-->

Gara-Gara Demokrasi, Anak Muda Jadi Suka Korupsi

Kasus korupsi di Indonesia semakin hari semakin marak. Meski  telah dilakukan berbagai upaya untuk memberantasnya, tetapi malah kasus tersebut  semakin merajalela. Korupsi didefinisikan sebagai penggelapan atau penyelewengan uang negara atau perusahaan tempat seseorang bekerja untuk menumpuk keuntungan pribadi atau orang lain. (Sudarsono, Kamus Hukum, hlm. 231). 

Definisi lain menyebutkan korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga, teman, atau kelompoknya. (Erika Revida, Korupsi di Indonesia : Masalah dan Solusinya, USU Digital Library, 2003, hlm. 1).

Kian hari kian santer saja berita korupsi di berbagai media. Pelaku korupsi bak selebritis digiring ke tahanan dengan sorotan kamera layaknya artis yang dipuja para fans. Pelaku korupsi sekarang semakin muda usianya, bukan lagi bapak-bapak tua yang terjerat korupsi. Sebut saja Anas, Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Malaranggeng, Gayus Tambunan, dll.
Rupanya, korupsi menjadi semacam life style bagi para pemilik kekuasaan dan legislasi. Tak pelak, muncul kegeraman di tengah masyarakat yang merasa tertipu uang mereka dimakan oleh orang yang tak bertanggungjawab. Tak aneh memang, di negeri yang mayoritas muslim terbesar ini, korupsi seperti sulit diberantas. Mengapa?

Related

Buah Demokrasi

Meski ada wacana untuk menindak tegas para koruptor seperti pembuktian terbalik, pemiskinan sampai pada hukuman mati, rupanya wacana tersebut hanya sebatas wacana. Ketua MK dalam berbagai kesempatan juga kerap mengeluarkan ungkapan bernada mendesak agar Undang-Undang (UU) Pembuktian Terbalik segera disahkan.

Namun anehnya, semua bagai lepas tangan. Jaksa dan hakim tak tergerak menuntut/menjatuhkan hukuman mati terhadap koruptor. Terkait pembuktian terbalik, UU-nya sendiri tak kunjung disahkan. Padahal UU tersebut sudah diajukan sejak era Presiden Gus Dur.

DPR seperti enggan membahasnya. Persoalannya sangat mudah dipahami karena banyaknya kalangan (baik di Pemerintahan, DPR maupun lembaga peradilan) yang khawatir jika hukuman yang tegas itu benar-benar diberlakukan, ia akan menjadi senjata makan tuan, alias membidik mereka sendiri.

Maka tak heran, jika wacana hukuman yang tegas bagi para koruptor tak pernah terealisasi. Berbeda dengan Cina, pemerintah Cina berani memberlakukan hukuman mati bagi para pelaku korupsi. Inilah mental para pejabat dan politisi di Indonesia, berani korupsi tapi tidak mau menanggung akibatnya.

Hal ini bisa dipahami, karena sistem yang diterapkan di negeri ini adalah sistem demokrasi yang memberikan ruang kebebasan bagi manusia untuk membuat aturan yang mengatur semua lini kehidupan. Di alam demokrasi, manusia seperti lebih tinggi dari Tuhan. Tuhan hanya ditempatkan di sudut-sudut kecil dalam kehidupan umat manusia. Alhasil, terlihat seperti yang terjadi sekarang, korupsi di mana-mana, dan berbagai kejahatan lainnya.

Demokrasi telah menjadikan Indonesia memiliki ‘prestasi’ yang luar biasa dalam bidang korupsi. Pada tahun 2010, Indonesia menempati urutan teratas dalam daftar negara paling korup di antara 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik.

Di lingkungan eksekutif saja, hingga tahun 2012, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat ada 173 kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) yang tersangkut berbagai kasus korupsi.

Islam Memandang Korupsi

Korupsi dalam pandangan Islam disebut dengan perbuatan khianat, termasuk di dalamnya adalah penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang. Korupsi tidak termasuk definisi mencuri (sariqah) dalam Syariah Islam, sebab definisi mencuri (sariqah) adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam. (Lihat Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31).

