Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas dan Kepanikan Rezim Jokowi – JK
Dakwah Media - Kontroversi mengenai Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang perubahan UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas menjadi wacana yang terus bergulir. Dalam sistem ketatanegaraan kita Perppu memang konstitusional dan diperlukan jika ada kegentingan yang memaksa, tapi dalam konteks sekarang apakah negara benar dalam situasi demikian?
Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas dan Kepanikan Rezim Jokowi - JK
Niat pemerintah untuk menertibkan Ormas yang katanya anti Pancasila akan tetap ditentang oleh para penggiat demokrasi dan HAM. Hizbut Tahrir adalah Salah satu ormas yang telah dilarang oleh pemerintah sejak diumumkan pada10 Juli 2017.
Gayung bersambut, Pemerintah akan memberi sanksi kepada PNS yang terbukti ada keterkaitan dengan HTI. Bahkan bukan hanya PNS, Organisasi Pramuka pun pendanaannya telah dibekukan oleh Pemerintah karena diduga berafiliasi dengan HTI pemerintah pun telah melabrak azas non retroaktif (undang undang tidak berlaku surut).
Jelas tindakan pemerintah ini adalah bentuk kesewenang wenangan dan kepanikan Rezim Jokowi – JK serta sebuah pengkhianatan terhadap semangat berdemokrasi dan penegakan HAM sebagai cita cita luhur Reformasi.
Perppu tentang Ormas ini jelas bertentangan dengan konstitusi sebagaimana dikualifisir dalam Pasal 28 Ayat (3) UUD 1945.
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat” Perppu ini juga sangat kontradiktif dengan Pasal 24 Ayat (1) Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai” serta Internasional Covenant On Civil and Political Rights (ICCPR) yg diratifikasi pada tanggal 28 Oktober 2005 dan telah diundangkan dengan No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Covenant On Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) poin 9 (sembilan) tentang hak untuk berkumpul dan berserikat.
Oleh karenanya PBHI Wilayah Sulawesi Selatan berharap DPR RI menolak pengesahan Perppu ini menjadi Undang undang karena ini akan menjadi preseden buruk untuk kemajuan demokrasi serta perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia.
Terhadap PNS yang diancam akan diberi sanksi oleh Pemerintah, PBHI Wilayah Sulawesi Selatan telah membuka posko pengaduan di Jalan Topaz Raya Komp. Ruko Zamrud Blok B/16, Kota Makassar.
Adi Kusuma, SH.
Kadiv Advokasi & Bantuan Hukum
Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Sulawesi Selatan.
[tnc]
Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas dan Kepanikan Rezim Jokowi - JK
Niat pemerintah untuk menertibkan Ormas yang katanya anti Pancasila akan tetap ditentang oleh para penggiat demokrasi dan HAM. Hizbut Tahrir adalah Salah satu ormas yang telah dilarang oleh pemerintah sejak diumumkan pada10 Juli 2017.
Gayung bersambut, Pemerintah akan memberi sanksi kepada PNS yang terbukti ada keterkaitan dengan HTI. Bahkan bukan hanya PNS, Organisasi Pramuka pun pendanaannya telah dibekukan oleh Pemerintah karena diduga berafiliasi dengan HTI pemerintah pun telah melabrak azas non retroaktif (undang undang tidak berlaku surut).
Jelas tindakan pemerintah ini adalah bentuk kesewenang wenangan dan kepanikan Rezim Jokowi – JK serta sebuah pengkhianatan terhadap semangat berdemokrasi dan penegakan HAM sebagai cita cita luhur Reformasi.
Perppu tentang Ormas ini jelas bertentangan dengan konstitusi sebagaimana dikualifisir dalam Pasal 28 Ayat (3) UUD 1945.
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat” Perppu ini juga sangat kontradiktif dengan Pasal 24 Ayat (1) Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai” serta Internasional Covenant On Civil and Political Rights (ICCPR) yg diratifikasi pada tanggal 28 Oktober 2005 dan telah diundangkan dengan No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Covenant On Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) poin 9 (sembilan) tentang hak untuk berkumpul dan berserikat.
Oleh karenanya PBHI Wilayah Sulawesi Selatan berharap DPR RI menolak pengesahan Perppu ini menjadi Undang undang karena ini akan menjadi preseden buruk untuk kemajuan demokrasi serta perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia.
Terhadap PNS yang diancam akan diberi sanksi oleh Pemerintah, PBHI Wilayah Sulawesi Selatan telah membuka posko pengaduan di Jalan Topaz Raya Komp. Ruko Zamrud Blok B/16, Kota Makassar.
Adi Kusuma, SH.
Kadiv Advokasi & Bantuan Hukum
Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Sulawesi Selatan.
[tnc]
0 Response to "Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas dan Kepanikan Rezim Jokowi – JK"
Post a Comment