Presedium MAK Anggap Indonesia Negara Hukum yang Gagal
Dakwah Media - Indonesia hampir dipastikan menjadi negara hukum yang gagal. Hal ini terindikasi dari lemahnya penegakan supremasi hukum, serta banyaknya putusan-putusan hukum yang terkontaminasi oleh kompromi politik.
Begitu diungkapkan Presedium Mabes Anti Korupsi (MAK), Rahman Latuconsina, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (14/3).
"Belum lagi produk hukum dan peraturan perundang-undangan yang terlahir buah dari konspirasi politik," kata Rahman.
Secara de jure maupun de facto, kata dia, Indonesia memang merupakan negara hukum. Namun pada tataran implementasi, harus diakui bahwa hukum bukan merupakan panglima di republik ini.
Sebab, kata dia, selama ini masyarakat Indonesia dipertontonkan berbagai atraksi politik dalam setiap penyelesaian permasalahan bangsa. Hal tersebut kemudian menjadi bertambah rancu ketika para penyelenggara negara (eksekutif) ikut berpolitik.
"Lihat saja, instansi penegakan supremasi hukum seperti TNI, Polri bahkan Kejaksaan juga ikut berpolitik. Hal ini memang menjadi polemik, karena suka atau tidak suka kita menyadari bahwa pucuk-pucuk pimpinan dari semua lembaga ini juga terjaring dari hasil 'rembuk' politik," kata dia.
Bahkan, lanjutnya, akhir-akhir ini hampir semua stakeholder penyelenggara negara serta unsur-unsur yang menjadi acuan di masyarakat baik formal maupun non formal ikut berpolitik.
"Polisi berpolitik, Tentara berpolitik, ustaz berpolitik, pendeta berpolitik serta semua, sehingga menjadikan Indonesia negara politik," katanya.
Maka dari itu, dirinya meminta masyarakat tak heran jika diberbagai kesempatan hukum bisa dikesampingkan ketika kekuatan politik mendorong dari sisi yang berlawanan.
"Dan dapat dipastikan hukum itu sendiri akan menjadi pecundang sekalipun tersurat sebagai Undang Undang," tandasnya. [rmolj]
Begitu diungkapkan Presedium Mabes Anti Korupsi (MAK), Rahman Latuconsina, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (14/3).
"Belum lagi produk hukum dan peraturan perundang-undangan yang terlahir buah dari konspirasi politik," kata Rahman.
Secara de jure maupun de facto, kata dia, Indonesia memang merupakan negara hukum. Namun pada tataran implementasi, harus diakui bahwa hukum bukan merupakan panglima di republik ini.
Sebab, kata dia, selama ini masyarakat Indonesia dipertontonkan berbagai atraksi politik dalam setiap penyelesaian permasalahan bangsa. Hal tersebut kemudian menjadi bertambah rancu ketika para penyelenggara negara (eksekutif) ikut berpolitik.
"Lihat saja, instansi penegakan supremasi hukum seperti TNI, Polri bahkan Kejaksaan juga ikut berpolitik. Hal ini memang menjadi polemik, karena suka atau tidak suka kita menyadari bahwa pucuk-pucuk pimpinan dari semua lembaga ini juga terjaring dari hasil 'rembuk' politik," kata dia.
Bahkan, lanjutnya, akhir-akhir ini hampir semua stakeholder penyelenggara negara serta unsur-unsur yang menjadi acuan di masyarakat baik formal maupun non formal ikut berpolitik.
"Polisi berpolitik, Tentara berpolitik, ustaz berpolitik, pendeta berpolitik serta semua, sehingga menjadikan Indonesia negara politik," katanya.
Maka dari itu, dirinya meminta masyarakat tak heran jika diberbagai kesempatan hukum bisa dikesampingkan ketika kekuatan politik mendorong dari sisi yang berlawanan.
"Dan dapat dipastikan hukum itu sendiri akan menjadi pecundang sekalipun tersurat sebagai Undang Undang," tandasnya. [rmolj]
0 Response to "Presedium MAK Anggap Indonesia Negara Hukum yang Gagal"
Post a Comment