-->

Anak Kita, Mad'u Kita




Banyak orang bekerja banting tulang dengan motif dalam rangka "demi keluarga". Tapi apakah setelah sampai di rumah "ngurus keluarga?"

"Saya kan sudah bekerja, capek, kok masih harus ngurus anak lagi!" ujar sang nafsu.
Kalau kita sudah sholat dzuhur, apakah gugur kewajiban sholat ashar?
Kalau kita sudah sholat 5 waktu selama setahun, apakah gugur kewajiban shaum Ramadhan?

Kalau kita sudah shaum Ramadhan tahun kemarin, gugur kewajiban berzakat?
Kalau kita sudah membayar zakat, gugur kewajiban mencari nafkah?
Kalau kita sudah mencari nafkah, gugur kewajiban mendidik anak?
Karena itu, apakah setelah melaksanakan satu kewajiban (bekerja mencari nafkah) otomatis selesai atau gugur kewajiban lainnya? Apakah mencari nafkah itu satu-satunya kewajiban?


Bagi saya, boleh tak setuju, lelah, letih, tidak boleh jadi alasan ketika sampai rumah lalu "abai" dengan anak. Kenapa?

Karena Demi Allah!

Anak saya tak lama hidup dengan saya.

Demi Allah! Anak saya akan pergi dari rumah saya. Tugas saya hanya mempersiapkan mereka siap berpisah dengan saya. Berpisah untuk menjalani kehidupan, sebagai hamba Allah, sebagai suami/istri, sebagai calon orangtua, sebagai anggota masyarakat, sebagai individu tersendiri.
Demi Allah! Anak saya bukan milik saya, maka saya harus siap dan ikhlas dan pasti akan datang juga peristiwa itu: PERPISAHAN dengan ANAK # sayabergetarnulisini

Entah karena mereka merantau, berkelana, mencari ilmu, menjelajah kehidupan di penjuru bumi, atau mungkin kematian yang memisahkan.

Mumpung Allah berikan kesempatan anak-anak di rumah, tidak boleh kesempatan ini disiakan. Setiap hari ketemu anak tapi hanya di dekat anak. Pulang hanya bawa badan.

Maka, saya harus tarbiyah mereka. Install fikroh mereka, hampir tiap hari. Semua anak butuh software untuk menggerakan hardware mereka. Kalau saya tidak menginstallnya; akan ada pihak lain yang melakukannya.

Jangan sampai ada diantara kita memiliki banyak binaan, memiliki banyak mad'u dakwah, mengkader banyak orang shalih; membina ribuan orang, tetapi anak sendiri tidak dibina? Anak saya adalah mad'u saya, kader da'wah saya. Sudahkah kita jadi musyrifah, murobbi untuk anak-anak kita?  Semoga bermanfaat.


By. : Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

0 Response to "Anak Kita, Mad'u Kita"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close