HARGA BBM UNTUK KANG PAIMIN DI TENTUKAN DI NYMEX, KEREN YA?
oleh : Ulul Azmi
Tampaknya harga BBM di tanah air akan segera dinaikkan. Mungkin istilah lebih tepatnya bukan “harga dinaikkan”, tetapi “subsidinya” dikurangi. Lalu, subsidinya akan dikurangi lagi dan dikurangi langi, sehingga harga BBM di Indonesia sudah murni mengikuti harga internasional.
Mengapa subsidi dikurangi? Sebab, kata pemerintah, subsidi BBM sudah terlalu besar dan menjebol APBN. Kata pemerintah lagi, jika subsisi BBM dikurangi, dananya bisa dialihkan ke masyarakat yang lebih membutuhkan. Masih kata pemerintah, subsidi BBM terbukti salah sasaran, karena lebih banyak dinikmati oleh orang-orang kaya.
Sebenanya alasan yang dikemukakan pemerintah ini dapat dibantah dengan sangat mudah. Namun kita tak akan membantahnya. Pernyataan itu sekaligus juga menimbulkan pertanyaan yang sangat menggelitik. Pertama, bukankah Indonesia adalah produsen BBM, meskipun saat ini Indonesia net-importir, mengapa pemerintah harus memberikan subsidi? Bukankah seharusnya pemerintah justru untung dari penjualan BBM ini kepada masyarakat? Kedua, apakah salah jika pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat, termasuk masyarakat yang kaya? Apakah benar subsidi akan menjebol APBN? Ketiga, jika subsidi dihilangkan, lalu nanti bagaimana nanti harga BBM? Ditentukan dimana? Oleh siapa?
Tulisan ini akan lebih fokus membahas pertanyaan yang ketiga, sementara pertanyaan pertama dan kedua hanya akan dibahas sekilas saja.
******
Tentang pertanyaan pertama, mengapa pemerintah harus memberi subsidi BBM, padahal Indonesia adalah produsen BBM? Hal ini karena sumber-sumber minyak di Indonesia sudah lebih banyak dikuasai oleh swasta, baik swasta asing atau swasta lokal, sehingga minyak dijual dengan harga pasar internasional. Padahal, terdapat perbedaan harga, antara BBM di pasar internasional dengan yang dijual di masyarakat. Harga pasar internasional lebih tinggi dibanding yang dijual di masyarakat. Selisih harga ini kemudian ditanggung oleh negara. Tanggungan oleh negara inilah yang kemudian dinamakan “subsidi”. Seandainya minyak dikuasai negara, lalu diproduksi dan dijual, harga penjualan BBM yang sekarang ini, sebenarnya sudah menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi negara. Sebab, biaya produksi jauh lebih murah dibandingkan harga jual yang sekarang ini. Jadi, semrawutnya harga BBM sebetulnya adalah kesalahan yang mendasar tentang pengelolaan SDA, karena sesuatu yang menguasai hajat hidup masyarakat, yang harusnya dikelola oleh negara untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi justru diserahkan kepada swasta. Inilah salah satu dampak dari penerapan kapitalisme-liberalisme dalam ekonomi.
Tentang pertanyaan kedua, salahkah negara memberikan subsidi kepada masyarakat, termasuk masyarakat yang kaya? Sebetulnya, negara didirikan adalah untuk melayani masyarakat, baik yang miskin dan yang kaya. APBN itu seharusnya memang dirancang agar pendapatan negara digunakan untuk melayani dan meringankan beban masyarakat. Jadi, jika harga suatu komoditas yang strategis itu membebani masyarakat, memang sudah seharusnya negara mensubsidi masyarakat. Inilah fungsi negara. Jika negara tidak melaksanakan peran ini, lalu untuk apa ada negara? Mungkin ada yang mengatakan, apa ya orang kaya harus ikut disubsidi juga? Maka, saya katakan, orang kaya juga bagian dari masyarakat. Apakah tidak boleh mereka mendapatkan layanan dari negara? Bukankah juga mereka membayar pajak yang besar untuk negara? Mengapa mereka tidak boleh dapat layanan dari negara? Jika negara tidak mau memberi layanan kepada masyarakat, lalu apa fungsinya ada negara?
