Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Jangan Jadi Alat Untuk Memata-Matai Rakyat
Dakwah Media - Presiden Joko Widodo telah menekan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, Badan Siber sudah dapat mulai mendeteksi, mencegah, bahkan memperbaiki permasalahan keamanan siber. Rudiantara menyatakan BSSN tidak akan tumpang tindih dengan Lembaga Sandi Negara atau lembaga serupa yang telah ada sebelumnya dan berlaku di Indonesia. "Justru (BSSN) mengkoordinasikan agar semua lebih baik," ujar Rudiantara di Gedung Pancasila, Kamis (1/6). (http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170601153530-20-218732/jokowi-teken-pembentukan-badan-siber-dan-sandi-negara/)
Jokowi memimpin Indonesia ketika kemajuan komunikasi publik sampai pada tingkatan komunikasi antar-individu yang bersifat semakin massal, sehingga tentu saja menyadari bagaimana pentingnya menggunakan berbagai saluran media sosial untuk menyampaikan pandangan, kebijakan dan juga kinerja Kabinet Kerja yang dipimpinnya. Dalam masa 10 tahun terakhir perkembangan media sosial dengan berbagai platform terlihat sedemikian dramatis. Tak hanya dari jenis dan apa yang ditampilkannya semakin beragam, namun juga fitur disesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai penggunanya.
Terbitnya keputusan tersebut tentu bukan tanpa alasan, mengingat dunia ciber menjadi variabel penentu dalam 'dunia opini'. Sehingga pemerintah harus bijak dalam memberlakukan ketentuan ini,dalam frame tidak membatasi aspirasi masyarakat untuk menjadikan bangsa ini menjadi lebih baik. Juga bukan untuk kepentingan kelompok tertentu,yang menggunakan negara sebagai media untuk mengeliminasi peran masyarakat luas, demi kepentingan kelompoknya.
Oleh sebab itu, rakyat perlu sama-sama mengawal dan mengawasi lembaga ini. Bila tidak, bisa terulang kerja sama pemerintah dengan pihak asing yang merugikan data Indonesia. Kerjasama dengan pihak asing jelas merupakan hal yang tidak menggembirakan. Sebab hal terebut sama saja dengan memberi jalan kepada mereka untuk menguasi negeri kita melalui data, apalagi bila kerjasama itu dilakukan dengan Amerika. Terlebih jika terbukti nantinya menjadi alat pemerintah untuk memata-matai rakyat. Jelas hal itu merupakan tindakan yang membahayakan.
Karena jika sikap kritis individu yang di di wadahi ormas,hari ini di kriminalkan.Kemudian sikap kritis masyarakat di dunia cyber regulasinya makin ‘ketat’, karena sudah ada UU ITE, maka kemana kanal aspirasi konstruktif dan kritis masyarakat akan tersalurkan?
Banyak perkara yang dikhawatirkan masyarakat dari terbentuknya BSSN ini, khususnya yang menyangkut kerjasama dengan pihak asing dalam hal melindungi data Negara atau kemungkinan tindakan memata-matai rakyat sendiri, sejatinya adalah perkara-perkara yang merupakan tindakan yang membahayakan.
Oleh: Mahfud Abdullah (Dir. Indonesia Change)
Jokowi memimpin Indonesia ketika kemajuan komunikasi publik sampai pada tingkatan komunikasi antar-individu yang bersifat semakin massal, sehingga tentu saja menyadari bagaimana pentingnya menggunakan berbagai saluran media sosial untuk menyampaikan pandangan, kebijakan dan juga kinerja Kabinet Kerja yang dipimpinnya. Dalam masa 10 tahun terakhir perkembangan media sosial dengan berbagai platform terlihat sedemikian dramatis. Tak hanya dari jenis dan apa yang ditampilkannya semakin beragam, namun juga fitur disesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai penggunanya.
Terbitnya keputusan tersebut tentu bukan tanpa alasan, mengingat dunia ciber menjadi variabel penentu dalam 'dunia opini'. Sehingga pemerintah harus bijak dalam memberlakukan ketentuan ini,dalam frame tidak membatasi aspirasi masyarakat untuk menjadikan bangsa ini menjadi lebih baik. Juga bukan untuk kepentingan kelompok tertentu,yang menggunakan negara sebagai media untuk mengeliminasi peran masyarakat luas, demi kepentingan kelompoknya.
Oleh sebab itu, rakyat perlu sama-sama mengawal dan mengawasi lembaga ini. Bila tidak, bisa terulang kerja sama pemerintah dengan pihak asing yang merugikan data Indonesia. Kerjasama dengan pihak asing jelas merupakan hal yang tidak menggembirakan. Sebab hal terebut sama saja dengan memberi jalan kepada mereka untuk menguasi negeri kita melalui data, apalagi bila kerjasama itu dilakukan dengan Amerika. Terlebih jika terbukti nantinya menjadi alat pemerintah untuk memata-matai rakyat. Jelas hal itu merupakan tindakan yang membahayakan.
Karena jika sikap kritis individu yang di di wadahi ormas,hari ini di kriminalkan.Kemudian sikap kritis masyarakat di dunia cyber regulasinya makin ‘ketat’, karena sudah ada UU ITE, maka kemana kanal aspirasi konstruktif dan kritis masyarakat akan tersalurkan?
Banyak perkara yang dikhawatirkan masyarakat dari terbentuknya BSSN ini, khususnya yang menyangkut kerjasama dengan pihak asing dalam hal melindungi data Negara atau kemungkinan tindakan memata-matai rakyat sendiri, sejatinya adalah perkara-perkara yang merupakan tindakan yang membahayakan.
Oleh: Mahfud Abdullah (Dir. Indonesia Change)
0 Response to "Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Jangan Jadi Alat Untuk Memata-Matai Rakyat"
Post a Comment