Dilema Berburu Repatriasi Dengan Tax Amnesty
www.dakwahmedia.net - Terbongkarnya dokumen Panama Papers beberapa waktu lalu membuat pembahasan RUU Tax Amnesty menghangat kembali. Beberapa pihak berpendapat bahwa Tax Amnesty memang diperlukan, terlebih dalam dokumen Panama Papers tersebut tidak kurang 800 orang Indonesia terindikasi menyimpan hartanya di luar negeri untuk menghindari pajak. Sebagaimana dinyatakan oleh Ketua DPR Ade Komarudin, bahwa skandal Panama Papers ini menjadi momentum untuk mempercepat pembahasan RUU Tax Amnesty. Dia ingin segera menyelesaikan pembahsan RUU tersebut, paling lambat akhir Mei. Sementara Fadli Zon, Wakil Ketua DPR, yang dikabarkan sempat menolak pembahasan RUU Tax Amnesty karena menurutnya tidak memberikan keadilan, juga telah berubah pandangan. Fadli mengatakan bahwa skandal Panama Papers ini bisa menjadi masukan dalam pembahasan RUU Tax Amnesty. Menurutnya dana besar yang tersimpan di luar negeri itu bisa ditarik kembali. Fadli meminta pemerintah memastikan bahwa pemilik dana setuju membayar pajak (Tempo.co, 5 April 2016).
Related
Pertanyaan yang muncul seiring bergulirnya pembahasan RUU Tax Amnesty ini adalah seberapa efektifkah pengaruh pengampunan pajak terhadap repatriasi dana maupun aset. Karena pada dasarnya Tax Amnesty ini sifatnya sukarela. Negara tidak bisa memaksa mereka yang tetap tidak mau melaporkan kekayaannya meskipun ada pengampunan pajak. Sehingga tingkat repatriasi dana dan aset bisa jadi tidak sesuai ekspektasi pemerintah yang pada akhirnya tidak berpengaruh apa-apa terhadap penerimaan pajak. Semua itu tentu saja menambah sikap pesimistis. Terlebih mereka para bandit pengemplang pajak kebanyakan adalah pelaku kriminal, koruptor, mafia narkoba dan sebagainya, sehingga mengharapkan mereka secara sukarela membawa pulang dana serta aset dan melaporkannya kepada negara adalah sesuatu yang hampir mustahil.
Pun demikian jika ternyata melalui Tax Amnesty ini kemudian menghasilkan repatriasi yang besar, maka tetap saja ini bukan suatu prestasi, melainkan sebuah pengkhianatan negara terhadap rakyatnya. Ada kemungkinan dengan Tax Amnesty ini, maka para koruptor dan pelaku kejahatan lain akan menggunakannya untuk “menyucikan” harta haram, yang mereka peroleh dengan cara melawan hukum. Sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa Tax Amnesty ini pro-koruptor dan hanya menjadi karpet merah bagi para konglomerat pengemplang pajak dan pelaku kejahatan lainnya. Oleh karena itu berharap repatriasi dengan Tax Amnesty adalah sebuah pengkhianatan disamping efektifitasnya yang masih diragukan.
Sementara dalam islam kepemilikan harta dibagi menjadi tiga, yaitu kepemilkan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu. Dengan pembagian yang tegas ini akan menghindarkan pihak yang tidak berhak untuk menguasai atau memiliki harta yang bukan menjadi haknya. Sehingga harta yang menjadi milik umum tetap aman dan dapat dipergunakan untuk kepentingan umum, sementara harta negara juga aman sehingga negara tidak perlu memungut pajak secara permanen. Dilain sisi individu tetap dapat menguasai dan memiliki harta yang memang diperuntukkan bagi individu. Individu tetap tercukupi dan boleh kaya asal harta tersebut halal dan diperoleh dengan cara yang sesuai dengan islam. Sehingga negara dapat melayani rakyat dengan maksimal tanpa harus memungut pajak yang sangat membebani sebagaimana dalam negara Kapitalis. Inilah solusi islam yang hanya akan terwujud dalam sebuah sistem negara yang diwariskan oleh Rasulullah SAW, yaitu negara Khilafah yang mengikuti metode kenabian. [GD]
Plis Like Fanpage Kami ya
0 Response to "Dilema Berburu Repatriasi Dengan Tax Amnesty"
Post a Comment