Ini Tentang Sengkarut Masalah yang Kita Hadapi…
Dakwah Media - Setiap hari kita disuguhkan dengan berbagai informasi, baik oleh media elektronik seperti televisi, radio, maupun media cetak serta media sosial. Sudah menjadi lagu wajib yang diperdengarkan ke telinga kita, dan diperlihatkan pula ke kita, Berbagai kasus yang terjadi. Baik itu persoalan ekonomi misalnya kasus kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, persoalan bisnis, penurunan nilai tukar rupiah, ekspor dan impor barang dan jasa, dan lain sebagainya. Persoalan politik terkait PILKADA yang menyita pikiran dan tenaga rakyat, kebijakan-kebijakan politik yang menuai pro kontra, dualisme kepartaian yang mengakibatkan konflik dalam internal partai. Di bidang sosial, kerusakan moral seperti kasus prostitusi, free seks yang berujung pada aborsi dan terjangkitnya virus HIV-AIDS, Tawuran antar pelajar, narkoba, serta tindakan kriminal lainnya yang terus terjadi bak jamur dimusim hujan.
Berbagai krisis multidimensi yang terjadi di negeri ini sungguh miris. seolah-olah kita berada dalam lingkaran syetan. Sehingga banyak yang terjebak di dalamnya. Dalam kondisi ini kita dapat melihat tipikal manusia di dalamnya. Pertama ada sebagian yang merasa nyaman dengan kondisi yang ada, tentunya mereka ini adalah tipikal orang-orang yang rakus, cinta akan kehidupan dunia, merasa tercukupi segala keinginannya sehingga mereka berjuang mati-matian untuk bertahan dalam lingkaran syetan, dan berupaya dengan segenap kemampuannya untuk mempertahankannya. Kedua, ada juga sebagian orang yang pasrah dengan kondisi yang ada, tipikal seperti ini adalah mereka yang jumud, malas berpikir dan cenderung pragmatis sehingga mereka menganggap bentuk tawakalnya adalah pasrah dan ridha dengan kondisi yang ada meskipun mereka berada dalam lingkaran syetan yang menyengsarakan. Namun, ada juga sebagian dari orang-orang yang ingin keluar dari jebakan lingkaran syetan ini. Mereka adalah tipikal yang mau berpikir untuk bangkit dan melakukan perubahan atas segala keterpurukan di berbagai dimensi kehidupan. Mereka melihat masih ada secercah cahaya harapan untuk keluar darinya.
Mereka melihat persoalan secara komprehensif tanpa memisahkan antara persoalan yang satu dengan persoalan yang lainnya. Misalnya, persoalan dalam sistem ekonomi tidak hanya dilihatnya sebagai masalah ekonomi saja melainkan dikaitkan dengan sistem yang lainnya. Mereka mampu memahami secara mendalam dan cemerlang setiap problema yang terjadi, hingga mampu memahami permasalahan yang terjadi sampai ke akar-akarnya. Sehingga solusi yang ditawarkanpun adalah solusi yang mampu memecahkan berbagai problema kehidupan.
Indonesia telah dianggap sebagai negara demokrasi di dunia. Presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati dan walikota dipilih langsung. Tapi rangkaian pilkada itu memakan biaya sangat mahal. Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh para kandidat. Ironisnya, pilkada langsung itu tidak berefek langsung pada perbaikan kehidupan rakyat. Yang terjadi justru ada sebaliknya, lahirnya efek negatif, seperti polarisasi kelompok masyarakat dan merenggangnya interaksi sosial di antara masyarakat itu sendiri. Rakyat Indonesia mulai merasa jenuh dengan proses demokrasi yang ada. Hal ini kemudian mendorong berkembangnya apatisme. Di dalam demokrasi, citra politisi atau partai dianggap menentukan perolehan suara. Maka masa kampanye yang panjang, pun betul-betul dimanfaatkan oleh para politisi dan parpol. Bermunculanlah iklan politik politisi dan partai. Layaknya iklan lainnya, keindahan iklan politik itu juga ”tak seindah warna aslinya”. Inilah make up politik.
