-->

Awas, Investasi Inggris!



Dakwah Media - Dikutip di laman BBC.com tanggal 30 September 2016, dalam forum  bisnis yang digelar di London, Indonesia mengundang kalangan investor Inggris dan memaparkan berbagai proyek tahun 2016-2019 terutama di bidang logistik dan energi dengan pembiayaan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN dan swasta. Beberapa calon investor mengatakan ini adalah sebuah peluang, dan terkesan dengan berbagai langkah yang diambil Presiden Jokowi untuk mempermudah investasing asing di Indonesia.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Muhammad Lutfi, mengatakan bahwa investor Inggris yang menanamkan modalnya di Indonesia masih tetap berada di posisi kedua, setelah Jepang, dengan jumlah investasi senilai hampir 35 miliar dolar Amerika Serikat (AS). "Inggris merupakan negara terpenting bagi Indonesia yang sejak tahun 1967 sampai hari ini tetap menduduki posisi dua, ujar Kepala BKPM, Muhammad Lutfi, kepada ANTARA News di London. (antaranews.com)

Kerjasama yang dilakukan Indonesia saat ini bukan hanya dengan Inggris saja, tetapi juga dengan negara lain seperti yang terjadi di awal Januari 2017 dimana Indonesia melakukan kerjasama dengan Iran di berbagai bidang, termasuk investasi. Kerjasama-kerjasama yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, mewujudkan ketertiban dan pertahanan keamanan. Tetapi fakta di lapangan tidak ada satupun tujuan ini yang terwujud malah yang terjadi sebaliknya. Membuka peluang untuk asing menguasai SDA di Indonesia, menjadikan Indonesia bergantung kepada negara lain, adanya intervensi asing terhadap kebijakan di Indonesia, masuknya tenaga kerja asing, terjadi persaingan dalam lahan pekerjaan dengan asing bahkan membuat masyarakat semakin jauh dari kesejahteraan.

Di tahun sebelumnya, ada lima nota kesepahaman yang ditanda tangani kedua negara, yaitu MoU kerja sama industri-industri kreatif, MoU Pendidikan Tinggi, MoU Informasi dan Pengalaman Dalam Menyelenggarakan Event Olahraga Dunia, dan Pengaturan tentang Kerja Sama Kelautan dan Perikanan serta MoU antara PT Garuda dengan Airbus dan Roll Royce. MoU tersebut ditandatangani oleh antara lain Menlu RI Retno Marsudi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Dirut Garuda Indonesia, M Arif Wibowo.

Investasi asing menjadi alat imperialisme modern. Para Investor dengan prinsip kapitalis yaitu meraih keuntungan yang sebanyak-banyaknya telah mengakibatkan Kerusakan ekosistem dan lingkungan alam serta lingkungan sosial. Sebagai contoh penambangan yang dilakukan oleh Freeport, New Mont dan beberapa perusahan tambang lainnya telah menghasilkan galian berupa potential acid drainase (air asam tambang) dan limbah tailing. PT Newmont telah merusak pante buyat dan sumbawa Bagian barat  dengan diikuti oleh aktifitas pembuangan limbah tailing ke laut dalam jumlah yang lebih besar yaitu mencapai 120.000 ton per hari, 60 kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang dibuang Newmont di pantai buyat Minahasa Sulawesi Utara. Apalagi saat ini pemerintah telah mengijinkan penambangan di daerah hutan lindung maka terjadinya  kerusakan hutan akan semakin bertambah, saat ini laju kerusakan hutan mencapai 1,6 – 2 juta hektar per tahun. Luas hutan Indonesia 50  tahun terakhir diperkirakan terus menyusut, dari 162 juta hektare menjadi kurang dari 100 juta hektare. Walhi mencatat 96,5 juta hektare atau 72 persen dari 134 juta hektare hutan tropis Indonesia telah hilang. Akibatnya kekeringan melanda berbagai daerah pada saat musim kemarau dan banjir terjadi dimana-mana ketika musim hujan tiba.

Oleh karena itulah investasi asing sebenarnya adalah kedok baru bagi imperilisme di bidang ekonomi. Dalam kasus Papua bisa kita saksikan kehidupan di kompleks Freeport tampak gemerlap, akan tetapi kontras dengan tingkat kemiskinan di Papua. Inilah salah satu penyebab rakyat Papua sangat mudah diprovokasi  untuk melakukan tindakan separatisme oleh OPM karena mereka menyaksikan ketidakadilan akibat kebijakan Pemerintah.

Cengkeraman penjajahan asing makin terasa sejak Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Selain belum mampu membangkitkan perekonomian nasional, sejumlah paket kebijakan justru menjerumuskan Indonesia ke dalam sistem ekonomi liberal. Melalui Paket Kebijakan Ekonomi Jilid X Pemerintah sudah mengizinkan pihak asing menguasai berbagai sektor usaha di Tanah Air. Ada 35 sektor usaha yang boleh dimiliki asing yang sebelumnya masuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI). Bahkan sejumlah di antaranya boleh dikuasai hingga 100 persen, seperti sektor karet, gula, jalan tol, bahan baku obat dan lemari pendingin penyimpan ikan atau cold storage.

Banyak kalangan menilai kebijakan ini bagian dari liberalisasi ekonomi dan amat pro asing. Penyerahan sejumlah garapan untuk dikuasai pihak asing justru menyulitkan pengontrolan dan berpotensi mematikan perekonomian dalam negeri. Jelas sudah bahaya yang mengancam negeri ini! Bukan Islam yang menjadi ancaman, tetapi justru kapitalisme dan imperialisme (penjajahan) yang dibuka pintunya oleh penguasa terhadap negeri ini.

Sungguh tak pantas bila umat masih mempercayai sistem batil ini yang telah menciptakan kesengsaraan demi kesengsaraan. Bahkan keledai saja tak akan pernah jatuh ke lubang yang sama sampai dua kali. Sudah saatnya umat kembali pada Islam.

sumber: Fath Astri Damayanti, S. Si (Aktivis MHTI Penajam)

0 Response to "Awas, Investasi Inggris!"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close