-->

Ahok Menang Atau Kalah, Lalu Apa?



Dakwah Media - Sampai dengan saat ini, dari hasil perhitungan cepat Pilkada DKI Jakarta, calon nomor dua tetap number one dalam pilkada putaran pertama. Padahal Sejak awal kita mengetahui bahwa cagub nomor urut dua berstatus tersangka kasus penistaan agama. Ini memang suatu keganjilan yang luar biasa, seorang "pesakitan" dengan enaknya ‘lenggang kangkung’ berhasil ‘menjuarai’ pesta demokrasi Pilkada DKI Jakarta. Mestinya sebagai tersangka, dia harus ditangkap dan ditahan sampai proses peradilan menjatuhkan vonis. Anehnya, si tersangka dibolehkan ikut kampanye, pasca kampanye berakhir langsung menjabat lagi sebagai gubernur, ikut bertanding dalam Pilkada, dan jadi juara. Ini benar-benar "tontonan lawak" yang membelalakkan mata bagi penonton yang punya hati nurani dan keimanan.

Sebenarnya, kita juga sudah memprediksi hasil akhir bahwa si penista agama itu bakal menang. Tentu kemenangan itu dapat berjalan mulus karena mempunyai banyak "supporter" dari yang empunya kekuasaan. Tanpa "supporter" kelas wahid itu, tentu agak sulit si penista agama itu melenggang menuju DKI satu. Pasalnya penolakan dari umat Islam begitu besar, mulai adanya Aksi Bela I, 2, 3, dan 4 yang melibatkan jutaan orang. Namun semuanya itu bak debu ditiup angin, nyaris tak tersisa dampaknya.

Related

Kita ini memang bangsa yang tidak _kapok-kapok_dengan menelan racun maut demokrasi, yang dilumuri madu di sana-sini. Penduduk DKI Jakarta yang mayoritas muslim bisa dipimpin seorang gubernur yang penista agama Islam dan ulama. Dan kita hanya bisa berteriak-teriak menolak, tanpa bisa menentukan siapa pemimpin yang layak memimpin kita. Harusnya semuanya itu menjadi pelajaran berharga untuk menentukan nasib kita sendiri di masa mendatang.

Akibat dari semua itu, baik Pilkada serentak 2017 termasuk Pilgub DKI 2017 berpotensi besar hanya memberikan pepesan kosong. Hasil akhirnya tak beda dari Pilgub atau pilkada sebelumnya. Pertama: Kekuasaan tetap dikendalikan oleh sekelompok kecil elit pengusaha. Kedua: Korupsi, suap dan penyalahgunaan wewenang akan tetap marak. Untuk mengembalikan modal pencalonan yang mustahil ditutup dari pendapatan resmi, terjadilah korupsi, penyalahgunaan wewenang dan anggaran, atau tindakan memperdagangkan kekuasaan dan wewenang seperti dalam pemberian berbagai ijin.

Ketiga: Perselingkuhan penguasa dengan pengusaha akan terus berlanjut. Pengusaha memodali paslon. Imbalannya, proyek-proyek akan diserahkan kepada pengusaha itu melalui “pengaturan” tender, meloloskan proyek-proyek yang disodorkan oleh pengusaha atau cara lainnya. Keempat: Akibat dari semua itu, pemimpin daerah akan lebih mengutamakan kepentingan dirinya, kelompok, partai dan pemodalnya. Sebaliknya, kepentingan dan kemaslahatan rakyat akan dipinggirkan.

Ada pertanyaan besar, apakah semua ini kehendak dari Allah swt?, tentu saja jawabannya tidak. Ini semua adalah pilihan kita sendiri, pilihan yang salah, yang tidak mau memilih jalan yang diwariskan teladan abadi kita, Nabi Muhammad saw. Karena Allah swt jelas tidak mungkin menghendaki orang kafir memimpin orang yang beriman. Sebagaimana firman-Nya: "Dan sekali-kali Allah tidak akan memberi jalan bagi orang kafir menguasai orang-orang yang beriman" (QS. An-Nisa' : 141).

Pilkada langsung, tak lebih dari sekedar demokratisasi yang menipu rakyat, fakta lapangan membuktikan. Dan seterusnya kita mau apa, dengan menyaksikan "dagelan politik" di DKI Jakarta ini. Yang memedihkan mata, memanaskan telinga, dan menyakitkan hati bagi orang-orang yang punya moral dan pikiran yang jernih. Bagi orang yang beriman, tentu harus sadar dan bangun dari "mimpi buruk" dalam sistem demokrasi sekuler saat ini. Kita umat Islam harus segera keluar dari kungkungan sistem demokrasi yang sangat menyesakkan dada kita untuk menuju cahaya Islam. Maka kita harus melakukan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, Umat Islam harus menolak demokrasi sampai akar-akarnya. Dengan cara memahami hakikat demokrasi, yaitu sistem kehidupan yang menegasikan peran Allah swt dalam mengatur kehidupan dunia. Jadi demokrasi merupakan "keyakinan" yang bertentangan secara diametral dengan keimanan seorang mukmin. Untuk itu, umat Islam harus berteriak lantang bahwa demokrasi adalah sistem kufur, kita dilarang mengambilnya, menerapkan, dan mendakwahkannya.

Kedua, Umat Islam jangan mau tertipu dengan demokrasi untuk yang kesekian kali. Terasa manis jika dijilat, namun akan menjadi racun yang mematikan jika diteguk. Oleh karenanya umat Islam jangan menjadi penjilat demokrasi. Ambil contoh,  Pilkada yang menerapkan azas luber jurdil hanyalah slogan kosong tanpa bukti. Kita bisa saksikan sang penista agama yang seharusnya meringkuk di penjara, malah memenagkan pilkada putaran satu.

Ketiga, Umat Islam harus berjuang bersama mengganti sistem jahiliyah, demokrasi sekuler, dengan sistem ilahiyah, Khilafah Islamiyah. Dengan jalan meneladani apa yang sudah dilampaui oleh generasi awal umat Islam. Sebagaimana Imam Malik pernah berpesan, "untuk memperbaiki umat di jaman ini, harus menggunakan apa yang digunakan generasi awal umat ini". Itulah syari'at Islam dan sistem Khilafah Islamiyah. Hanya dengan solusi Islam itulah akan mencegah "Ahok-Ahok" lain untuk berkuasa di tengah-tengah umat Islam.

Oleh: Achmad Fathoni (Analis politik - Jombang)
Plis Like Fanpage Kami ya

Related Posts

0 Response to "Ahok Menang Atau Kalah, Lalu Apa?"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close