-->

Puing-puing Keshalihan (1)




Laporkan iklan ?


anak sholat




Laporkan iklan ?


Oleh: Ary Herawan, Guru SMPT Fajrul Islam Kota Tasikmalaya


DI sebuah negeri antah berantah, tersebutlah seorang ibu muslimah yang membanggakan anak sulungnya. “Alhamdulillah, anak pertama saya shalih sekali. Sekarang ia sudah berhasil dan kerja di tempat yang basah dengan gaji tinggi. Selain itu ia juga baik sama orang tua, semua biaya sekolah adiknya pun ditanggung olehnya,” jawab sang ibu jika ada tetangga yang menanyakan perihal si sulung.


Suatu malam, pulanglah si sulung dari perantauannya. Sebagaimana biasa orang yang pulang kampung, banyak sekali oleh-oleh yang dibawanya.


“Bu…, bu!” teriak si sulung mengetuk-ngetuk pintu berkali-kali.


“Ya…” sahut sang ibu dengan suara tinggi, lalu menuju ke arah pintu dan membukanya.


“Alhamdulillah nak, kamu pulang, jam berapa dari kota?” tanya sang ibu dengan wajah ceria.


“Jam 3 sore bu, karena siangnya sulung ikut dulu perayaan natalan bersama di tempat kerja,” jawab si sulung.


Saat itu jam dinding yang berada di ruang depan menunjukkan jam 11 malam.


“Kamu pasti lelah, nak. Sekarang kamu istirahat saja sana di kamar tengah,” saran sang ibu.


“Iya bu, capek sekali,” jawab si sulung sambil langsung menuju kamar tengah. Tak lebih dari lima menit ia pun langsung tidur lelap.


Pada pukul 5 esok harinya, anak terakhir sang ibu bangun, ia kaget melihat banyak barang di ruang tengah rumahnya. Ia pun langsung menghampiri sang ibu yang sedang di dapur.


“Bu…, kok banyak barang di ruang tengah?” Tanya si bungsu dengan wajah keheranan.


“Iya nak, kakakmu tadi malam pulang dari kota jam 11 malam,” jawab sang ibu.


Dengan raut gembira, si bungsu kembali bertanya, “Sekarang kakak dimana bu?” seakan penasaran ingin segera bertemu dengan kakaknya.


Sang ibu pun segera menjawab, “Ada di kamar, biarkan saja ya nak, kasihan ia kecapean.” Lalu sang ibu pun memegang kedua bahu si bungsu dan menatapnya seraya berkata, ”Kakakmu kan tadi malam baru sampai rumah jam 11 malam. Biarkan ia istirahat dulu ya nak dan jangan di ganggu!” sang ibu memberi pengertian kepada anaknya.


“Iya bu, bungsu gak akan ganggu kakak,” jawab sang anak.


Sang ibu pun tersenyum, “Anak ibu memang baik,” ucap sang ibu.


Waktu terus berlalu sampai jam 8 siang, barulah si sulung terbangun.


Cerita di atas memang fiktif, namun sangat mungkin terjadi di sekitar kita. Apabila ada kesamaan nama, tokoh, cerita, waktu dan tempat, penulis meminta maaf karena tidak ada unsur kesengajaan di dalamnya.


Apabila kita renungkan, cerita seperti di atas mungkin bisa menjadi kenyataan pada saat materialisme sudah merasuk ke berbagai lini kehidupan. Semua hal diukur dengan materi, sampai keshalihan dan keberhasilan pun diukur hanya diukur dengan materi, bukan yang lain.


BERSAMBUNG



Laporkan iklan?




Redaktur: Eva




0 Response to "Puing-puing Keshalihan (1)"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close