-->

Secangkir Teh, Membincang Toleransi



Dakwah Media - Masih hangat diperbincangkan oleh masyarakat masalah kasus-kasus yang dianggap intoleransi dalam kebebasan beragama. Seperti dikatakan oleh Halili seorang Peneliti Kebebasan Beragama Setara Institute sebagaimana dikutip dalam laman Kompas.com (29/1/2017), bahwa pada tahun 2016 kelompok yang paling banyak menjadi korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yaitu Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sebanyak 36 peristiwa, korban kedua yaitu individu sebanyak 33 peristiwa, disusul Ahmadiyah dan Syiah dengan masing-masing pelanggaran 27 dan 23 peristiwa. Melihat angka tersebut, Halili menganggap diskriminasi terhadap kaum minoritas masih tinggi. Setara Institute menyimpulkan bahwa yang berlangsung saat ini adalah menguatnya supremasi intoleransi.

Intoleransi dalam keberagamaan adalah suatu bentuk intoleransi atau kurangnya toleransi terhadap kepercayaan atau praktik agama lain (wikipedia.org). Sedangkan istilah toleransi dalam konteks sosial, budaya dan agama artinya sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat (wikipedia.org).

Opini yang berkembang di masyarakat maupun sengaja dihembuskan oleh kaum liberal bahwa kasus-kasus intoleransi di dunia khususnya di Indonesia dilakukan oleh umat Islam terhadap kaum minoritas yaitu penganut aliran/agama tertentu. Jadi dalang dari kasus intoleransi terhadap kebebasan beragama menurut kaum liberal adalah agama Islam yang dikatakan sebagai agama yang tidak toleran terhadap agama lain.

Isu intoleransi ini adalah permainan kaum liberal sebagai corong Barat dimana mereka berpendapat bahwa kebebasan tidak ada batasnya walaupun harus melanggar norma-norma agama. Mereka menganggap bahwa Ahmadiyah, Gafatar ataupun Syiah itu tidak boleh dilarang karena melanggar kebebasan beragama.  Sesungguhnya dibalik itu mereka menginginkan masyarakat menganut paham kebebasan tanpa bebas seperti kebebasan beragama, padahal akibat dari kebebasan ini lahir banyak pemurtadan dan aliran sesat. Isu pelanggaran kebebasan atas nama HAM hanya berlaku manakala menyangkut Islam dan umat Islam, namun ketika pelakunya kaum kafir (Inggris, AS, dan sekutunya) maka mereka diam seribu bahasa.

Pendapat ini tentu sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan dalam Islam. Dalam islam sikap toleransi diharuskan. Toleransi (tasamuh) di dalam Islam hanya berkenaan dengan masalah/masalah duniawiyyah/masalah kemasyarakatan di dunia saja. Sedangkan dalam masalah I’tiqad/aqidah Islam dan syariah tidak diketemukan toleransi di dalamnya.

Islam yang salah satu artinya adalah damai, penyerahan diri dan ketaatan, jika diistilahkan adalah “Islam agama rahmatan lil’alamin”(agama yang mengayomi seluruh alam). Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada. Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang sangat komprehensif. Al Quran suci menjelaskan bahwa bagaimanapun keadaannya, kita tidak boleh meninggalkan toleransi dan jika kita melakukannya maka dapat dikatakan keislamannya tidak berarti. Al Quran menyatakan: “…janganlah kebencian terhadap suatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil, itu lebih dekat kepada taqwa.” (QS. 5: 9), “tidak boleh ada paksaan dalam agama.” (QS. 2:257). Inilah standar toleransi dan keadilan dalam Islam.

Sikap toleransi yang diajarkan Islam telah dipraktikkan sejak masa Rasulullah saw . Islam memberikan tuntunan bagaimana menghargai dan menghormati pemeluk agama lain, tidak memaksa non muslim masuk Islam, Rasulullah pernah menjenguk orang Yahudi yang sedang sakit, dan lain-lain. Bahkan di sepanjang sejarah Islam kemajemukan masyarakatnya dikelola dengan baik dimana umat Islam, Nasrani, Yahudi hidup berdampingan satu sama lain dan mendapatkan hak-hak yang sama sebagai warga negara walaupun mereka hidup dalam system Pemerintahan Islam.

Islam mengajarkan jika terdapat penyimpangan hal pokok (ushul) yaitu dalam aqidah Islam maka itu tidak dapat ditoleransi dan wajib diluruskan. Namun untuk persoalan cabang (furu’) harus dihargai. Seperti pada kasus Ahmadiyah, Gafatar maupun Syiah telah jelas menyimpang dari aqidah Islam dan itu bukan tentang perbedaan agama.

Untuk itu umat Islam janganlah terpancing dengan propaganda kaum liberalis yang akan membuat umat semakin liberal. Penjajahan liberalisasi akan merusak umat dalam segala sendi kehidupan. Penjajahan dapat dihapuskan dan toleransi dalam kehidupan dapat terwujud hanya dengan penerapan syariah dalam bingkai Negara Khilafah Islamiyah. Wallahu’alam bishshowab.

Oleh: Anis Sholichah, SE (Pemerhati Sosial di Penajam, Kaltim)

0 Response to "Secangkir Teh, Membincang Toleransi"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close