Mungkin ada yang mengatakan, tetapi subsidi telah menjebol APBN? Dalam hal ini, ada dua pembahasan. 1. Justru bagus jika APBN jebol untuk subsidi. Kata jebol disini maksudnya APBN habis untuk subsidi. APBN berasal dari rakyat, jadi sangat wajar jika habus juga untuk rakyat. 2. Fakta yang sebenarnya, APBN kita justru jebol untuk korupsi, untuk hura-hura pejabat, untuk bayar riba, dan lain-lain. Misalnya anggaran untuk pembangunan jalan disunat hingga tinggal 40%, akibatnya jalan yang katakanlah mampu bertahan hingga 5 tahun, karena dana pembangunannya disunat akhirnya pembangunan jalan ala kadarnya, sehingga belum 1 tahun tapi sudah rusak. Berapa dana yang bisa dihemat seandainya pembangunan jalan itu benar dan sesuai dengan anggaran yang ada? Belum lagi, dana dihambur-hamburkan untuk hura-hura dan menggaji pejabat serta memberi fasilitas yang tingginya selangit. Sekedar contoh, lihatlah di akhir tahun, semua instansi “menghabiskan” semua hotel, hal ini adalah untuk membuang-buang uang masyarakat. Lihatlah kendaraan dan rumah dinas para pejabat! Inilah yang telah menjebol APBN.
Kasihan masyarakat, uang dihabiskan oleh para pejabat, sementara masyarakat yang tidak dapat apa-apa, justru disalahkan sebagai penjebol brankas negara. Keberadaannya dianggap membebani APBN, padahal APBN berasal dari mereka.
******
Kemudian pertanyaan ketiga, jika subsidi di hapus, siapa yang akan menentukan harga BBM? Jika subsidi dihapus, maka harga BBM akan mengikuti harga pasar internasional.
Apakah harga internasional ditentukan sesuai dengan hukum ekonomi permintaan dan penawaran (supply and demand)? Harusnya iya, tetapi kenyataannya tidak. Harga BBM ditentukan secara spekulatif seperti di meja judi. Tempat judi itu bernama NYMEX (New York Mercantile Exchange).
NYMEX sendiri merupakan BURSA BERJANGKA komoditi minyak atau pasar minyak Internasional. Bursa berjangka merupakan tempat atau fasilitas memperjual belikan kontrak atas sejumlah komoditi atau instrumen keuangan dengan harga tertentu yang penyerahan barangnya disepakati akan dilakukan pada SAAT YANG AKAN DATANG. Komoditi dalam hal ini salah satunya adalah minyak dan yang menjadi patokan internasional adalah WTI atau Light Sweet. Sehingga dalam bursa atau pasar minyak internasional harga bukan lagi ditentukan berdasarkan hukum permintaan dan penawaran melainkan oleh para spekulan, investor atau aksi jual beli kontrak berjangka.
Bursa berjangka ini kemudian yang menentukan harga minyak yang diperdagangkan diseluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu Negara yang membeli minyak atau mengimpor minyak dengan menggunakan mekanisme seperti yang sudah ditetapkan oleh NYMEX. Sehingga minyak yang akan diproduksi telah dijual lebih dahulu kepada investor, dan saat Penggunaan harus beli lagi. Sehingga harga komoditi dalam hal ini diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar minyak atau bursa berjangka berdasarkan pasar derivatif.
Pasar derivatif sendiri tempat dimana kontrak berjangka diperdagangkan. Minyak telah diperdagangkan terlebih dulu sebelum ada barangnya, baru bertahun-tahun kemudian secara fisik barangnya baru ada. Tapi harga awal dimana komoditi itu dibeli, bisa saja tidak sama dengan saat fisik barangnya sudah selesai diproduksi. Ini kemudian yang menjadi keuntungan para pelaku pasar yang sebelumnya melakukan kontrak dengan harga yang lebih murah.
Jadi, produksi minyak tidak lagi didasarkan pada permintaan akan barang secara langsung tapi oleh kontrak berjangka yang sudah dibeli terlebih dahulu. Baru setelah secara fisik komoditi minyak telah diproduksi, oleh bursa berjangka dalam hal ini NYMEX dijual kepada dunia internasional sesuai dengan harga mereka sendiri. Sehingga bisa saja harga minyak naik bukan karena murni faktor permintaan komoditi yang meningkat tapi karena aksi ambil untung yang dilaksanakan para trader di bursa berjangka.
Dengan mekanismenya NYMEX, secara teori, melakukan pembatasan akan harga minyak internasional yang mereka perdagangkan. Mereka menetapkan batas maksimal dan batas minimal. Hingga beberapa tahun kedepan bursa berjangka NYMEX melakukan monopoli terhadap harga minyak sekaligus mengamankan harga minyak dari fluktuasi yang masif yang bisa terjadi kapan saja akibat faktor–faktor fundamental maupaun non fundamenta.
