Sebuah Catatan Pagi Untuk Mendagri : Demokrasi Biangnya…
Dakwah Media - “Dinamika kehidupan sosial politik dan keamanan akhir-akhir ini menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan karena dapat memicu terjadinya konflik sosial yang mengakibatkan terganggunya stabilitas nasional dan terhambatnya pembangunan nasional,” ungkap Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri, di Jakarta, Senin (27/3).
Tjahjo menyebutkan beberapa kondisi timbulnya konflik sosial yakni seperti adanya aktivitas kelompok islam fundamentalis yang tidak mengakui Pancasila sebagai dasar negara dan sistem demokrasi.
Disamping itu, Mendagri juga mengatakan adanya kebebasan menyatakan pendapat yang berlebihan melalui berbagai media dan meluasnya penggunaan media sosial untuk aktivitas provokasi, agitasi, propaganda negatif, dan penyebaran berita bohong (hoax) juga dapat menimbulkan munculnya konflik sosial.
Pihaknya menilai kebebasan berpendapat ini telah mendorong perilaku intoleransi dan sikap anti kebhinnekaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Merdeka.com 27/03/17)
Begini Pak…
Perlu kita pahami adalah bahwa sumber dari berbagai konflik yang sesungguhnya tidak lain akibat penerapan sistem demokrasi di negeri ini. Pada kenyataannya sistem demokrasi yang memiliki empat pilar penyangga yakni kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan berperilaku telah gagal dalam membangun peradaban. Sistem demokrasilah pintu masuk dari semua masalah, karena hukum dan sistemnya dibuat oleh manusia sementara hukum Allah malah dicampakkan. Sistem demokrasi memperbolehkan siapa saja mencalonkan diri menjadi pemimpin, termasuk orang kafir. Padahal dalam Islam jelas bagaimana hukum berkenaan dengan hal tersebut.
Sistem demokrasi jugalah yang membuka pintu gerbang penistaan agama, hingga memunculkan reaksi umat demi membela agamanya. Padahal umat hanya ingin menuntut keadilan diterapkan di negerinya. Namun kenyataannya, pada kasus Ahok, justru dibiarkan berlarut-larut tanpa adanya kesudahan dan kepastian di ujungnya. Sistem demokrasi tidak akan pernah memberikan kesempatan pada umat untuk memiliki pemimpin yang bertakwa yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah.
Terbukti bangsa ini telah berkali-kali ganti pemimpin. Namun, kesejahteraan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat belum tercapai sebagaimana diharapkan. Ironisnya, perilaku korupsi serta manipulasi anggaran terus berlangsung di kalangan pejabat publik. Janji kesejahteraan dan perbaikan yang masif disuarakan saat kampanye, menjadi slogan kosong saat mereka sudah menjabat. Pemimpin dalam sistem demokrasi menjalankan roda pemerintahan hanya untuk kepentingan para elit, kroni yang berkuasa, dan pemilik modal saja. Sistem ini juga menjadikan pemimpinnya abai terhadap nilai-nilai spiritual. Sehingga orientasi penyelenggaraan pemerintahan bertumpu pada pragmatisme dan keuntungan materialistik semata.
Sistem demokrasi yang katanya ‘alat’ mewujudkan kesejahteraan faktanya bohong. Yang ada, demokrasi sering diperalat kelompok elit untuk memperkaya diri mereka sendiri sembari menindas rakyat. Akibatnya, kemiskinan merajalela, kriminalitas dimana-mana, berita bohong alias hoax pun menyebar tidak karuan. Segala kerusakan demokrasi tidak lepas dari sejarahnya yang cacat sejak lahir. Sejak awal, kedaulatan demokrasi ada di tangan pemilik modal, rakyat hanya diberi ilusi kedaulatan. Sistem demokrasi yang berlaku di negeri ini berdasarkan pada suara terbanyak. Siapa yang memiliki modal tebal untuk membeli suara, maka dialah yang menang. Inilah kerusakan dalam sistem demokrasi. Mengharapkan kesejahteraan dari sistem demokrasi di negeri ini adalah fantasi semu. Sistem demokrasi sejak awal tidak pernah berpihak kepada umat Islam di manapun. Dalam sistem demokrasi, yang banyak yang menang, tak peduli dia benar atau salah.
Karenanya, dengan sederet kerusakan yang ada, apalagi yang membuat kita teguh mempertahankannya? Kenyamanan, kekayaan, kesenangan, semua itu hanya sementara. Selesai ketika nafas kita terhenti oleh ajal yang menghampiri. Cukuplah kemudian bagi kita untuk tidak mengagungkannya. Kenali, sadari, jauhi sistem demokrasi. Sudah saatnya mengganti sistem rusak dan merusak tersebut dengan sistem shahih nan hakiki. Sistem Islam dengan segala solusinya bagi permasalahan umat mulai dari ibadah, sosial, ekonomi, hukum, pendidikan, hingga pemerintahan semua dibahas tuntas dalam Islam. Maka, sudah selayaknya kita jadikan Islam sebagai sistem berbangsa dan bernegara, bukan lagi Islam yang setengah-setengah tapi sebaliknya kita terapkan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah.
