-->

Penguasa Bangga Mengurangi Subsidi, Bagaimana dengan Rakyat Kecil?



Dakwah Media - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menceritakan tentang kebijakannya yang memotong subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 80 persen saat baru satu bulan menjadi Presiden. Pemotongan subsidi BBM, kata Jokowi, diperuntukkan untuk membangun berbagai macam infrastruktur di Tanah Air.

Hal ini disampaikan Presiden Jokowi saat menjadi Keynote Speaker dalam acara Indonesia-Korea Business Summit 2017 di Hotel Shangrila, Jakarta, Selasa (14/3). Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pengusaha ternama asal Korea Selatan.

"Dua tahun yang lalu dalam waktu satu bulan menjabat, saya mengurangi subsidi BBM penuh dengan lebih dari 80%. Ini adalah membebaskan USD 15 miliar dari ruang fiskal. Kita dapat relokasi termasuk untuk program pembangunan infrastruktur terbesar dalam sejarah Indonesia," kata Jokowi. (merdeka.com, 14/3/2017).

Zalim!

Apapun alasannya, mencabut subsidi BBM merupakan kebijakan zalim. Pasalnya, BBM merupakan komoditas strategis yang menjadi kebutuhan setiap elemen masyarakat. Oleh karena itu, apabila subsidi yang sejatinya merupakan kebijakan untuk memudahkan masyarakat untuk memperolehnya dicabut maka dampak negatifnya akan dirasakan oleh masyarakat secara umum.

Lebih dari itu, BBM adalah komoditas yang keberadaannya sangat mempengaruhi komoditas lain. Pencabutan subsidi BBM akan mengakibatkan kenaikan harga BBM yang juga akan diikuti oleh kenaikan harga komoditas lain. Itu dikarenakan proses produksi dan distribusi komoditas lain juga menggunakan BBM. Apabila perusahaan memandang biaya produksi dan distribusi suatu barang semakin naik maka hal yang paling logis tanpa mengurangi kualitas barang adalah dengan mengurangi jumlah produksi atau menaikkan nominal harga. Berkurangnya kuantitas barang di pasaran pun menyebabkan kenaikan harga apabila permintaan besar sedangkan penawaran sangat terbatas.

Sudah begitu, dalam proses pembangunan infrastruktur pun senantiasa menggandeng pemodal asing, utamanya dari asing timur setelah asing barat telah lebih dulu menancapkan investasinya di bidang SDA. Bahkan Investasi asing timur saat ini di Indonesia cukup besar dalam pembangunan infrastruktur di negeri ini. Ini artinya, infrastruktur yang dibangun bukannya semakin memberi kemudahan justru hanya menjadi mesin-mesin baru untuk memeras kekayaan rakyat. Ini karena motivasi asing dalam berinvestasi dalam infrastruktur di negeri ini adalah untuk profit yang sebesar-besarnya. Kita bisa lihat bagaimana pemerintah gemar sekali mengajak asing dalam  proses pembangunan infrastruktur.

Yang lebih miris lagi, kekayaan negara berupa sumberdaya alam yang begitu melimpah justru diserahkan pengelolaan dan penguasaannya kepada asing. Padahal kekayaan yang melimpah itu merupakan modal besar bagi negeri ini untuk bisa melaksanakan pembangunan infrastruktur negara bahkan tanpa intervensi modal asing. Jika seluruh kekayaan alam dicairkan dalam bentuk uang, Indonesia diperkirakan memiliki aset hingga mencapai ratusan ribu triliun rupiah. "Itu perkiraan nilai cadangan terbukti dari minyak, gas, batubara, tembaga, emas, nikel, perak dan seterusnya dengan asumsi tidak ditemukan cadangan baru lagi. Ini yang ketemu saja di perut bumi, nilainya saat ini sekitar Rp 200 ribu triliun," ungkap pengamat energi Kurtubi saat ditemui di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (28/1/2014). (liputan6.com, 28/1/2014). Sayangnya sekali lagi modal besar itu diserahkan begitu saja kepada asing.

Atur dengan Syariah

Sekali lagi kami ingatkan dan sampaikan serta selalu terus demikian bahwa aturan selain syariah Islam tidak mungkin mampu membawa umat keluar dari kezaliman. Syariah Islam merupakan sistem yang berasal dari Sang Pencipta yakni Allah SWT. Aturan inilah satu-satunya yang mampu memahami bagaimana semestinya kehidupan manusia diatur sedemikian rupa sehingga terwujud keharmonisan.

Dalam  syariah Islam BBM atau SDA lainnya yang memiliki deposit melimpah merupakan kepemilikan umum, begitu pula infrastruktur publik. Keduanya tidak boleh diserahkan pengelolaan dan penguasaannya kepada swasta domestik ataupun asing. Negara wajib mengelola dan mengaturnya sesuai syara' untuk kemaslahatan umat. Mengambil keuntungan atau mencabut subsidi dari dua hal tadi merupakan suatu hal yang diharamkan. Ini artinya sistem pemerintahan yang berlandaskan syariah Islam tidak akan menyerahkan pengelolaan dan penguasaan SDA dan infrastruktur publik kepada swasta apalagi swasta asing. Karena, swasta domestik ataupun asing pastilah bertujuan mengambil profit dalam pengelolaannya, sedangkan Islam justru menjauhkan tujuan itu dari umat.

Sistem pemerintahan itulah sistem khilafah Islamiyyah yang akan mengatur seluruh kegiatan kenegaraan baik dalam aspek pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial, politik, dsb sesuai aturan syariah. Maka harapan masa depan cerah dan penuh kegemilangan hanya pada Islam. Siapapun yang memperjuangkannya itulah orang-orang yang bersungguh-sungguh berupaya menyelamatkan negeri ini dari kezaliman dan keterpurukan.

Oleh: A. R. Zakarya – Analis di  Pusat Kajian Data dan Analisis (PKDA)

0 Response to "Penguasa Bangga Mengurangi Subsidi, Bagaimana dengan Rakyat Kecil?"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close