Oleh karena itu, sanksi bagi pelaku korupsi bukanlah potong tangan seperti sanksi bagi pelaku pencurian sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an Surat Al Ma`idah ayat 38. Sanksi bagi pelaku korupsi masuk dalam wilyah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.

Bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti sekedar nasehat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Teknisnya bisa digantung atau dipancung.

Berat ringannya hukuman ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).
Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan [termasuk koruptor], orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret.” (HR Abu Dawud). 

Berantas Korupsi dengan Islam

Korupsi yang saat ini marak di Indonesia adalah akibat dari penerapan ideologi demokrasi-kapitalisme. Ideologi ini merusak tatanan kehidupan umat manusia. Untuk itu, agar korupsi bisa diberantas, maka solusi yang fundamental adalah dengan penghapusan ideologi demokrasi – kapitalisme dan menggantinya dengan ideologi Islam. Islam akan menghapus segala bentuk kejahatan termasuk korupsi.

Untuk mencegah adanya korupsi (upaya preventif), bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
  1. Merekrut SDM aparatur negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme. Dalam istilah Islam, mereka yang menjadi aparatur peradilan wajib memenuhi kriteria kifayah (kapabilitas) dan berkepribadian Islam (syakhshiyah islamiyah). Nabi SAW pernah bersabda,“Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Hari Kiamat.” (HR Bukhari).
    Umar bin Khaththab pernah berkata,“Barangsiapa mempekerjakan seseorang hanya karena faktor suka atau karena hubungan kerabat, berarti dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin.”
  2. Negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Khalifah Umar bin Khaththab selalu memberikan arahan dan nasehat kepada bawahannya. Umar pernah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari,”Kekuatan dalam bekerja adalah jika kamu tidak menunda pekerjaan hari ini sampai besok. Kalau kamu menundanya, pekerjaanmu akan menumpuk….”
  3. Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Sabda Nabi SAW, ”Siapa saja yang bekerja untuk kami, tapi tak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Kalau tak punya isteri, hendaklah dia menikah. Kalau tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan.” (HR Ahmad). Abu Ubaidah pernah berkata kepada Umar,”Cukupilah para pegawaimu, agar mereka tidak berkhianat.”
  4. Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara. Nabi SAW bersabda,“Barangsiapa yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja ia ambil di luar itu adalah harta yang curang.” (HR Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Nabi SAW berkata, “Hadiah yang diberikan  kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran.” (HR. Ahmad).
  5. Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Khalifah Umar bin Khaththab pernah menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya.
  6. Adanya teladan dari pimpinan. Manusia cenderung mengikuti orang terpandang dalam masyarakat, termasuk pimpinannya. Maka Islam menetapkan kalau seseorang memberi teladan yang bagus, dia juga akan mendapatkan pahala dari orang yang meneladaninya. Sebaliknya kalau memberi teladan yang buruk, dia juga akan mendapatkan dosa dari yang mengikutinya.
  7. Pengawasan oleh negara dan masyarakat. Umar bin Khaththab langsung dikritik oleh masyarakat ketika akan menetapkan batas maksimal mahar sebesar 400 dirham. Pengkritik itu berkata, “Engkau tak berhak menetapkan itu, hai Umar.”

Meski untuk melakukan perubahan itu tidaklah mudah, namun juga bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan. Maka, jika mengingkan kehidupan yang lebih baik, harus berani mengganti sistem yang saat ini diterapkan dengan sistem terbaik, yang datangnya dari Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan.

Sistem Islam adalah sistem terbaik yang diturunkan oleh Allah untuk mengatur umat manusia, bukan hanya untuk orang Islam saja, tetapi seluruh umat manusia. Insya Allah kesejahteraan, dan ketentraman akan terwujud.

Penulis:
Lilis Holisah,
Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma’had Al-Abqary serang - Banten
Plis Like Fanpage Kami ya

Related Posts

0 Response to "Gara-Gara Demokrasi, Anak Muda Jadi Suka Korupsi"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close