-->

Kita Masih Terjajah, Apa Yang Kita Lakukan?


Akhir-akhir ini banyak cendikiawan Amerika mengajak untuk membuka mata lebar-lebar akan kejahatan yang dilakukan negaranya sendiri



Kita Masih Terjajah, Apa Yang Kita Lakukan?

Ilustrasi: Teroris siapa yang mengebom Hiroshima?




Oleh: Akbar Novriansyah


PADA tahun 2004, publik dikejutkan dengan terbitnya buku berjudul, “Confession of an Economic Hit Man” yang ditulis oleh John Perkins, mantan agen NSA. Buku yang menguak deal-deal ekonomi merugikan, lobi-lobi, spionase, tindak-tanduk bawah tanah agen-agen “negara polisi dunia” terhadap beberapa peristiwa pembunuhan dan penggulingan kekuasaan sejumlah pemimpin negara berkembang. Termasuk beberapa peristiwa di Indonesia dibuka di buku ini.


Komentar apologetik muncul dari pemerintah yang diwakili oleh Sebastian Mallaby, anggota Dewan Hubungan Internasional (Council of Foreign Relations). Dia mengatakan, “Dia itu pengarang teori konspirasi, orang angkuh yang menjual cerita-cerita yang tidak masuk akal”. Ala kulli hal, bahasan-bahasan Perkins tentang peristiwa-peristiwa di Indonesia khususnya memang mengisyaratkan adanya campur tangan “asing”.


Tahun 2006, pakar politik kebangsaan Amerika, John Mearsheimer dan Stephen Walt menulis buku “The Israel Loby”. John Mearsheimer mengatakan “Amerika Serikat selalu mendukung Israel dengan beragam cara. Memberi mereka bantuan baik secara militer maupun ekonomi, yang dihitung kasar sebanyak 3 milyar dolar/tahun. Meskipun Israel menolak fakta bahwa ia adalah negara kaya yang paling banyak mendapat bantuan daripada negera lain di dunia”.


Richard Perle, mantan penasehat Presiden Bush berkomentar, “Para cendikiawan ini membuat tulisan yang menjijikkan, yaitu suatu dugaan bahwa orang-orang Jerusalem memasang kekang kuda pada institusi Pemerintah (Amerika Serikat, -pen). Tidak ada bukti akan hal itu, saya rasa mereka sedang mencari-cari cara untuk melindungi reputasi mereka dengan melakukan riset mendalam, yang sebenaranya mereka sendiri tidak bisa mempertahankannya”.


Enam tahun kemudian tepatnya tahun 2010, sebuah penerbitan Turki, Hakikat Kitabevi, meluncurkan buku berjudul “Confession of British Spy and British Enmity Againts Islam”. Dalam buku ini banyak diungkap strategi-strategi politik penggerogotan Khilafah Turki Utsmani, baik dari dalam maupun luar Turki. Tentu saja pihak-pihak yang disinggung dalam buku ini, banyak melakukan pembelaan dengan pernyataan-pernyataan apologetiknya.


Dapat disimpulkan sementara bahwa kebanyakan dari statemen-statemen apologetik pihak-pihak yang kontra ini cenderung emosional, irrasioanal, dan terkadang tidak ilmiah. Ibarat kata seperti marah spontan seorang maling dituduh maling.


Akhir-akhir ini banyak cendikiawan Amerika mengajak untuk membuka mata lebar-lebar akan kejahatan yang dilakukan negaranya sendiri. Satu contoh Graham E. Fuller, mantan wakil ketua RAND, yang dulunya sangat loyal kepada pemerintah. Dia menulis buku yang berjudul “A World Without Islam” (Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam).


Fuller banyak membuktikan dan bahkan menentang teori-teori Samuel P. Huntington, seniornya di RAND dulu. Seperti pula pendapat umum dunia barat tentang sudah tidak ada lagi yang namanya imprealisme (penjajahan) terhadap dunia ketiga. Dia berpendapat bahwa imprealisme dewasa ini berevolusi menjadi suatu bentuk hegemoni kuat.


Neo-imprealisme tetap kuat di Dunia Islam karena ada dua alasan. Pertama, karena banyak wilayah di Dunia Islam yang sangat penting secara geostrategi akan sumber-sumber energi dan rute transportasinya (pipa-pipa minyak dan jalur-jalur perdagangan laut di negara-negara muslim,-pen). Kedua, karena ia memang merupakan wilayah terakhir tempat masih banyak penguasa yang lemah dan gampang ditekan.


Meskipun bentuk-bentuk langsung penguasa asing telah lama hilang, mekanisme-mekanisme modern mencakup subsidi besar dari Amerika Serikat –terutama dalam kasus Mesir—menggunakan mekanisme pinjaman yang dikendalikan Amerika Serikat melalui Bank Dunia, penjualan peralatan militer, dukungan diplomatic, kehadiran pangkalan militer, campur tangan politik secara berkala, manipulasi kebijakan regional sebagai sarana untuk menekankan, ancaman-ancaman militer, dan hampir-hampir kebungkaman atas pelanggaran kebebasan sipil dan hak asasi manusia di negara-negara ini.


Semua kebijakan ini akhirnya bersifat kontraproduktif karena menimbulkan amarah di negeri-negeri bersangkutan, memperlemah harkat penguasa-penguasanya, dan merangsang pemberontakan-pemberontakan lokal.


Jenis campur tangan ekonomi-politik jangka panjang ini nampak suatu bentuk yang lebih kasar di Timur Tengah dari pada di hamper semua bagian lain dunia. Sejak awal “Perang Global Melawan Teror”, intervensi ini memperluas dan memperdalam akar-akarnya, sehingga mendidihnya emosi dan mempersulit penyelesaian.”


Kita masih terjajah baik secara pemikiran, politik, ekonomi dan kebudayaan. Mari kita bangkit semua potensi yang mampu kita lakukan. Wallahu a’lam bishowab.*






0 Response to "Kita Masih Terjajah, Apa Yang Kita Lakukan?"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close