Hah.. Tersangka Penista Al Quran Eksis Berebut Kekuasaan?
Dakwah Media - Dalam hitungan hari, Jakarta akan memilih kembali. Tiga pasangan calon gubernur akan berlaga dalam pesta demokrasi DKI untuk memperebutkan kursi nomor satu di Jakarta. Ketiga pasangan telah berseliweran mengkampanyekan dirinya untuk menggalang dukungan, tak terkecuali Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang sedang tersandung kasus penistaan agama, tetap bebas berkampanye dan menghadiri berbagai forum untuk mensosialisasikan janji dan program-programnya. Status terdakwa ternyata tak membuatnya tertahan di penjara atau setidaknya berhenti dalam pencalonan. Bisa dibayangkan, jika sebelum menjadi pemimpin saja telah berani melukai hati umat Islam, lalu apa jadinya jika dia benar-benar menjadi pemimpin mereka. Mayoritas warga Jakarta adalah muslim, jadi adalah bencana ketika Jakarta justru dikendalikan oleh orang kafir, terlebih yang telah jelas pernah menistai umat Islam dan agamanya.
Jangan Lupakan Kasus Penistaan Al-Qur’an
Penting untuk selalu diingat, bahwa luka umat Islam yang tertumpah dalam tiga jilid aksi damai atas kasus penistaan Al-Qur’an oleh Ahok hingga hari ini belum juga terbalas. Meski dalam praktiknya kampanye Ahok mendapat dukungan dari sebagian umat Islam, namun jumlah hati kaum muslimin yang pernah terluka dan menolak pencalonannya sebagai pemimpin tentu jauh lebih besar. Ahok telah mengatakan surat Al-Maidah ayat 51 atau siapapun yang mendakwahkannya sebagai pembohong, hal tersebut membuat umat Islam marah. Kita telah bersusah payah terjun ke jalan menuntut keadilan, namun hingga hari ini proses penanganannya masih saja lamban. Jangan lupa, itu adalah luka kita bersama. Jangan sampai kita terlena dengan program dan janji yang dia kampanyekan, hingga lupa bahwa Al-Qur’an telah dia nistakan. Tentu tak bisa kita bayangkan, betapa sakitnya hati kaum muslimin manakala dia sampai tertawa di kursi gubernur tanpa keadilan yang tak terbayar.
Demokrasi Membiarkan Penista Al-Qur’an Berkeliaran
Hukum di negeri ini memang membolehkan seorang tersangka atau terdakwa menjadi calon pemimpin. Di sinilah masalahnya, pembiaran ini terjadi secara sistemik. Meski sedang ternoda kasus, seseorang masih saja bebas berlaga tanpa bisa diberangus. Inilah wajah buruk demokrasi, tak mampu memberi jaminan pemimpin berkualitas. Jika sebelum menjabat saja telah bermasalah, jangan heran ketika benar-benar menjabat akan melahirkan banyak masalah. Adalah hal yang logis, ketika seseorang merasa ‘aman’ karena lolos dari suatu kasus sebelum dia memiliki kekuasaan, lalu dia akan merasa ‘lebih aman’ berulah dengan kasus-kasus lain manakala telah benar-benar memegang kekuasaan. Berkeliarannya Ahok hingga hari ini adalah bukti kesekian kalinya bahwa demokrasi membiarkan orang bermasalah menjadi pemimpin. Masyarakat dibuat lupa atas ulahnya dengan bermanis-manis wajah di berbagai media. Demokrasi seperti tak memiliki akal sehat, membiarkan rakyatnya diatur oleh pemimpin jahat. Demokrasi tak punya logika, mengorbankan umat demi hukum kufur yang tercela. Telah jelas, demokrasi adalah biang lolosnya penista Al-Qur’an di pencalonan. Pertanyaannya, masihkah kita bertahan dalam sistem bobrok seperti ini? Tidakkah kita dapat mengambil pelajaran dari semua kejadian menyedihkan tersebut? Jika hari ini ada seorang penista Al-Qur’an yang bebas mencalonkan diri sebagai gubernur, maka bisa saja suatu saat nanti ada seorang penghina Allah yang bebas tampil dalam pemilihan kepala negara.
Sistem Islam Pencetak Pemimpin Amanah
Sudah saatnya kaum muslimin sadar bahwa semua ini adalah persoalan sistemik, maka solusinya pun harus pula sistemik. Satu-satunya solusi yang dapat kita harapkan saat ini adalah sistem Islam. Dalam sistem Islam, setiap calon pemimpin umat harus memenuhi syarat-syarat pokok (syarat in’iqad) yang wajib dipenuhi, yaitu; muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, dan mampu. Di samping syarat in’iqad tersebut, ada pula syarat afdhaliyyah (keutamaan) yang dapat memperindah kepemimpinan yang ada, seperti mampu berijtihad, ahli perang, dan sebagainya. Melalui sistem persyaratan calon pemimpin yang sedemikian tegas dan mulia, dalam sistem Islam tidak akan ada orang kafir yang boleh tampil menjadi calon pemimpin umat, apalagi seorang penista agama yang telah nyata-nyata terbukti melukai hati umat, tidak akan pernah terjadi, sebab salah satu di antara syarat pokok tersebut adalah adil yang merupakan lawan dari kata dzalim. Itu artinya, jika seseorang telah berbuat dzalim, berarti ia tidak adil. Dan itu akan membuatnya terhalang untuk maju di pencalonan. Sistem Islam adalah sistem yang tetap memiliki toleransi. Tidak akan ada diskriminasi atas umat beragama lain di dalamnya. Kesejahteraan dan keadilah sistem Islam akan dinikmati oleh semua orang, muslim maupun non muslim. Indahnya sistem Islam, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.
