Kewajiban Khilafah Telah Disepakati Imam Mazhab yang Empat, Apakah Bertentangan dengan Pancasila?
Dakwah Media - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan alasan tidak diberikannya izin Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyelenggarakan Forum Khilafah Internasional di Jakarta. Menurut Tito, acara tersebut rawan menimbulkan potensi konflik.
Tito mengatakan pihaknya bersama Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan terus berkoordinasi terkait perkembangan HTI. Sebab, konsep Khilafah yang terus dikemukakan oleh HTI bertentangan dengan ideologi Pancasila"Sedang dibicarakan di Polhukam. Kalau seandainya itu dilakukan (menegakkan) khilafah, ya itu bertentangan dengan ideologi pancasila. Kalau buat ideologi khilafah apa bisa (sesuai) Pancasila?" ucap Tito. (http://news.liputan6.com/read/2935034/kapolri-khilafah-bertentangan-dengan-ideologi-pancasila)
Catatan
Kita prihatin atas redupnya jargon ‘kebebasan bersuara’ yang jadi slogan demokrasi ini. Ini kemunduran, saat melihat tahun demi tahun secara tersirat ada upaya serius untuk menghadang laju bahkan upaya kriminalisasi terhadap ulama dan gerakan-gerakan Islam seperti HTI, padahal HTI selama ini vokal menyerukan solusi Islam untuk masalah-masalah paradigmatis dan praktis sebagai untuk negeri tercinta ini. dan HTI telah bertahan dalam mengungkap kegagalan sistematik dari penerapan sistem kapitalistik yang berasal dari mentalitas peradaban kapitalis yang rendah, mengajak umat menuju peradaban Islam yang agung. Lalu apakah solusi Islam itu ajaran kriminal? Dimana letak kejahatannya?
HTI sering dalam seruannya mengingatkan urgensi khilafah, dan khilafah adalah ajaran Islam, ajaran aswaja dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, jelas bukan ajaran kebencian yang membahayakan. Mengangkat seorang khalifah adalah kewajiban yang telah disepakati para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja). Ulama mu’tabar dari berbagai mazhab telah bersepakat atas kewajiban menegakkan Khilafah. Kewajiban menegakan Khilafah atau Imamah itu sesungguhnya telah disepakati oleh imam mazhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad, radhiyalLâhu ‘anhum, bahkan oleh seluruh mazhab.Menolak atau mengingkari kewajiban ini sama artinya telah menyimpang dari kesepakatan mereka.
Pentingnya terealisasinya khilafah atau Imamah ini banyak ditegaskan oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja). Hujjatul Islam al-Imam Abu Hamid al-Ghazali, misalnya, dalam kitabnya, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd (hal. 76) menyatakan:,“Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar…Agama itu pondasi, sedangkan kekuasaan itu adalah penjaga. Sesuatu yang tanpa pondasi akan roboh dan sesuatu yang tanpa penjaga akan hilang.” Beliau lalu mengatakan, “Karena itu kewajiban mengangkat imam (khalifah) termasuk urgensi syar’i yang tidak ada jalan untuk meninggalkannya…”
Pandangan Imam Abu Zakaria an-Nawawi, dari kalangan ulama mazhab Syafii juga mengatakan:
Para ulama sepakat bahwa wajib atas kaum Muslim mengangkat seorang khalifah. Kewajiban ini ditetapkan berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal. Adapun apa yang diriwayatkan dari al-Asham bahwa ia berkata, “Tidak wajib,” juga selain Asham yang menyatakan bahwa mengangkat seorang khalifah wajib namun berdasarkan akal, bukan berdasarkan syariah, maka dua pendapat ini batil (Imam Abu Zakaria an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, VI/291).
Imam ‘Alauddin al-Kasani al-Hanafi berkata, “Sesungguhnya mengangkat imam (khalifah) yang agung itu adalah fardhu. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat di antara ahlul-haq.” (Bada’i ash-Shanai’ fî Tartîb asy-Syarâ’i’ , XIV/406).
Menegakkan Khilafah hukumnya fardhu kifayah. Orang yang memiliki kemampuan maupun yang tidak memiliki kemampuan wajib melibatkan diri hingga perkara yang termasuk fardhu kifayah ini terselenggara secara sempurna. Kewajiban ini mujma’ ‘alayh (telah disepakati) oleh para ulama ahlus sunnah wal jamaah. Hal itu juga menjadi tuntutan faktual kondisi umat Islam dan problem dunia. Keruntuhan Khilafah mengakibatkan berbagai keburukan menimpa umat Islam yang sebelumnya tidak mereka alami. Keruntuhan Khilafah juga menjadi pintu lebar bagi terjadinya berbagai kemaksiatan dan kemungkaran.
Para ulama menggambarkan penghancuran Khilafah Islamiyah sebagai ummul jarâ’im (induk kejahatan). Lalu HTI menyeru rakyat untuk berhati-hati dengan solusi beracun dari kapitalis barat, kebebasan dan konsep mereka hanyalah kamuflase untuk menutupi tangan-tangan penjajahan dari kekuatan Barat. Lalu HTI dating mengetuk umat dengan seruan “Khilafah: Kewajiban Syar’i, Jalan Kebangkitan Hakiki”. Apakah mengungkap kritik konstruktif disertai solusi Islami bertentangan dengan Pancasila? Apakah kewajiban khilafah yang disyariatkan Allah Azza wa Jalla, dan kewajibannya telah disepakati ulama mu’tabar dan termasuk HTI atau individu yang tulus membawa syiar-syiar kebenaran ini layak dilarang dan dibubarkan?
