Redenominasi Itu Manipulasi, Bukan Solusi
- Kertas bernama rupiah itu baru saja diganti, dikabarkan akan segera diredenominasi. Ini kabar sejak 2010an, muncul lagi.
- Masyarakat pun bertanya-tanya, apa itu redenominasi? Apa artinya angka 0 pada rupiah “digunduli” Rp 1.000 menjadi Rp 1?”
- Inilah bagian dari balada rupiah. Marilah kita telusuri kembali. Sesaat setelah merdeka BNI 46 cetak Oeang Republik Indonesia, namanya rupiah, nilainya Rp 2 = 1 gr emas.
- Begitu Indonesia diakui kemerdekaannya oleh bankir internasional dan Belanda, 1949, rupiah dipatok sebesar 3.8 per dolar AS.
- Rupiah kemudian melorot ke Rp 11.4 per dolar pada 1952 (saat ORI diganti Uang BI), terus melorot ke Rp 45, melesat Rp 0,25 pd 1965 krn sanering
- Oh ya perlu dipahami BNI 46 sebagai BankSental NKRI ditolak Belanda, dipaksa diganti dengan De Javasche Bank, menjadi Bank Indonesia.
- Oeang Republik Indonesioa pun (ORI) mari. DIganti dengan Uang Bank Indonesia, sampai hari ini.
- Selama Orde Baru, atas desakan IMF dan Bank Dunia rupiah berkali-kali didevaluasi. Artinya secara plotik, dengan sengaja, rakyat dipermiskin melalui penurunan nilai uangnya.
- Pada 1970 1 dolar AS menjadi Rp 378, pada 1971 menjadi Rp 415, pada 1978 merosot lagi 55%, menjadi lebih dari Rp 625 per dolar AS.
- Sambil liberalisasi berlanjut, September 1983, rupiah didevaluasi lagi sebanyak 45%, jadi Rp 970/dolar AS. Sampai 1986 bertengger di Rp 1.660/dolar AS.
- Setelah itu ikut ‘kurs mengambang’, maka pasar yang nentukan. Pemjerintah dikebiri. Nilai tukar rupiah terus terdepresiasi mencapai sekitar Rp 2.200/dolar AS, sampai juli 1997.
- Akibat dari utang dolar yang terlalu banyak, ekonomi yang semakin liberal, spekulan valas pun memainkan rupiah. Dibuatlah ruopiah ‘terjun bebas’ pada pertengahan 1997.
- Kita lalu mendengar istilah baru “Kirsmon”, krisi smoneter, yang mengakibatkan seluruh bangsa miskin secara tiba-tiba.
- Lagi-lagi atas kemauan IMF dan Bank Dunia, bank sentral Indonesia, BI, harus melepaskan ‘sabuk pengaman’ kurs, yang kemudian sepenuhnya mengambang. Rp terus dibanting, capai Rp 16 rb/$ awal 98
- Sampai saat ini, kita tahu, rupiah fluktuatif di sekitar Rp 9.500-10.000/$. Jadi, sejak 1946, merosot lebih dari 99% terhadap dolar AS
- Padahal dolar AS sendiri telah kehialngan daya belinya sebanyak 95% dibanding sebelum 1970-an. Semula 1 oz emas 35 USD ( ’71), menjadi 1600 USD (2013)
- Ini bukti dari hadis Nabi SAW: ‘Akan datang masa semua yang kamu miliki tak bermanfaat (habis nilai), kecuali Dinar dan Dirham’ – HR Ahmad
- Mengapa uang kertas hilang nilainya? Karena memang tidak bernilai. Selembar kertas diberi angka nominal, dipaksakan bernilai. Sihir!
- Sampai 1971, dalam sistem Bretton Wood, USD masih diikat dengan emas. Uang kertas lain diikat dengan USD dalam kurs tetap. Ekonomi pun sangat stabil.
- Gara-gara perang Vietnam, AS ambruk. Richard Nixon bertindak sepihak, 1971, USD dilepas dari emas. Karena USD terus dicetak, emas tidak mencukupi.
- Akibatnya system kurs lepas dari politik. Jadi mainan pedagang valas. Pasar Valas I muncul di Las Vegas, 1972. USD, juga Rp tersebut di atas, terus merosot.
- Secara mendasar emas berubah fungsi dari uang menjadi komoditi. Ekonomi menjadi sangat tidak stabil. Depresiasi terus-menerus. Ditandai dengan angka nominal besar
- Rupiah ’46 terbesar Rp 100. Hari ini Rp 100.000. Nilainya? Dulu Rp 1000 dapat 500 gr emas, hari ini Rp 1000 praktis tidak mendapatkan apa-apa.Jadi makin besar uang kita bukan makin kaya, tapi makin miskin. Selama 70 th merdeka hanya membuat kita 250.000 lebih miskin. Gara-gara uang kertas
- Dengan angka nominal besar, tapi tak berharga, bankir setiap kali harus mencetak nominal lebih besar lagi. Tapi, secara teknis itu repot. Komputer pun tak bisa mengelolanya.
- Selain itu, secara psikologis, rakyat tak kan lagi bisa tenang dengan uang besar tapi tak bernilai. Para bankir mencari akal untuk memanipulasi
- Teknik baru itu ketemu dengan nama :Redenominasi. Penggundulan 0. Ini telah dimulai BI, dan semula terget ‘Go’, 2014, tapi tertunda.
- Tentu saja itu bukan untuk menyembuhkan, tapi untuk menyembunyikan, penyakit uang kertas, yakni depresiasi terus-menerus. Dengan jumlah 0 sedikit atau banyak, tenhtu saja tak beda.
- Buktinya 2010, saat isu redenominasi muncul, Rp 100 rb mendapat 7 kg telor. Hari ini hanya dapat 4 kg. Duit dan telornya sama, daya beli kurang sudah berkurang sekitar 40%.
- Selama Anda menggunakan uang kertas selama itu pula anda jadi Budak para bankir. Uang kertas itu lebih dari sekadar cucuk hidung, juga jadi lintah yang terus menghisap darah.
- Redenominasi bukan solusi, tapi manipulasi. Maka, rakyat harus bertindak sendiri. Tinggal uang kertas. Gunkan Dirham dan Dinar. Bebas Inflasi dan Redenominasi.
- Sekian.
0 Response to "Redenominasi Itu Manipulasi, Bukan Solusi"
Post a Comment