Kemunculan Syiah dan Macam Macam Aliranya
A. Pengertian Syî’ah Secara Umum
Syî’ah: asalnya adalah mereka
yang mendukung Ali bin Abi Thalib ra, kemudian menjadi kelompok tersendiri
diantara kelompok-kelompok kaum muslimin, dengan keyakinan bahwa khilafah
adalah hak Ali bin Abi Thalib ra dan para keturunannya, kemudian mereka terbagi
menjadi banyak kelompok dimana setiap kelompok memiliki paham-paham yang khas,
yang dengannya mereka berbeda dari paham Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah.[1]
B. Sejarah Kemunculan
Kelompok Syî’ah terbentuk setelah
rentetan peristiwa sejak akhir masa kekhilafahan ‘Utsman bin Affan ra. sampai
khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Semuanya bermuara pada sosok bernama Abdullah
bin Saba’, seorang
Yahudi yang mengaku muslim,
meninggal tahun 40 H. Dia melakukan makar jahat di masa khalifah ‘Utsman,
memutus hubungan kaum muslim Kufah, Bashrah, dan Mesir dengan pemimpin mereka,
menggunakan politik belah bambu, mengangkat Sahabat Ali bin Abi Thalib ra. dan
menjatuhkan sahabat lain (Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman ra.). Dengan meyebarkan
beberapa ajaran menyesatkan, diantaranya:
(a) bahwa Nabi Muhammad saw bisa dan akan kembali sebagaimana Nabi Isa as.,
(a) bahwa Nabi Muhammad saw bisa dan akan kembali sebagaimana Nabi Isa as.,
(b) bahwa Ali bin Abi Thalib ra adalah wasiat
Nabi saw sebagai khalifah setelah beliau, dan
(c) mencela Abu Bakar, ‘Umar bin
Khaththab, dan ‘Utsman bin ‘Affan ra. karana dianggap telah merampas hak
khilafah dari Ali bin Abi Thalib ra. Hingga kemudian terjadi peristiwa
pengepungan dan pembunuhan terhadap Khalifah ‘Utsman pada tahun 35 H[2].
Setelah itu, muncullah dua kubu: Syi’ah ‘Utsmaniyyah dan Syi’ah ‘Alawiyyah[3].
Dua kubu besar ini berakhir dengan kemenangan di kubu ‘Utsman, ditandai dengan
kekuasaan yang berada di tangan Mu’awiyah. Sedangkan kubu Ali terpecah lagi
menjadi dua: pendukung Ali dan Khawarij (penentangnya saat peristiwa tahkim).
Pendukung Ali pun ada dua macam, yang adil dari kalangan keturunannya dan
sahabat Nabi, mereka diterima periwayatannya, dan al-ghulat (yang berlebihan) dari
orang-orang yang tercemari paham bawaan Abdullah bin Saba’[4]. Macam kedua ini
lah yang dikemudian hari bernama Syi’ah, dan terpecah lagi menjadi banyak
kelompok dan turun-temurun sampai saat ini.
C. Macam-macam kelompok Syî’ah
Menurut Imam Abu Manshur
Al-Baghdadi (w. 429 H) dalam Al-Farq bayna Al-Firaq, Syî’ah terbagi menjadi 20
kelompok, masing-masing kelompok merupakan cabang dari tiga kelompok besar
berikut.
1. Al-Kaisaniyyah, oleh Al-Mukhtar bin Abu
‘Ubaid Ats-Tsaqafi (m. 67 H).
(Al-Harbiyyah dan Al-Bayaniyya)
2. Az-Zaidiyyah, oleh Zaid bin Ali Zainal
Abidin bin Al-Husain ra (w. 122 H).
(Al-Jarudiyyah, As-Sulaimaniyyah,
dan Ash-Shalihiyyah)
3. Ar-Rafidhah/Al-Imamiyyah, oleh Abdullah bin
Saba’ (m. 40 H).
(Al-Kamiliyyah, Al-Muhammadiyyah,
Al-Baqiriyyah, An-Nawusiyyah, Asy-Syumaithiyyah, Al-‘Ammariyyah,
Al-Ismai’iliyyah/Al-Bathiniyyah, Al-Mubarakiyyah, Al-Musawiyyah,
Al-Qathi’iyyah, Al-Itsna’asyariyyah, Al-Hisyamiyyah, Az-Zarariyyah,
Al-Yunusiyyah, dan Asy-Syaithaniyyah).
