-->

Aparat semakin gelap mata, Persekusi dan Pelarangan Pengajian Kembali terjadi



Dakwah Media - Tindakan Persekusi dan Penghentian Pengajian Ramadhan kembali lagi terjadi. Ahad lalu, terjadi pelarangan diskusi dan pengajian ramadhan yang di gelar dirumah Ust Bodro Hartoyo Gedangan Salatiga. Ust Bodro Seorang aktivis HTI Salatiga Mengalami tindakan persekusi (dijemput paksa) oleh aparat Kepolisian.  Dakwahmedia mencoba menelusuri apa yang terjadi sesungguhnya dengan acara tersebut. Dakwahmedia (DM) mencoba menghubungi Ketua DPD II Hizbut Tahrir Indonesia Kabupaten Semarang, Dr. Singgih Saptadi (SS). Berikut wawancara kami dengannya.

DM: Pada 1 Juni 2017 terjadi penghentian kegiatan HTI di Desa Gedangan di rumah Bapak Bodro Hartoyo, Kabupaten Semarang. Penghentian dilakukan oleh Kepolisian Kabupaten Semarang. Apakah benar demikian?

SS: Izinkan saya memperjelas. Pertama, memang benar, ada acara di rumah Bapak Bodro Hartoyo. Acaranya adalah pengajian Ramadan, acaranya Pak Bodro. Temanya adalah persatuan umat Islam. Minta dibahas, karena persatuan umat yang sempat koyak karena Pilkada Jakarta dan kasus penistaan agama oleh Ahok … sehingga yang diundang pun tokoh masyarakat dan kenalan Pak Bodro. Acaranya untuk merajut persatuan umat Islam.

Kedua, saya diminta menjadi pembicara oleh Pak Bodro. Saya menjelaskan bahwa upaya pecah belah umat Islam itu tidak lepas dari rencana Amerika Serikat yang dirumuskan oleh sebuah think tank yang bernama RAND Corporation. Memahami strategi pecah belah itu, saya menyampaikan bagaimana umat Islam seharusnya menyikapi.

Ketiga, acara tersebut bukan acara HTI baik tingkat nasional, Jawa Tengah ataupun Kabupaten Semarang. Saya sebagai ketua DPD II HTI Kabupaten Semarang tidak hadir di acara tersebut sebagai pengurus HTI.

DM: Bagaimana kronologi yang Bapak ketahui?

SS: Acara sebagaimana undangan dimulai jam 08.00 dan akan berjalan sekitar 2 jaman. Ketika tiba di rumah Pak Bodro, Beliau sampaikan bahwa pengajian Ramadan di rumah Beliau sudah dilaporkan kepada RT dan sebelum acara Pak RW juga bertanya kepada Beliau. Dan setahu saya, Pak Bodro menyampaikan tidak ada masalah dengan pengurus RT dan RW.
Sekitar jam 8 pagi, Pak Bodro memberitahukan harus ke rumah Kepala Dusun. Jam 8.15 acara dimulai dan berlangsung hingga jam 9.30an. Dibuka oleh MC, ada bacaan ayat al Quran. Setelah itu, saya berbicara menyampaikan materi yang diminta. Terus, ditutup dengan doa. Acara lengkap, meski lebih cepat dari 2 jam, karena ada pesan dari Pak Bodro setelah pertemuan di rumah Kepala Dusun agar acara ditunda.

DM: Jadi, penghentian kegiatan HTI terjadi?

SS: Jelas tidak terjadi. Acaranya bukan acara HTI. Bagaimana disebut penghentian acara HTI, kalau itu bukan acara HTI?
Andaipun itu acara HTI, apakah polisi dan aparat boleh menghentikan kegiatan tersebut? Apa HTI organisasi terlarang? Menteri Wiranto saja baru mewacanakan pembubaran HTI. Belum dibubarkan. Bahkan, edaran Mendagri tentang larangan acara HTI pun dibantah oleh Mendagri sendiri. HTI sah sebagai ormas legal dan kegiatannya seharusnya dilindungi oleh aparat. Itu kalau negara menjamin kebebasan bersyarikat dan mengeluarkan pendapat. Kalau Negara represif, lain lagi ceritanya.
Sekali lagi, ini acara Pak Bodro. Acara lengkap, meski lebih cepat. Kalau mau disebut penghentian, maka ini penghentian acara pengajian di rumah warga. Sewenang-wenang.