Related
Pihaknya menilai kebebasan berpendapat ini telah mendorong perilaku intoleransi dan sikap anti kebhinnekaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Merdeka.com 27/03/17)
Begini Pak…
Perlu kita pahami adalah bahwa sumber dari berbagai konflik yang sesungguhnya tidak lain akibat penerapan sistem demokrasi di negeri ini. Pada kenyataannya sistem demokrasi yang memiliki empat pilar penyangga yakni kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan berperilaku telah gagal dalam membangun peradaban. Sistem demokrasilah pintu masuk dari semua masalah, karena hukum dan sistemnya dibuat oleh manusia sementara hukum Allah malah dicampakkan. Sistem demokrasi memperbolehkan siapa saja mencalonkan diri menjadi pemimpin, termasuk orang kafir. Padahal dalam Islam jelas bagaimana hukum berkenaan dengan hal tersebut.
Sistem demokrasi jugalah yang membuka pintu gerbang penistaan agama, hingga memunculkan reaksi umat demi membela agamanya. Padahal umat hanya ingin menuntut keadilan diterapkan di negerinya. Namun kenyataannya, pada kasus Ahok, justru dibiarkan berlarut-larut tanpa adanya kesudahan dan kepastian di ujungnya. Sistem demokrasi tidak akan pernah memberikan kesempatan pada umat untuk memiliki pemimpin yang bertakwa yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah.
Terbukti bangsa ini telah berkali-kali ganti pemimpin. Namun, kesejahteraan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat belum tercapai sebagaimana diharapkan. Ironisnya, perilaku korupsi serta manipulasi anggaran terus berlangsung di kalangan pejabat publik. Janji kesejahteraan dan perbaikan yang masif disuarakan saat kampanye, menjadi slogan kosong saat mereka sudah menjabat. Pemimpin dalam sistem demokrasi menjalankan roda pemerintahan hanya untuk kepentingan para elit, kroni yang berkuasa, dan pemilik modal saja. Sistem ini juga menjadikan pemimpinnya abai terhadap nilai-nilai spiritual. Sehingga orientasi penyelenggaraan pemerintahan bertumpu pada pragmatisme dan keuntungan materialistik semata.
Sistem demokrasi yang katanya ‘alat’ mewujudkan kesejahteraan faktanya bohong. Yang ada, demokrasi sering diperalat kelompok elit untuk memperkaya diri mereka sendiri sembari menindas rakyat. Akibatnya, kemiskinan merajalela, kriminalitas dimana-mana, berita bohong alias hoax pun menyebar tidak karuan. Segala kerusakan demokrasi tidak lepas dari sejarahnya yang cacat sejak lahir. Sejak awal, kedaulatan demokrasi ada di tangan pemilik modal, rakyat hanya diberi ilusi kedaulatan. Sistem demokrasi yang berlaku di negeri ini berdasarkan pada suara terbanyak. Siapa yang memiliki modal tebal untuk membeli suara, maka dialah yang menang. Inilah kerusakan dalam sistem demokrasi. Mengharapkan kesejahteraan dari sistem demokrasi di negeri ini adalah fantasi semu. Sistem demokrasi sejak awal tidak pernah berpihak kepada umat Islam di manapun. Dalam sistem demokrasi, yang banyak yang menang, tak peduli dia benar atau salah.
Karenanya, dengan sederet kerusakan yang ada, apalagi yang membuat kita teguh mempertahankannya? Kenyamanan, kekayaan, kesenangan, semua itu hanya sementara. Selesai ketika nafas kita terhenti oleh ajal yang menghampiri. Cukuplah kemudian bagi kita untuk tidak mengagungkannya. Kenali, sadari, jauhi sistem demokrasi. Sudah saatnya mengganti sistem rusak dan merusak tersebut dengan sistem shahih nan hakiki. Sistem Islam dengan segala solusinya bagi permasalahan umat mulai dari ibadah, sosial, ekonomi, hukum, pendidikan, hingga pemerintahan semua dibahas tuntas dalam Islam. Maka, sudah selayaknya kita jadikan Islam sebagai sistem berbangsa dan bernegara, bukan lagi Islam yang setengah-setengah tapi sebaliknya kita terapkan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah.
Oleh: Binti Istiqomah (Analis di Muslimah Voice)
Plis Like Fanpage Kami ya
0 Response to "Sebuah Catatan Pagi Untuk Mendagri : Demokrasi Biangnya…"
Post a Comment