Asy-Syahrastani (w. 548 H) dalam
Al-Milal wa An-Nihal, menyebutkan secara tersendiri kelompok-kelompok Syi’ah
yang melampaui batas dengan sebutan: Al-Ghaliyyah[5] (mereka adalah:
As-Sabaiyyah, Al-Kamiliyyah, Al-‘Ilya’iyyah, Al-Mughiriyyah, Al-Manshuriyyah,
Al-Khaththabiyyah, Al-Kayyaliyyah, Al-Hisyamiyyah, An-Nu’maniyyah,
Al-Yunusiyyah, dan An-Nashiriyyah), dan Al-Isma’iliyyah atau lebih dikenal
dengan Al-Bathiniyyah.
D. Diantara Ajaran Pokok Syî’ah
dan Perbedaannya dengan Ahlussunnah
1. Sumber Syari’at
Syi’ah: Al-Qur’an telah mengalami
distorsi kecuali mushhaf Ali[6], hanya menerima Al-Hadits yang diriwayatkan
ahlul-bayt[7], hanya mengakui Ijma’ ahlul-bayt [8], fatwa para Imam ma’shum[9],
dan tidak mengakui qiyas. Ahlussunnah: Al-Qur’an yang ada adalah asli, mengakui
hadits yang diriwayatkan semua sahabat[10], mengakui ijma’ sahabat, tidak
mengakui fatwa Imam yang dianggap ma’shum, dan mengakui qiyas.
2. Al-Imâmah
Syi’ah: keberadaan Imam adalah
wajib dan masuk dalam wilayah keimanan, diangkat berdasarkan nash atau wasiat Imam
sebelumnya[11]. Ahlussunnah: keberadaan Imam adalah wajib namun masuk wilayah
syari’ah, dan pengangkatannya dengan metode bai’at.
3. Al-‘Ishmah
Syi’ah: para Imam adalah ma’shum
terbebas dari kesalahan dan dosa[12]. Ahlussunnah: sifat al-‘ishmah hanya
dimiliki oleh para Nabi dan Rasul.
[1] Prof. Dr. Rowwas Qol’ahji,
Mu’jam Lughatil Fuqaha, hlm 268
[2] Lihat Ibn Al-Atsir (w. 630
H), Al-Kamil fi At-Tarikh, vol II, hlm 8
[3] Syi’ah di sini belum berupa
kelompok, melainkan sebatas pendukung. Masing-masing kubu didukung sejumlah
sahabat, misalnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Aisyah, Thalhah bin ‘Ubaidillah,
dan Zubair bin ‘Awwam di kubu ‘Utsman, sedangkan Abu Dzar Al-Ghifari, Miqdad
bin Aswad, Jabir bin Abdillah, ‘Ubay bin Ka’ab, dan Abu Thufail ‘Amir bin
Watsilah di kubu ‘Ali.
[4] Dari Abu Hibrah berkata: aku
mendengar Ali bin Abi Thalib berkata: “dua macam orang akan binasa, yang
berlebihan dalam mencintaiku dan berlebihan dalam membenciku.” (mushannaf Ibn
Abi Syaibah, vol XII, hlm 84).
[5] Penyimpangan
kelompok-kelompok ini berkisar seputar; pengakuan At-Tasybih (penyerupaan
tuhan), Al-Bida’ (perubahan ilmu Allah), Ar-Raj’ah (kebangkitan sebelum
kiamat), dan At-Tanasukh (reinkarnasi).
[6] Disebut juga mushhaf Fathimah
yang tebalnya tiga kali tebal dari mushhaf ‘Utsmani, namun faktanya mushhaf
tersebut tidak dijumpai. Mereka mengatakan mushhaf tersebut akan muncul bersama
Al-Imam Al-Mahdi di akhir zaman. Untuk sementara boleh membaca dan mengamalkan
isi Al-Qur’an yang ada sekarang.
