Al-Amidi, Pelopor Sistem Penulisan Bagi Tunanetra
Jika berbicara tentang tunanetra, pasti benak kita langsung memunculkan sebuah nama, Louis Braille (1809-1852). Ya, selama ini hanya sosok tersebut yang dikenal sebagai penemu sistem penulisan bagi kalangan tunanetra.
Pada kenyataannya, 600 tahun sebelum itu, tepatnya pada abad ke-13 M peradaban Islam telah melahirkan sebuah sistem tulisan bagi kaum difabel. Pelopornya adalah seorang ilmuwan muslim asal Suriah bernama Ali Ibnu Ahmed Ibnu Yusuf Ibnu Al-Khizr Al-Amidi.
Al-Amidi terlahir dalam keadaan tunanetra. Namun keterbatasan pengelihatan tidak menghalangi semangatnya untuk belajar dan menggali ilmu. Nampaknya hadits Rasulullah SAW tentang keutamaan menuntut ilmu telah melecut semangat ilmuwan yang hidup di masa kekhilafahan Islam. Beliau pun termasyhur sebagai ahli hukum dan pakar bahasa asing.
Untuk memudahkan menggali ilmu, Al-Amidi berhasil menciptakan sebuah sistem penulisan yang memanfaatkan indera peraba. Karena kelebihan penyandang tunanetra adalah memiliki kepekaan indera peraba yang lebih tajam daripada yag lain. Sehingga dengan sistem tersebut Beliau mampu membaca, menulis, dan menentukan nomor halaman sebuah buku. Selain itu, juga mampu mengetahui nilai buku dengan menetapkan jarak baris buku.
Sayangnya, jasa dan dedikasi Al-Amidi seperti hilang ditelan zaman. Sejarah juga seakan melupakan kontribusi tak ternilai yang telah diberikan ilmuwan Muslim itu. Tak hanya adikaryanya yang terkubur zaman, sosoknya juga nyaris tak pernah disebut-sebut dalam sejarah peradaban Islam.
Sungguh ironis memang. Bahkan dalam hampir seluruh buku sejarah, pun jejaknya sangat sulit untuk ditemukan. Tak heran jika warga dunia hanya mengenal Braille yang berkebangsaan Prancis sebagai penemu huruf Braille. Pada 1824, Braille menciptakan sejenis sistem tulisan sentuh yang khusus digunakan para penyandang tunanetra. Awalnya, sistem penulisan itu dirancang Braille ketika berusia 15 tahun untuk memudahkan tentara membaca di tempat gelap.
Sistem tulisan yang terdiri atas sel yang awalnya mempunyai enam titik timbul itu mulai populer dua tahun setelah Braille tutup usia. Sejak itulah huruf Braille dimanfaatkan oleh penyandang tunanetra di Prancis hingga meluas ke seluruh dunia. Bahkan kini huruf tersebut telah diperkaya dan dapat digunakan untuk membaca nota musik, matematika, bahkan untuk membaca Al-Quran. Dunia modern pun menganggap sistem tulisan Braille telah melahirkan semacam revolusi komunikasi bagi kalangan tunanetra.
Bagaimana dengan Al-Amidi? Tak jelas apa yang menyebabkan para sejarawan Muslim tak mencatat keberhasilan Al-Amidi yang begitu fenomenal. Boleh jadi, sistem tulisan yang dikembangkan Al-Amidi untuk kaum tunanetra serta tulisan tentang sejarah hidupnya musnah akibat invasi pasukan Timer Lenk - penguasa Dinasti Timurid yang berpusat di Asia Tengah- ke wilayah Irak -tempat Al-Amidi bermukim- pada tahun 1401M. Di mana pada masa itu Irak hancur lebur, bahkan belasan ribu manusia kehilangan nyawa.
Kemungkinan lain, karya fenomenal Al-Amidi dibawa oleh bangsa Eropa ketika menjajah negeri-negeri Muslim di Timur Tengah. Bahkan bisa jadi, berkat karya Beliaulah yang menginspirasi Louis Braille untuk menciptakan tulisan bagi tunanetra.
Namun kesadaran untuk menghidupkan kembali sejarah hidup dan kontribusi Beliau mulai muncul di Arab Saudi pada 1975. Sejak tanggal 31 Maret 1975 dirayakan sebagai hari tunanetra dan pada 1981 dideklarasikan sebagai tahun internasional orang-orang berkebutuhan khusus.
Kini, tugas kita sebagai generasi muda muslim mengembalikan lagi institusi kekhilafahan Islam yang terbukti telah berhasil mewujudkan peradaban gemilang. Sehingga kelak banyak bermunculan sosok-sosok ilmuwan muslim seperti Al-Amidi, yang mampu berkontribusi nyata bagi kemajuan ummat manusia.
(dari berbagai sumber/Duniaterkini.com)
Plis Like Fanpage Kami ya
0 Response to "Al-Amidi, Pelopor Sistem Penulisan Bagi Tunanetra"
Post a Comment