-->

Judi Itu Najis dan Keji

 Judi Itu Najis dan Keji


IBNU Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dosa (إثم) adalah perbuatan salah yang berhubungan langsung atau berakibat pada pelakunya sendiri (الخطايا المتعلقة بالفاعل نفسه). Sebagai lawannya adalah al-bagy (البغي), yaitu perbuatan salah yang memberikan akibat (buruk) kepada orang orang lain atau orang banyak banyak (التعدي على الناس).


Dalam konteks judi, menurut al-Alusiy kata tersebut berarti “penghalang dan jauh dari rasa ada (cukup)” (الحجاب والبعد عن الحضرة). Sedang kata rijs (الرجس) yang terdapat dalam ayat di atas secara syara’, seperti disebutkan al-Syarbayniy, memiliki arti “najis yang secara ijma’ mesti dihindari” (النجس صد عما عداها الإجماع). Tapi menurut al-Thabariy, kata tersebut, yang juga bisa dibaca atau ditulis dengan الرجز, berarti azab (العذاب).


Kata rijs ternyata juga digunakan al-Qur’an untuk patung, yaitu terdapat surat al-Hajj ayat 30 (…فاجتنبوا الرجس من الأوثان…). Seperti dikatakan Zamakhsyariy,[30]tabiat dasar manusia adalah menghindari dan menjauhi sesuatu yang disebut keji (تنفرون بطباعكم عن الرجس وتجتنبونه), dan kekejian yang paling keji dalam pandangan agama adalah menyembah berhala. Dengan penyamaan itu, maka seharusnya para pelaku judi menjauhi perbuatan tersebut sama seperti menjauhi perbuatan menyembah berhala.


Lafal فاجتنبوه yang terdapat di dalam ayat itu, yang secara bahasa berarti jauhilah (أبعدوه), merupakan perintah Allah untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang disebutkan sebelumnya. Penggunaan lafal perintah untuk menjauhi itu sendiri memberikan konsekwensi bahwa perbuatan yang disuruh jauhi itu adalah perbuatan yang status hukumnya adalah haram. Malah, penggunaan lafal yang mengandung larangan dan ancaman ini memberikan konsekwensi bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan yang keharamannya sangat kuat.


Berdasarkan ketiga ayat itu, ulama fikih sependapat menetapkan bahwa al-maysiritu haram hukumnya. Akan tetapi, mereka berlainan pendapat mengenai ayat yang mengharamkannya. Abu Bakar al-Jashshas berpendapat bahwa keharaman al-maysirini dipahami dari surat al-Baqaraħ (2) ayat 219.


Dua ayat lainnya, yang terdapat dalam suratal-Mâ`idaħ (5), hanya memberikan pennjelasan tambahan bahwa al-maysir itu adalah salah satu perbuatan kotor yang hanya dilakukan oleh setan dan menumbuhkan beberapa dampak negatif, seperti permusuhan, saling membenci, serta kelalaian dari perbuatan mengingat Allah, serta melalaikan dari ibadah shalat. Menurutnya, dengan surat al-Baqaraħ (2) ayat 219 saja sudah memadai untuk mengharamkan khamar; walau ayat lain tidak diturunkan untuk menjelaskan hal sama.


Karena di dalam ayat itu disebutkan bahwa al-maysir sebagai salah satu dosa besar dan setiap dosa besar itu hukumnya haram. Sebagai sebuah dosa besar, sudah barang tentu permainan judi termasuk dalam kategori perbuatan yang keji. Sementara pengharaman terhadap perbuatan yang keji itu juga disebutkan Allah dalam suratal-A’raf ayat 33 berikut:


قل إنما حرم ربي الفواحش ما ظهر منها وما بطن والإثم والبغي بغير الحق وأن تشركوا بالله ما لم ينزل به سلطانا وأن تقولوا على الله ما لا تعلمون


Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”


Sedang Imam al-Qurthubiy dan Imam al-Syawkaniy berpendapat bahwa hukum al-maysir itu baru jelas keharamannya setelah turunnya surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan 91. Menurut mereka, surat al-Baqaraħ (2) ayat 219 merupakan tahap awal pelaranganal-maysir sebagai dosa besar dan juga mengandung beberapa manfaat bagi manusia. Dengan pendapat seperti ini, sesungguhnya al-Qurthubiy dan al-Syawkaniy mengikuti alur pikir bahwa pengharaman juri itu dilakukan secara bertahap, melalui tiga ayat yang berbeda, bukan sekaligus dalam satu ayat.


Ibnu Taymiyyah menegaskan bahwa dengan turunnya ayat yang mengatakan bahwa judi itu adalah najis dan termasuk perbuatan setan, maka haramlah segala jenis judi, baik yang dikenal bangsa Arab pada waktu itu maupun yang tidak mereka kenal.

Keharamannya disepakati oleh semua kaum muslimin, termasuk juga keharaman permainan lain, baik yang menggunakan taruhan maupun yang tidak memakai taruhan (بعوض وغير عوض), seperti permainan catur dan sebagainya, karena lafal maysir mencakup semua jenis permainan seperti itu. [murdanitadulako]


Redaktur: Saad Saefullah


0 Response to "Judi Itu Najis dan Keji"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close