[7] Sedangkan hadits yang
diriwayatkan melalui jalan para sahabat Rasulullah saw (selain Miqdad bin
Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi), mereka sama sekali
menolaknya. Berdasarkan riwayat dari Imam ke-enam mereka:
Dari Abu Ja’far: “seluruh kaum
muslimin menjadi murtad setelah wafatnya Nabi saw, kecuali tiga orang.”
Dikatakan kepadanya: siapa tiga orang tersebut?, dia menjawab: “Al-Miqdad bin
Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi.” (Al-Kulaini, Al-Kafi, hlm
115)
Perlu diketahui juga bahwa
kalangan Syi’ah Rafidhah sering memalsukan hadits.
Dari Hammad bin Abi Salamah,
berkata kepadaku salah seorang Syaikh mereka –yakni kaum Ar-Rafidhah– yang
telah bertaubat: “Jika kami sedang berkumpul dan menganggap baik sesuatu, maka
kami menjadikannya sebagai hadits Nabi.” (Al-Jami’ li Akhlaq Ar-Rawi, vol I,
hlm 138)
[8] Az-Zaidiyyah, karya
Ash-Shahib bin ‘Abbad (w. 385 H), hlm 247. Syaikh Taqyuddin membantah dengan
baik ijma’ macam ini dalam Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, vol III, hlm 300.
[9] Adapun wilayah ijtihad bagi
syi’ah, tidak boleh dalam perkara yang menyelisihi fatwa Imam ma’shum.
Sedangkan kelompok Zaidiyyah memandang boleh ijtihad bagi yang mampu, bagi yang
tidak mampu maka mengikuti pendapat madzhab lebih utama.
[10] Imam Ibnu Abdil Barr: Jika
tentang para sahabat Nabi ra. (sebagai rowi) maka kami cukupkan pembahasan
terkait kondisi-kondisi mereka, dikarenakan ijma’ para ‘ulama daiantara kaum
muslimin, mereka adalah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah, bahwa mereka semuanya adil.”
(Ibn Abdil Barr, Al-Isti’ab fi Ma’rifati Al-Ashhab, vol I, hlm 7)
[11] Jika tidak ada wasiat dari
Imam sebelumnya, maka penetapan Imam berdasarkan bukti berupa khawariqul-‘adat
(perkara-perkara luar-biasa/ajaib semacam mu’jizat), kecuali kelompok
Zaidiyyah, mereka hanya mengakui metode bai’at.
[12] Berdasarkan keyakinan bahwa
wahyu tidak putus sampai hari akhir dan bahwa Imam adalah penerus Rasulullah
dalam menyampaikan ajaran Islam berdasarkan ilmu laduni. Namun perlu diketahui,
bahwa keyakinan ini baru muncul di masa Ja’far Shadiq berdasarkan keterangan
Ibnu Nadim (w. 438 H) dalam kitabnya Al-Fihrisit, hlm 239. Adapun Syi’ah
Zaidiyyah tidak mengakui hal tersebut.
[13] Taqyuddin An-Nabhani,
Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah (thab’ah mu’tamadah – 2003), vol I, hlm 362
[14] Ibid, vol I hlm 376
[15] Lihat Taqyuddin An-Nabhani,
Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah (thab’ah mu’tamadah – 2003), vol II, hlm 35,
54-95
[16] Lihat Taqyuddin An-Nabhani,
Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah (thab’ah mu’tamadah – 2005), vol III, hlm 64
[17] Lihat Taqyuddin An-Nabhani,
Muqaddimah Ad-Dustur (thab’ah mu’tamadah – 2009), hlm 34. Penjelasan untuk
pasal ke-7.
[18] Abdul Qadi Zallum, Amwal fi
Daulah Al-Khilafah (thab’ah mu’tamadah – 2004), hlm 64.
[19] Abu Manshur Al-Baghdadi,
Al-Farq bayna Al-Firaq, hlm. 10
[20] Asy-Syaukani, Fath Al-Qadir,
vol II, hlm 429
[21] Setiap kekufuran yang tampak
setelah (keberadaan) daulah Islam maka tidak boleh ditarik jizyah dari
pelakunya. (Al-farq baynal-Firaq, hlm 347).
Plis Like Fanpage Kami ya
0 Response to "Kemunculan Syiah dan Macam Macam Aliranya"
Post a Comment