DM: DIopinikan Oleh aparat bahwa  HTI memunculkan keresahan. Benar demikian?

SS: Kenyataannya, acara berjalan lancar, tidak ada keresahan warga. Bahkan, ketika saya datang, beberapa warga menyapa ramah. Parkir mobil yang mengantarkan saya pun diarahkan oleh warga. Bukan diusir.
Acara untuk undangan dari Pak Bodro, jadi saya lihat pun tetangga tetap beraktivitas seperti biasa. Samping rumah Beliau angkut-angkut barang rongsokan juga tidak terganggu acara pengajian tersebut.
Warga sekitar mungkin malah bertanya-tanya ketika aparat hadir, ada tentara berseragam dan beberapa orang mengaku sebagai polisi berpakaian preman. SIapa yang memunculkan keresahan kalau seperti itu? Saya juga menutup acara dengan doa. Sampai selesai doa dan ditutup, warga tidak ada yang nggeruduk acara.
Setahu saya, Pak Bodro tinggal di daerah tersebut selama ini, tidak pernah saya dengar ada masalah. Sebagai anggota HTI dan kegiatan pengajian di rumahnya, saya belum pernah mendengar ada keresahan warga sekitarnya. Ini semua hanya stigmatisasi dengan keresahan, seolah HTI meresahkan dan kemudian jadi pembenaran untuk dibubarkan atau dihentikan kegiatannya. Provokasi kalau seperti ini.
Terus, kalaulah terjadi penghentian, maka penghentian acara pengajian di rumah warga. Apakah ini pantas dilakukan aparat?

--- *** ---


Dakwahmedia juga mencoba menelusuri informasi ke Pak Bodro (PB), selaku tuan rumah dan penyelenggara acara pengajian Ramadan di rumahnya. Berikut wawancara kami dengan Beliau.

DM: Kami dapat berita bahwa acara pengajian di rumah Pak Bodro dihentikan Polisi. Apakah acara pengajian Ramadan rutin diadakan di rumah, Pak?

PB: Rutin tidak. Kadang iya. Kadang dengan teman2, kenalan atau tokoh yang saya kenal. Ramadan ini saya pikir istimewa. Karena sebelumnya ramai Pilkada dan Penistaan Islam, terus medsos ramai bantah-bantahan termasuk antar muslim, jadi saya pikir perlu (acara ini). Saya dahulukan kenalan, dan rencananya tetangga sekalian buka bersama.

DM: Terus ada penghentian ini bagaimana ceritanya?

PB: Setelah sholat Subuh tanggal 1 Juni itu, saya memberitahukan kepada Pak RT rencana ada pengajian di rumah. Jelang jam 7 pagi, Pak RW kirim pesan WA ke saya mengkonfirmasi rencana acara pengajian dan saya jawab pengajian Ramadan dan tidak ada masalah kan pengajian Ramadan, dan dijawab Silahkan.
Jam 8 kurang, saya didatangi Pak RW, Beliau bekerja sebagai intel Kepolisian Salatiga. DIminta ikut ke rumah Kepala Dusun. Jadi, saya tinggalkan tamu dan acara dijalankan oleh MC.

DM: Di rumah Kepala Dusun, apa yang terjadi, Pak?