Kapitalisme mematikan negeri ketika dibiarkan bergerak di sektor keuangan dan di sektor pengelolaan SDA. Maka, meski negeri ini kaya sumber daya energi (minyak, gas alam, batubara, panas bumi, dan sumber energi terbarui) dan SDM-nya pun relatif mampu mengelolanya, namun realitasnya semua kekayaan itu lebih banyak dinikmati bukan oleh rakyat tapi oleh perusahaan swasta, termasuk swasta asing dengan berbagai keanehan. Misalnya, lifting minyak Indonesia jauh dari kebutuhan, malah cenderung turun meski harga minyak naik. Demikian juga kapasitas kilang kita tidak bertambah, sehingga minyak mentah kita harus diolah di Luar Negeri, dijual murah untuk dibeli kembali dengan harga lebih mahal. Batu bara dan gas alam kita juga dijual amat murah antara lain ke Cina, sehingga de facto kita mensubsidi pertumbuhan ekonomi Cina itu.
Telah banyak diketahui bahwa Indonesia termasuk negara paling korup di dunia. Telah banyak pejabat atau mantan pejabat yang diadili dan dihukum akibat melakukan korupsi semasa menjabat. Ini tentu merupakan kemajuan, karena sebelumnya hal ini tidak pernah terjadi. Di masa lalu, makin tinggi jabatan seseorang, makin aman dari jeratan hukum. Tapi untuk memberantas korupsi dan menciptakan negeri bebas korupsi, langkah-langkah tadi tentu belum cukup. Harus ada tindakan lain, seperti pembuktikan terbalik. Artinya, terdakwa lah yang harus membuktikan bahwa harta yang dimilikinya itu didapat dari jalan yang halal. Juga harus ada hukuman yang keras dan teladan dari pemimpin. Dan yang paling penting harus ada budaya takut kepada Allah dan adzab di akhirat dari mengambil harta dengan cara haram.
Jika kita cermati secara mendalam, krisis multi dimensi yang melanda negeri ini bahkan negeri-negeri yang lainnya baik persoalan ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan sebagainya adalah akibat dari penerapan sistem Demokrasi yang asasnya adalah sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang meniscayakan pemisahan agama dari negara. Demokrasi menjadikan kedaulatan di tangan rakyat dan itulah nyawa demokrasi. Kewenangan membuat aturan, menetapkan halal haram, terpuji tercela diserahkan kepada manusia. Demokrasi 'dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah ilusi. Alih-alih untuk rakyat, rakyat malah menjadi korban kebiadaban demokrasi. Adanya paham kebebasan atau yang dikenal dengan istilah Hak Asasi Manusia (HAM) yang diagung-agungkan oleh demokrasi dibatasi untuk kepentingan para pengusung demokrasi. Bahkan HAM dijadikan tameng untuk mereka berlindung di belakangnya jika kepentingannya terancam.
Tentunya prinsip dasar demokrasi bertentangan dengan Islam. Islam memandang bahwa ketika kewenangan membuat aturan, menetapkan halal haram di tangan manusia itu adalah jarimah (kriminal) terbesar yang akan mendapat azab Allah SWT. Sebab dalam Islam, yang berhak menetapkan hukum adalah di tangan Syara'.
Di sinilah sesungguhnya esensi dari seruan Selamatkan Indonesia dengan Syariah. Karena hanya dengan sistem berdasarkan syariah yang dipimpin oleh orang amanah saja Indonesia benar-benar bisa menjadi baik. Dengan sistem ini pula terdapat nilai transedental dalam setiap aktifitas sehari-hari yang akan membentengi setiap orang agar bekerja ikhlas, tidak terkontaminasi oleh kepentingan pribadi, golongan maupun asing. Memiliki paradigma yang jelas bahwa memimpin adalah amanah dari Allah dan syariah adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan, mengentaskan kemiskinan, menolak intervensi, menghapus pornografi dan pornoaksi, serta mewujudkan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta, sedemikian kedzaliman dan penjajahan bisa dihapuskan di muka bumi.
