-->

Sayang Isteri


cinta gelap




Laporkan iklan ?


PAK Dede tertegun melihat tingkah teman kantornya. Tampak sang teman sedang menelepon isterinya di rumah. Kadang, ia terlihat senyum-senyum. Jari-jemarinya bergerak lambat menyentuh gagang telepon. Ia seperti sedang membelai sesuatu. Kata-katanya tertata baik dengan nada suara yang lembut. Sering terdengar dari mulut sang teman memanggil sang isteri, “Insya Allah, Yang. Tak lama lagi abang pulang.”


Romantis. Kata itu seperti sesuatu yang tabu buat Pak Dede. Entah kenapa. Sudah tiga tahun ia menikah, tak pernah ia memanggil isterinya dengan ‘yang’ atau ‘sayang’. Itu bukan berarti ia tidak sayang dengan isterinya. Ia sayang. Baginya, isteri bukan sekedar teman hidup mengarungi bahtera rumah tangga. Lebih dari itu. Baginya, isteri juga teman pendamping dakwah. Tempat berbagi tugas dan amanah.


Tapi, kalau mesti berucap ‘sayang’, kok sepertinya berat sekali. Ia malu, risih. Tak terbayangkan bagaimana reaksi sang isteri kalau ia bilang sayang. Apalagi cinta. Wah, mungkin isterinya bingung. Panas dingin. Ada apa dengan suamiku. Kok, berubah seratus delapan puluh derajat. Jangan-jangan lagi puber kedua.


Itu wajar. Karena selama ini memang ia menganggap kalau kata-kata romantis seperti itu sesuatu yang tak ada nilai. Laghwi. Ia tidak mau membangun rumah tangganya dengan dasar warna yang romantis. Itu terlalu rapuh. Terlalu naif jika sebuah rumah tangga aktivis diwarnai banyak bumbu. Pak Dede bertekad untuk membangun rumah tangganya dengan warna perjuangan. Tegas. Disiplin.


Ia tak mau isterinya jadi wanita manja. Wanita aktivis harus tahan banting. Kalau mampu mengerjakan tugas sendiri, jangan coba-coba minta dibantu. Apalagi mintanya dengan merayu. Pokoknya, jangan banyak bercanda. Jangan banyak bergurau. Jangan banyak cengengesan. “Isteriku, jangan pernah berpikir kalau saya selalu ada. Bayangkan kalau saya sudah tidak ada. Kamu harus mandiri, tegar. Jangan sekali-kali bersikap manja,” nasihat Pak Dede ke isterinya suatu hari.


Tak terpikir bagi Pak Dede kalau ia dan isterinya bisa wisata. Refreshing atau penyegaran. Jangankan berwisata, urusan rutin saja sudah banyak menyita waktu. Bagi Pak Dede, wisata hanya ada dalam jihad. Selebihnya, cuma buang-buang waktu. Lebih baik dimanfaatkan untuk dzikir, dakwah, dan ibadah.


Pernah Pak Dede marah ke isterinya yang cerita soal kegiatan dakwah dengan selingan senyum. “Kalau bicara dakwah dan Islam jangan main-main. Jangan cengengesan gitu. Harus serius,” ucapnya tegas. Isterinya cuma diam. Setelah itu, ia merasakan seperti ada sesuatu yang lain. Isterinya jadi jarang cerita. Kecuali, hal yang sangat perlu.






0 Response to "Sayang Isteri"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close