Jadi, di NYMEX harga minyak itu ditentukan oleh spekulasi. Bahasanya sederhana, harga minyak ditentukan seperti halnya dalam perjudian. Tetapi bukan sembarang perjudian, karena ini perjudian tingkat internasional. Para spekulan bisa saja menaikan harga atau kemudian segera mengambil keuntungan dan meninggalkan pasar berjangka. Namanya aja judi.
*****
Kok lucu ya? Bagaimana bisa minyak diproduksi dalam negeri sendiri harus mengikuti harga minyak yang ada di pasar? Padahal, biaya produksi dan pengelolahan dari hulu ke hilir jelas nilainya berbeda tiap-tiap sumur dan dengan kualitas yang berbeda juga. Minyak mentah yang nantinya akan diserahkan pada perusahaan-perusahaan ekstraksi dan pengelolahan minyak mentah tidak bisa ditetapkan sendiri harga jualnya sesuai dengan perhitungan akan untung rugi. Tetapi harus mengikuti harga perjudian di NYMEX.
Kalau harga minyak naik, siapa yang untung? Ekonom Weissman dari Multinational Monitor menyatakan: “Saat harga minyak naik, biaya yang dikeluarkan mereka tidak ikut naik. Minyak bisa diperdagangkan pada harga US$40 per barel, US$90 per barel, atau US$130 perbarel. Faktanya, Exxon Mobil dan Big Oil masih akan menghabiskan US$20 untuk mendapat minyak tiap satu barelnya”. Artinya setinggi apapun harga minyak dunia, katakan saja sampai melebihi US$150 perbarel, biaya untuk produksi tetap aja sekitar US$20, terus siapa yang mendulang untung besar-besaran? Ya jelas, yang untung besar-besaran adalah perusahaan-perusahaan raksasa yang menguasai dan memproduksi minyak seperti Exxon Mobil, dan para spekulan (PEJUDI KELAS KAKAP) yang berkeliaran di NYMEX.
Lalu apa yang didapat bangsa Indonesia yang telah dianugerahi Tuhan kekayaan alam yang melimpah dan penduduknya sholih-sholihah ini? Kita tidak dapat apa-apa kecuali harga yang melangit tinggi yang tak terbeli. Kita hanya bisa gigit jari.
Jadi, Indonesia Raya, negara yang merdeka di tahun 45, yang lambangnya saja sakti mandraguna, yang sistemnya katanya “sudah final”, tak berkutik di hadapan NYMEX. Sebab, memang di belakang NYMEX berdiri negara-negara kapitalis raksasa.
BBM untuk masyarakat kecil seperti kang paimain, kang shofil, yu warsinah, dan lain-lain nantinya harus mengikuti harga internasional dan harus ditetapkan dalam bursa perjudian di NYMEX.
Lalu apa fungsi negara kalau harga sudah mengikuti internasional? Negara cukup memantau, atau bahasa yang lebih sederhana, negara cukup menonton rakyat kebingungan mendapatkan BBM.
Mungkinkah Indonesia keluar dari NYMEX? Jawabnya tentu saja bisa, asal aturannya yang selama ini kapitalistik diubah. Yang menjadi masalah saat mekanisme pasar minyak dunia (NYMEX) justru menjadi patokan utama bagi Indonesia. Undang- Undang no 22 tahun 2001 justru melegalkan atau meliberalisasi sektor minyak dan gas dalam negeri dan kemudian diserahkan pada mekanisme pasar bebas.
Jadi, sebetulnya problemnya ada pada SISTEM yang diberlakukan saat ini. Ini bukan sekedar FIGUR atau ORANG. Ini masalah SISTEM atau ATURAN MAIN. Aturan main yang liberalistik dan kapitalistik inilah yang menyebabkan masyarakat terlunta-lunta. Apakah aturan yang seperti ini final??!?
Padahal, menurut syariah Islam sebetulnya pengelolaan SDA seperti BBM ini sangat sederhana. Rasul menjelaskan bahwa barang-barang yang menguasai hidup orang banyak, seperti BBM adalah milik umum, dimana pengelolaannya diberikan kepada negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Tak perlu dan tidak boleh tunduk pada NYMEX atau apapun. Dengan sistem syariah, insya Allah, masyarakat akan menjadi makmur dan tentu saja diridloi Allah. Tetapi, sayangnya syariah dilarang diterapkan, karena Indonesai sudah final dalam keterjajahan!!!
Wallahu a’lam.
0 Response to "HARGA BBM UNTUK KANG PAIMIN DI TENTUKAN DI NYMEX, KEREN YA?"
Post a Comment