun tergantung UU mana yang akan diterapkan, karena kasus ini bukanlah delik aduan, jadi Polisi bisa langsung memproses. Dan kasus ini mengancam demokrasi dan HAM di Indonesia.

Ulil Absar Abdala menulis twit dengan sangat vulgar mengatakan bahwa Ahok ini too dangerous to our social fabric. Ahok tak sensitif terhadap konteks sosial. Insensitivitas dia bisa bahayakan huhungan-hubungan keummatan. Membela Ahok dengan argumen pluralisme dan kebhinnekaan dalam situasi dan konteks seperti ini, jelas completely misplaced!. Ahok tampaknya tak peduli dengan kebhinnekaan. Insentisitivitas Ahok pada konteks sosial sudah sampai pada derajat yang intolerable. We cannot afford having him as governor anymore!  Membiarkan Ahok pada posisi publik yang penting seperti Gubernur jelas tak bisa dibenarkan. Membahayakan kehidupan sosial.

SBY bahkan sampai menggelar konferensi pers khusus dan sampai mengutip ungkapan Bung Karno "Mana dadamu, ini dadaku". Ungkapan yang jika diucapkan oleh orang Jawa itu menunjukkan sesuatu yang sangat luar biasa sekali dan siap untuk melakukan apapun yang terkandung di balik kalimat itu. Bahkan bisa dikatakan sebagai kesiapan untuk hal yang sangat keras, sangat tegas dan sangat tanpa tendeng aling-aling.

Kegagalan Pengacara Terdakwa Politisi Patahana

Diakui atau tidak, kita bisa merasakan bahwa persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok ini juga tak ubahnya panggung kampanye Pilkada DKI. Setidaknya memiliki efek layaknya kampanye jika menilik dari sisi besarnya antusias media meliput dan menyiarkan, dan besarnya perhatian dari publik pemilih.

Fakta bahwa Ahok adalah Cagub DKI patahana, masa-masa kampanye, mendekati hari pencoblosan, kasus dengan sensitivitas publik sangat tinggi seharusnya cukup sebagai alasan bagi tim pengacara Ahok dan Ahok pribadi untuk membangun kesadaran dan rumusan strategi persidangan yang tidak hanya fokus pada bagaimana meyakinkan Majelis Hakim bahwa terdakwa tidak bersalah.

Kesadaran dan strategi persidangan yang dikonstruksikan dan diimplementasikan di persidangan yang tidak saja mematahkan dakwaan JPU dan saksi yang dihadirkan JPU namun juga meminimalisir efek negatif persidangan pada proses Pilkada, terkait popularitas dan elektabilitas terdakwa yang beratatus Kandidat Patahana. Dan lebih jauh, jika memungkinkan, bagaimana kesadaran dan strategi persidangan tersebut memiliki efek positif pada meningkatkan popularitas dan elektabilitas terdakwa kandidat patahana tersebut melalui momentum pemeriksaan saksi.

Sidang kedelapan kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok kemarin menunjukkan bahwa Ahok dan pengacaranya tidak memiliki, setidak-tidaknya kurang memiliki kesadaran dan strategi persidangan bahwa ini adalah persidangan di masa kampanye mendekati hari pencoblosan yang mendapat liputan media sangat besar yang melibatkan emosi dan sensitivitas publik yang juga teramat sangat besar.

Alih-alih memaksimalkan untuk mematahkan dakwaan JPU dan mengkatkan popularitas dan elektabilitas Ahok, mereka (Ahok dan tim pengacara) gagal memahami dan mengantisipasi efek penggunaan kosa kata, kalimat, intonasi bicara, sorot mata, bahasa tubuh, serta materi yang akan digunakan untuk memeriksa tokoh sekaliber Almukarrom K.H. Dr. (HC) Ma'ruf Amin, Rais Aam PBNU sekaligus Ketua Umum MUI.

Lebih parah lagi, tidak hanya popularitas dan elektabilitas Ahok sebagai Cagub Patahana yang anjlok drastis, kasus hukum baru justru yang sangat serius menanti. Tidak hanya menanti Ahok namun juga tim pengacaranya. Kasus hukum bukan delik aduan, kasus hukum dengan kategori melawan negara dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun.

Berhenti sampai di situ? Penulis yakin tidak. Efek persidangan kepada anggota tim pengacara yang berlatar belakang parpol dan parpolnya juga akan besar. Terutama pengacara yang berlatar belakang parpol dengan identitas Islam dan basis massa ummat Islam, khususnya warga Nahdatul Ulama.

Terbersit dalam qolbu penulis saat akan mengakhiri tulisan ini.. atau memang ini cara Tuhan Yang Maha Esa, pemilik jagat raya ini menyampaikan Sabdanya..

Wallahu'alam....


Penulis adalah Wartawan dan Sekjen PressCode [rmol]
Plis Like Fanpage Kami ya

Related Posts

0 Response to "Sidang Kedelapan Penistaan Agama, Pengacara Terdakwa Politisi, Dan Sabda Tuhan YME"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close