Senjakala Negara Bangsa
- Pada awalnya masyarakat hidup dalam kehidupan fitrah, penuh kebebasan tapi terpimpin oleh orang-orang yang mereka percayai sebagai pemimpin. Di antaranya dalam model Sultaniyya
- Pada abad ke 17 lahirlah para bankir. Perekonomian berubah, dari basis komoditi menjadi berbasis uang kertas, hasil jenius masa itu.
- Muncullah imperialisme dan kolonialisme untuk perluasan modal dan pasar – yang disebut kapitalisme.
- Tepatnya neokolonialisme dan neoimperialisme dengan modus operandi baru yang efisien dan efektif.
- Pertama, diberikanlah ‘kemerdekaan politik’, dan ‘kehormatan’ pada ‘kaum terjajah’ sebagai ’bangsa-nasional’, yang sejajar dengan bangsa merdeka lainnya
- Demi status baru ini tiap ‘bangsa merdeka’, dibangunlah mitos dan ritus-ritusnya sendiri, secara seragam: lagu kebangsaan, bendera nasional, dan Konstitusi
- Segala artefak ini boleh beragam, tapi tidak dalam esensinya, yakni doktrin ‘dipisahkannya gereja dan negara’, sebagai kata sandi ‘ditundukkannya gereja oleh negara’
- Kedua, ‘bangsa-bangsa baru’ merdeka, ini segera didefinisikan sebagai ‘terbelakang, miskin, berpenyakit, dan bodoh’. Butuh pembangunan
- Elit dunia ketiga ini dididik, diajari membuat APBN, dengan formula ekonomi neoklasik, yakni defisit-anggaran, dengan teknik Pelita, selenggarakan ‘proyek pembangunan’
- Keempat, untuk memastikan status quo, demokrasi diterapkan sebagai mesin kekuasaan piramidal Firaunik. Memudahkan kendali oleh para bankir
- Dalam negara fiskal tugas pemerintah mengambil utang ke bankir, menghabiskan lewat APBN, menarik pajak pada rakyat.
- Kelima, dengan demokrasi dan pemerintah boneka, terus terjadi pemajakan, penjualan aset, swastanisasi, transformasi pemilikan sosial kepada oligarki bankir.
- Dalam demorkasi, siapa pun presidennya tak penting. Asal tunduk patuh. Kasim yang dikebiri.
- Rakyat ditransformasikan bertahap, dari manusia otonom menjadi buruh, menjadi konsumen, terakhir jadi debitur – dan pada saat bersamaan, sebagai pembayar pajak.
- Jadi, negara fiskal, dengan demokrasinya, tidak lain adalah sistem perbudakan. Orang bekerja untuk tuannya, yakni para bankir. Tak ada kebebasan memiliki harta.
- Pahamilah demokrasi modern adalah instrumen politik para bankir, yang muncul pada abad ke 17, diterapkan melalui kudeta atas kekuasan gereja dan raja pada Revolusi Perancis
- Melalui demokrasilah dua kelas baru muncul dalam masyarakat: bankir dan politisi di atas. Benih kapitalisme tumbuh dan besar melalui demokrasi ini.
- Dua kelas baru muncul, dua kelas lama, gereja dan kestaria, dihancurkan,. Atas nama persamaan, kebebasan, dan persaudaraan. Lahirlah model republik.
- Dalam republik sebagai wadah negara fiskal, negara – yakni para politisi – memberikan hak monopoli kepada para bankir untu mencetak uang kertas
- Pasca Revolusi Perancis, koin emas dan perak disingkirkan, diganti dengan uang kertas, yakni Assignat. Dengan kertas inilah para bankir semakin berkuasa.
- Para bankir mendapat hak monopoli itu, dan membentuk Bank Sentral. Sebagai imbalan mereka sediakan utang untuk keperluan ‘pembiayaan negara’ (proyek-proyek).
- Lewat Konstitusi tiap-tiap individu warga negara, dipaksakan menjadi jaminan atas pengembalian utang-ribawi tersebut, melalui pemajakan tersebut di atas.
- Pajak itu sendiri ada dua jenis, pajak langsung yang ditarik secara tunai dari harta warga negara dan tidak langsung (inflasi dan seignorage)
- 24.Tiap tahun birokrasi negara- politisi yand Anda pilih lewat Pemilu – menyusun APBN tersebut di atas, termasuk cicilan utang
- Negara menjamin kepada para bankir atas (pengembalian) utang dengan bunga ber bunga ini dari pembebanan pajak kepada warga negara.
- Para bankir, dengan sangat mudah memenuhi kebutuhan biaya tersebut, berapa pun nilainya, dengan cara mencetak kredit ex nihilo, nyetak uang dari udara hampa
- Uang kertas, kini sudah jadi digital, memungkinkan bankir melakukan itu. Gelembungkan uang melalui utang berbunga, diserap APBN.
- Dari sinilah kita disodori suatu trick yang dikenal sebagai ‘Utang Negara’ (Public Debt). Dulu aalsannya “pembangunan”, sekarang apa saja, seperti ‘reformasi’.
- APBN, tepatnya utang negara menjadi legitimasi pemerintah berkuasa untuk memajaki rakyat. Ini modusin herent dalam negara fiskal demokrasi
- Demokrasi memastikan keterpisahan kapital di tangan oligarki bankir internasional, dari politik domestik. Politik domestiklah yang dikendalikan oleh bankir
- Bank Sentral dipisahkan dari (kewenangan) politik pemerintah dengan mantra ‘Independensi Otoritas Moneter’
- Para bankir mengendalikan politisi dan pemerintah, bukan sebaliknya. Pemerintahan 100% boneka para bankir. Semua kebijakan adalah untuk kepentingan bankir
- Inilah hasilnya buat rakyat: utang yang terus menggunung pada para bankir. Pajak yang makin menjerat dan menindas.
- Demokrasi adalah usurokrasi, sistem riba, alat para bankir untuk lahan investasi terbesar mereka. Tak ada independensi. Demokrasi adalah tirani.
- Tetapi, sistem politik riba ini tidak akan lestari. Sangat rapuh pada dirinya sendiri, karena ditopang oleh kebatilan, tipu daya uang kertas dan kredit berbunga.
- Keruntuhannya sudah di ambang mata. Dimulai dari runtuhnya pilar pokoknya, sistem moneter/finansialnya. Inilah yang sedang terjadi di Eropa dan AS.
- Para bankir mengulur-ulur, dengan berbagai akrobat, mencetaak uang baru, tarik pajak tinggi, tapi pada satu titik, tak dapat diteruskan. Perbankan, uang kertas, bakal runtuh secara keseluruhan.
- Runtuhnya sistem perbankan, akan diikuti oleh runtuhnya struktur politiknya, yakni negara fiskal dengan demokrasinya.
- Sistem tirani yang melawan fitrah alam ini akan sampai pada titik ajalnya. Model kehidupan baru yang lebih alamiah akan meggantikannya.
- Sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Khaldun dalam Muqaddimah, kehidupan manusia mengikuti siklus organik, lahir, tumbuh, menua, busuk dan mati.
- Negara fiskal, dengan demokrasinya yang menindas ini, nampak telah sampai pada senjakalanya. Segera runtuh dan mati. Sekian.
0 Response to "Senjakala Negara Bangsa"
Post a Comment