PB: Di rumah Kadus ada Pak Kepala Desa, Pak Kepala Dusun, Aparat Koramil, Polsek, Intel Polres Kabupaten dan Pak RW yang juga Intel Polres Salatiga.
Entah darimana ceritanya, saya diposisikan sedang mengadakan acara HTI. Padahal ini acara saya dan berulang kali saya jelaskan ini bukan acara ormas. Acara saya dan keluarga.
Karena HTI dikait-kaitkan, saya jelaskan juga apa itu HTI dan kegiatannya dan HTI sebagai ormas legal yang belum dibubarkan meski sudah ada wacana dan edaran mau dibubarkan. Belum ada SK pembubarannya, karena pembubaran harus melalui pengadilan.
Tapi, saya tegaskan bahwa acara bukan acara HTI.
Semua pihak di atas berprinsip pokoknya acara harus dihentikan. Ini kan aneh. Sebagai warga, hak saya dilanggar. Ini kezholiman. Alasan macam-macam. Ada yang mempermasalahkan perizinan. Padahal selama ini cukup pemberitahuan. Entah kok sekarang ada izin segala macam. Padahal di rumah sendiri dan tidak mengganggu tetangga.
Ada juga memaksa anggapannya ini acara HTI. Kan aneh?

DM: Dari pertemuan itu bagaimana hasilnya?

PB: Pokoknya saya harus menghentikan acara. Saya tidak setuju, tetapi saya paham bahwa aparat memaksakan kehendaknya dan saya tidak ingin malah membuat resah tetangga.  Saya tidak ingin pemaksaan aparat berujung pada aparat nggeruduk. Jadi, buruk buat warga dan aparat. Saya pulang dan menyampaikan kepada pembicara, DR. Singgih, untuk menghentikan acara.

DM: Jadi, acara dihentikan?

PB: Saya melihat pembicara menuntaskan bahasannya pada slide presentasi ketika saya sampaikan tuntutan aparat. Jadi tidak nambah slide.  Setelah itu, Beliau menutupnya dengan doa. Kalau disebut penghentian, rangkaian acara lengkap. Kalau disebut sampai selesai, ya selesai. Jadi, berita di blog itu tidak akurat.
Bukan acara HTI, dan acara berjalan dengan rangkaian lengkap.

DM: Alhamdulillah. Menurut Pak Bodro, ini fenomena apa?

PB: Entahlah. Masyarakat melihat aparat represif kepada warga. Pengajian disuruh bubar kan luar biasa represifnya. Penjelasan warga sendiri tidak didengarkan. Sebagai pemilik acara, saya kecewa dan mohon maaf kepada tamu-tamu undangan, karena pasti menimbulkan ketidaknyamanan bagi undangan. Bagi tetangga juga pasti menimbulkan pertanyaan ada apa kok banyak aparat.
Saya baca berita itu, aneh juga. Cegah terjadinya konflik. Konflik apa? Dengan siapa? Kami sekeluarga selama ini hidup baik-baik saja.
HTI yang bentrok? Bentrok dengan siapa? Judul berita itu sudah menyesatkan. Ditambah kesalahpahaman dan pemaksaan persepsi aparat. Ini sudah opini, bukan berita fakta. Opininya HTI meresahkan, padahal ini acara saya, bukan acara HTI.

DM: Bagaimana Bapak melihat sikap aparat ini?

PB: Kalau bertindak bijak, dan tidak percaya ke saya, seharusnya jajaran pimpinan masyarakat kan bisa ikut duduk bersama mendengarkan pengajian dari Pak Singgih. Setelah itu, silahkan menilai apakah kajiannya meresahkan atau mencerahkan. Saya sudah memberitahukan ke Pak RT, Pak RW juga tahu, tiba2 polisi dan TNI sudah di rumah Kadus. Yang saya sayangkan, sudah salah persepsi, dijelaskan tidak terima, malah muncul tulisan yang sangat tidak akurat tersebut. Entah wartawan mana yang menuliskan, karena setahu saya tidak ada wartawan saat pertemuan di rumah Kadus.
Dengan kejadian ini, saya harus menjelaskan kepada tetangga. Saya kuatir mereka jadi waswas dengan kejadian hadirnya aparat berseragam dan intel polisi. Saya yakin, kalau sikap aparat terus seperti ini kepada dakwah dan pengajian, masyarakat akan hidup saling curiga. Kalaulah terlihat rukun, maka itu hanya terlihat saja, tapi hati satu orang dengan orang lain saling waswas. Tentu tidak nyaman hidup seperti itu. Dan, aparatlah yang menciptakan kondisi tersebut. Menyedihkan.



0 Response to "Aparat semakin gelap mata, Persekusi dan Pelarangan Pengajian Kembali terjadi"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close