Oleh: Umar Syarifudin (pengamat politik)
Catatan
Related
Kita prihatin atas redupnya jargon ‘kebebasan bersuara’ yang jadi slogan demokrasi ini. Ini kemunduran, saat melihat tahun demi tahun secara tersirat ada upaya serius untuk menghadang laju bahkan upaya kriminalisasi terhadap ulama dan gerakan-gerakan Islam seperti HTI, padahal HTI selama ini vokal menyerukan solusi Islam untuk masalah-masalah paradigmatis dan praktis sebagai untuk negeri tercinta ini. dan HTI telah bertahan dalam mengungkap kegagalan sistematik dari penerapan sistem kapitalistik yang berasal dari mentalitas peradaban kapitalis yang rendah, mengajak umat menuju peradaban Islam yang agung. Lalu apakah solusi Islam itu ajaran kriminal? Dimana letak kejahatannya?
HTI sering dalam seruannya mengingatkan urgensi khilafah, dan khilafah adalah ajaran Islam, ajaran aswaja dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, jelas bukan ajaran kebencian yang membahayakan. Mengangkat seorang khalifah adalah kewajiban yang telah disepakati para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja). Ulama mu’tabar dari berbagai mazhab telah bersepakat atas kewajiban menegakkan Khilafah. Kewajiban menegakan Khilafah atau Imamah itu sesungguhnya telah disepakati oleh imam mazhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad, radhiyalLâhu ‘anhum, bahkan oleh seluruh mazhab.Menolak atau mengingkari kewajiban ini sama artinya telah menyimpang dari kesepakatan mereka.
Pentingnya terealisasinya khilafah atau Imamah ini banyak ditegaskan oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja). Hujjatul Islam al-Imam Abu Hamid al-Ghazali, misalnya, dalam kitabnya, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd (hal. 76) menyatakan:,“Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar…Agama itu pondasi, sedangkan kekuasaan itu adalah penjaga. Sesuatu yang tanpa pondasi akan roboh dan sesuatu yang tanpa penjaga akan hilang.” Beliau lalu mengatakan, “Karena itu kewajiban mengangkat imam (khalifah) termasuk urgensi syar’i yang tidak ada jalan untuk meninggalkannya…”
Pandangan Imam Abu Zakaria an-Nawawi, dari kalangan ulama mazhab Syafii juga mengatakan:
Para ulama sepakat bahwa wajib atas kaum Muslim mengangkat seorang khalifah. Kewajiban ini ditetapkan berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal. Adapun apa yang diriwayatkan dari al-Asham bahwa ia berkata, “Tidak wajib,” juga selain Asham yang menyatakan bahwa mengangkat seorang khalifah wajib namun berdasarkan akal, bukan berdasarkan syariah, maka dua pendapat ini batil (Imam Abu Zakaria an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, VI/291).
Imam ‘Alauddin al-Kasani al-Hanafi berkata, “Sesungguhnya mengangkat imam (khalifah) yang agung itu adalah fardhu. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat di antara ahlul-haq.” (Bada’i ash-Shanai’ fî Tartîb asy-Syarâ’i’ , XIV/406).
Menegakkan Khilafah hukumnya fardhu kifayah. Orang yang memiliki kemampuan maupun yang tidak memiliki kemampuan wajib melibatkan diri hingga perkara yang termasuk fardhu kifayah ini terselenggara secara sempurna. Kewajiban ini mujma’ ‘alayh (telah disepakati) oleh para ulama ahlus sunnah wal jamaah. Hal itu juga menjadi tuntutan faktual kondisi umat Islam dan problem dunia. Keruntuhan Khilafah mengakibatkan berbagai keburukan menimpa umat Islam yang sebelumnya tidak mereka alami. Keruntuhan Khilafah juga menjadi pintu lebar bagi terjadinya berbagai kemaksiatan dan kemungkaran.
Para ulama menggambarkan penghancuran Khilafah Islamiyah sebagai ummul jarâ’im (induk kejahatan). Lalu HTI menyeru rakyat untuk berhati-hati dengan solusi beracun dari kapitalis barat, kebebasan dan konsep mereka hanyalah kamuflase untuk menutupi tangan-tangan penjajahan dari kekuatan Barat. Lalu HTI dating mengetuk umat dengan seruan “Khilafah: Kewajiban Syar’i, Jalan Kebangkitan Hakiki”. Apakah mengungkap kritik konstruktif disertai solusi Islami bertentangan dengan Pancasila? Apakah kewajiban khilafah yang disyariatkan Allah Azza wa Jalla, dan kewajibannya telah disepakati ulama mu’tabar dan termasuk HTI atau individu yang tulus membawa syiar-syiar kebenaran ini layak dilarang dan dibubarkan?
Oleh: Umar Syarifudin (pengamat politik)
Plis Like Fanpage Kami ya
0 Response to "Kewajiban Khilafah Telah Disepakati Imam Mazhab yang Empat, Apakah Bertentangan dengan Pancasila?"
Post a Comment