Oleh: Masniati (Syabah di MHTI Bima – NTB)
Related
Indonesia telah dianggap sebagai negara demokrasi di dunia. Presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati dan walikota dipilih langsung. Tapi rangkaian pilkada itu memakan biaya sangat mahal. Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh para kandidat. Ironisnya, pilkada langsung itu tidak berefek langsung pada perbaikan kehidupan rakyat. Yang terjadi justru ada sebaliknya, lahirnya efek negatif, seperti polarisasi kelompok masyarakat dan merenggangnya interaksi sosial di antara masyarakat itu sendiri. Rakyat Indonesia mulai merasa jenuh dengan proses demokrasi yang ada. Hal ini kemudian mendorong berkembangnya apatisme. Di dalam demokrasi, citra politisi atau partai dianggap menentukan perolehan suara. Maka masa kampanye yang panjang, pun betul-betul dimanfaatkan oleh para politisi dan parpol. Bermunculanlah iklan politik politisi dan partai. Layaknya iklan lainnya, keindahan iklan politik itu juga ”tak seindah warna aslinya”. Inilah make up politik.
Kapitalisme mematikan negeri ketika dibiarkan bergerak di sektor keuangan dan di sektor pengelolaan SDA. Maka, meski negeri ini kaya sumber daya energi (minyak, gas alam, batubara, panas bumi, dan sumber energi terbarui) dan SDM-nya pun relatif mampu mengelolanya, namun realitasnya semua kekayaan itu lebih banyak dinikmati bukan oleh rakyat tapi oleh perusahaan swasta, termasuk swasta asing dengan berbagai keanehan. Misalnya, lifting minyak Indonesia jauh dari kebutuhan, malah cenderung turun meski harga minyak naik. Demikian juga kapasitas kilang kita tidak bertambah, sehingga minyak mentah kita harus diolah di Luar Negeri, dijual murah untuk dibeli kembali dengan harga lebih mahal. Batu bara dan gas alam kita juga dijual amat murah antara lain ke Cina, sehingga de facto kita mensubsidi pertumbuhan ekonomi Cina itu.
Jika kita cermati secara mendalam, krisis multi dimensi yang melanda negeri ini bahkan negeri-negeri yang lainnya baik persoalan ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan sebagainya adalah akibat dari penerapan sistem Demokrasi yang asasnya adalah sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang meniscayakan pemisahan agama dari negara. Demokrasi menjadikan kedaulatan di tangan rakyat dan itulah nyawa demokrasi. Kewenangan membuat aturan, menetapkan halal haram, terpuji tercela diserahkan kepada manusia. Demokrasi 'dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah ilusi. Alih-alih untuk rakyat, rakyat malah menjadi korban kebiadaban demokrasi. Adanya paham kebebasan atau yang dikenal dengan istilah Hak Asasi Manusia (HAM) yang diagung-agungkan oleh demokrasi dibatasi untuk kepentingan para pengusung demokrasi. Bahkan HAM dijadikan tameng untuk mereka berlindung di belakangnya jika kepentingannya terancam.
Tentunya prinsip dasar demokrasi bertentangan dengan Islam. Islam memandang bahwa ketika kewenangan membuat aturan, menetapkan halal haram di tangan manusia itu adalah jarimah (kriminal) terbesar yang akan mendapat azab Allah SWT. Sebab dalam Islam, yang berhak menetapkan hukum adalah di tangan Syara'.
Di sinilah sesungguhnya esensi dari seruan Selamatkan Indonesia dengan Syariah. Karena hanya dengan sistem berdasarkan syariah yang dipimpin oleh orang amanah saja Indonesia benar-benar bisa menjadi baik. Dengan sistem ini pula terdapat nilai transedental dalam setiap aktifitas sehari-hari yang akan membentengi setiap orang agar bekerja ikhlas, tidak terkontaminasi oleh kepentingan pribadi, golongan maupun asing. Memiliki paradigma yang jelas bahwa memimpin adalah amanah dari Allah dan syariah adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan, mengentaskan kemiskinan, menolak intervensi, menghapus pornografi dan pornoaksi, serta mewujudkan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta, sedemikian kedzaliman dan penjajahan bisa dihapuskan di muka bumi.
Oleh: Masniati (Syabah di MHTI Bima – NTB)
Plis Like Fanpage Kami ya
0 Response to "Ini Tentang Sengkarut Masalah yang Kita Hadapi…"
Post a Comment