Tunjangan KUA Molor, Berpotensi Membuka Pintu Gratifikasi
“Kementrian Agama harus segera menyelesaikan persoalan lintas sektor dengan Kementrian Keuangan agar dana PNBP bagi KUA ini segera turun dan terus turun setiap bulan dengan lancer
Hidayatullah.com–Niat baik untuk mewujudkan pelayanan negara yang bersih dan profesional terhambat urusan tunjangan yang tak kunjung cair. Sejak juli 2014, potensi gratifikasi di KUA ditutup melalui PP No 48 tahun 2014.Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII Ledia Hanifa Amaliah .
“Bila para petugas KUA tak kunjung mendapatkan tunjangan jasa dan transportasi yang menjadi hak-nya, sementara mereka sudah bertugas profesional, tidak mengambil kutipan, bahkan menalangi terlebih dahulu ongkos perjalanan, tentunya hal ini menjadi beban tersendiri bagi mereka. Saya khawatir pintu grafitikasi bisa terbuka kembali dengan berbagai alasan,”kata Wakil Ketua Komisi VIII Ledia Hanifa Amaliah seperti dalam rilis yang diterima redaksi hidayatullah.com, Selasa (25/11/2014).
Seperti diketahui, sejak berlakunya PP No 48 tahun 2014 tentang Perubahan Atas PP No 47 tahun 2004 Tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementrian Agama, kini biaya pencatatan nikah menjadi Rp. 0. Atau dengan kata lain gratis, selama berlangsung di kantor KUA pada hari dan jam kerja.
Sementara pungutan resmi sebesar 600 ribu rupiah atas jasa profesi dan transportasi petugas KUA di luar hari dan jam kerja disetorkan langsung ke negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dari setoran ke negara ini, sekitar 80 persen dari total penerimaan akan dikembalikan ke KUA untuk melaksanakan program dan kegiatan bimas Islam dalam rangka pelayanan nikah atau rujuk termasuk di dalamnya pemberian tunjangan jasa profesi dan transportasi kepada petugas pelaksana KUA. Detil mengenai penerimaan, pengelolaan dan pencairan dana PNBP ini telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) no 46 tahun 2014 yang berlaku mulai November ini sebagai pengganti PMA no 24 tahun 2014 yang berlaku Agustus lalu.
Selama ini masyarakat hanya tahu kalau KUA sebagai kantor layanan administratif pernikahan. Padahal tupoksi mereka luas antara lain mengurus bidang urusan agama Islam dan membantu pembangunan pemerintahan umum di bidang agama di tingkat kecamatan dengan fungsi tugas yang mencakup pelayanan nikah, rujuk, penyuluh agama, pelayanan konseling melalui Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP-4), hingga bersama masyarakat memakmurkan rumah ibadah lewat Badan Kesejahteraan Masjid (BKM).
“Dengan lingkup tupoksi seluas itu, satu KUA hanya mendapat anggaran operasional 3 juta rupiah per bulan untuk mengkaver seluruh kebutuhan kantor dan pelaksanaan kegiatan. Bila kemudian dana PNBP yang menjadi hak KUA masih saja tertunda karena soal teknis admininistratif di tingkat pusat, tentu keseriusan pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang bersih dan profesional patut dipertanyakan.” Sambungnya.
Ledia menambahkan, komisi VIII DPR RI sudah sejak lama mengingatkan pemerintah bahwa selain semangat menutup pintu gratifikasi ditinggikan, semangat mencarikan solusi harus menjadi langkah silmultan.
“Kementrian Agama harus segera menyelesaikan persoalan lintas sektor dengan Kementrian Keuangan agar dana PNBP bagi KUA ini segera turun dan terus turun setiap bulan dengan lancar. Hal yang seharusnya mudah jangan dibuat sulit. Penetapan kewenangan tidak seharusnya berlarut-larut hingga memakan waktu sampai berbulan-bulan,”ucap politisi Partak Keadilan Sejahtera ini.
Ungkapan Ledia ini ditujukan pada PMA No 24 yang berlaku pada Agustus lalu dan belum tersosialisasi namun sudah berganti dengan PMA baru no 46 pada November ini.
“Jangan sampai muncul lagi alasan bahwa PMA baru belum tersosialisasi hingga tunjangan kembali terhambat untuk dicairkan. Selain berpotensi membuka kembali pintu gratifikasi dengan beragam alasan, saya khawatir pemerintah akan jatuh dalam posisi menzalimi pekerjanya,”pungkasnya.*
0 Response to "Tunjangan KUA Molor, Berpotensi Membuka Pintu Gratifikasi"
Post a Comment