Jangan Lupakan Kasus Penistaan Al-Qur’an
Penting untuk selalu diingat, bahwa luka umat Islam yang tertumpah dalam tiga jilid aksi damai atas kasus penistaan Al-Qur’an oleh Ahok hingga hari ini belum juga terbalas. Meski dalam praktiknya kampanye Ahok mendapat dukungan dari sebagian umat Islam, namun jumlah hati kaum muslimin yang pernah terluka dan menolak pencalonannya sebagai pemimpin tentu jauh lebih besar. Ahok telah mengatakan surat Al-Maidah ayat 51 atau siapapun yang mendakwahkannya sebagai pembohong, hal tersebut membuat umat Islam marah. Kita telah bersusah payah terjun ke jalan menuntut keadilan, namun hingga hari ini proses penanganannya masih saja lamban. Jangan lupa, itu adalah luka kita bersama. Jangan sampai kita terlena dengan program dan janji yang dia kampanyekan, hingga lupa bahwa Al-Qur’an telah dia nistakan. Tentu tak bisa kita bayangkan, betapa sakitnya hati kaum muslimin manakala dia sampai tertawa di kursi gubernur tanpa keadilan yang tak terbayar.
Demokrasi Membiarkan Penista Al-Qur’an Berkeliaran
Hukum di negeri ini memang membolehkan seorang tersangka atau terdakwa menjadi calon pemimpin. Di sinilah masalahnya, pembiaran ini terjadi secara sistemik. Meski sedang ternoda kasus, seseorang masih saja bebas berlaga tanpa bisa diberangus. Inilah wajah buruk demokrasi, tak mampu memberi jaminan pemimpin berkualitas. Jika sebelum menjabat saja telah bermasalah, jangan heran ketika benar-benar menjabat akan melahirkan banyak masalah. Adalah hal yang logis, ketika seseorang merasa ‘aman’ karena lolos dari suatu kasus sebelum dia memiliki kekuasaan, lalu dia akan merasa ‘lebih aman’ berulah dengan kasus-kasus lain manakala telah benar-benar memegang kekuasaan. Berkeliarannya Ahok hingga hari ini adalah bukti kesekian kalinya bahwa demokrasi membiarkan orang bermasalah menjadi pemimpin. Masyarakat dibuat lupa atas ulahnya dengan bermanis-manis wajah di berbagai media. Demokrasi seperti tak memiliki akal sehat, membiarkan rakyatnya diatur oleh pemimpin jahat. Demokrasi tak punya logika, mengorbankan umat demi hukum kufur yang tercela. Telah jelas, demokrasi adalah biang lolosnya penista Al-Qur’an di pencalonan. Pertanyaannya, masihkah kita bertahan dalam sistem bobrok seperti ini? Tidakkah kita dapat mengambil pelajaran dari semua kejadian menyedihkan tersebut? Jika hari ini ada seorang penista Al-Qur’an yang bebas mencalonkan diri sebagai gubernur, maka bisa saja suatu saat nanti ada seorang penghina Allah yang bebas tampil dalam pemilihan kepala negara.
Sistem Islam Pencetak Pemimpin Amanah
Sudah saatnya kaum muslimin sadar bahwa semua ini adalah persoalan sistemik, maka solusinya pun harus pula sistemik. Satu-satunya solusi yang dapat kita harapkan saat ini adalah sistem Islam. Dalam sistem Islam, setiap calon pemimpin umat harus memenuhi syarat-syarat pokok (syarat in’iqad) yang wajib dipenuhi, yaitu; muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, dan mampu. Di samping syarat in’iqad tersebut, ada pula syarat afdhaliyyah (keutamaan) yang dapat memperindah kepemimpinan yang ada, seperti mampu berijtihad, ahli perang, dan sebagainya. Melalui sistem persyaratan calon pemimpin yang sedemikian tegas dan mulia, dalam sistem Islam tidak akan ada orang kafir yang boleh tampil menjadi calon pemimpin umat, apalagi seorang penista agama yang telah nyata-nyata terbukti melukai hati umat, tidak akan pernah terjadi, sebab salah satu di antara syarat pokok tersebut adalah adil yang merupakan lawan dari kata dzalim. Itu artinya, jika seseorang telah berbuat dzalim, berarti ia tidak adil. Dan itu akan membuatnya terhalang untuk maju di pencalonan. Sistem Islam adalah sistem yang tetap memiliki toleransi. Tidak akan ada diskriminasi atas umat beragama lain di dalamnya. Kesejahteraan dan keadilah sistem Islam akan dinikmati oleh semua orang, muslim maupun non muslim. Indahnya sistem Islam, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.
Oleh: Firdaus Bayu (Syabab HTI Jombang)
0 Response to "Hah.. Tersangka Penista Al Quran Eksis Berebut Kekuasaan?"
Post a Comment