Khilafah Tegak di Indonesia, Why Not!
Dakwah Media - Umat Islam tengah bergolak. Panas kemarahan melawan para penguasa dan rezim-rezim mereka mengalir dari dan ke negeri-negeri lain. Ditengah situasi seperti itu, berbagai kekuatan di dunia sedang bergulat untuk membajak perjuangan dan jerih payah ini, menjaga kepentingan-kepentingan penjajah dan mengaborsi kembalinya Islam melalui tegaknya al-Khilafah, diantaranya adalah pengaburan dan penyesatan.
Menengok ke belakang, napak tilas sejarah umat Islam di Indonesia, masuknya Islam ke Nusantara ini tanpa peperangan, berarti dengan cara damai, dengan kata lain Islam masuk di nusantara dengan munculnya kerajaan kerajaan islam,dan kemudian berkembang setelah masa kerajaan hindu dan budha diterima tanpa ada bentuk penjajahan. Lalu yang dijajah -+ 350 th oleh belanda dengan misi Gold gospel glory siapa? Anda Benar, Penjajah.
Rahasia umum di antara orang/pejabat Belanda bahwa banyak sultan di Indonesia memberikan baiat (sumpah kesetiaan dan kepatuhan)-nya kepada Khalifah di Istanbul. Dengan itu secara efektif membuat kaum Muslim menjadi warga negara Khilafah (Negara Islam). Kaum Muslim di Aceh adalah yang paling menyadari akan status mereka. Koran Sumatera Post menulis tentang ini pada tahun 1922, “Sesungguhnya kaum Muslim Aceh mengakui Khalifah di Istanbul.”
Bukan hanya itu, mereka juga mengakui fakta bahwa tanah mereka adalah bagian dari Negara Islam. Ini adalah salah satu alasan atas perlawanan sengit mereka melawan Belanda. Sebagaimana yang diakui Koran Sumatra Post tahun 1922: “Pada hari ini, serangan-serangan atas kami menjadi hal penting karena merupakan sikap mentalitas atas ide Perang Suci (jihad fi sabilillah, pen.)“.
Khalifah juga mengirimkan perwakilannya ke Indonesia untuk mendukung kaum Muslim. Koran Het Nieuws van den Dag, misalnya, melaporkan tentang seorang konsul dari Khalifah di Batavia bahwa dia mendukung gerakan mengembalikan Islam (Khilafah, pen.): “Di Indonesia hanya ada satu konsul, yakni di Batavia, dan dia telah menunjukkan antusiasme yang besar bagi gerakan mengembalikan Islam. Oleh karena itu, pemerintah memintanya untuk diganti.”
Koran yang sama menginformasikan kepada pembacanya pada tahun 1912 bahwa Khalifah mengirimkan misi rahasia ke Indonesia untuk mendukung kaum Muslim Indonesia, “Konsul Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintah bahwa utusan rahasia Muhammedan telah dikirim dari Turki ke Indonesia yang dikuasai Belanda, dengan tugas memotivasi orang-orang Islam (untuk memberontak kepada penjajah).”
Begitulah suasana dan semangat perjuangan para tokoh Islam pada masa pendudukan penjajah Belanda untuk mengembalikan syariah Islam dalam ranah politik. Apa yang ditulis oleh koran-koran pada waktu itu, baik koran lokal Indonesia maupun koran yang terbit di Belanda, ternyata secara gamblang menunjukkan bahwa pada masa pendudukan penjajah Belanda telah terjalin hubungan yang baik bangsa Nusantara dengan Khilafah Turki Utsmani. Bukan hanya hubungan ‘pertemanan’ namun lebih dari itu yakni hubungan ‘kenegaraan’. Oleh karena itu, perjuangan formalisasi syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan bukanlah perjuangan individual para tokoh-tokoh, namun merupakan perjuangan yang di- back up langsung oleh institusi Khilafah di Turki saat itu.
Dari sekilas paparan di atas nampak jelas bahwa sejak awal Bumi Nusantara punya hubungan erat dengan Khilafah. Tatkala Khilafh Utsmaniyah tumbang, para pemuka Islam di Nusantara berlomba-lomba untuk berkontri-busi dalam mengembalikan tegaknya Khilafah, termasuk di dalamnya perjuangan untuk menjadikan syariah Islam menjadi dasar dan sumber hukum di negeri ini pada saat awal-awal pebentukan negara Indonesia.
Sekarang, lebih dari 70 tahun Indonesia merdeka, pada kenyataannya mayoritas umat islam di Indonesia dan bahkan umat islam di dunia harus teraniaya dalam kungkungan kapitalisme. Hingga kini Umat Islam masih harus rela mendapatkan stigma negatif akan tuduhan tidak toleran ,radikal, fundamental,dan lain sebagainya.
Euforia Reformasi yang didengungkan sejak awal kejatuhan Orde Baru ternyata berdampak luas di tengah masyarakat Indonesia. Tidak hanya arus kebebasan, HAM dan demokratisasi pada semua sendi kehidupan. Dampak arus Liberalisme ini menyinggung pula tatanan kehidupan umat beragama, khususnya umat Muslim.
Atas nama HAM dan kebebasan berkeyakinan, ide-ide, pemahaman dan keyakinan keimanan umat Islam diracuni dengan pemahaman ide-ide Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme). Kaum Muslim Indonesia pun direcoki dengan keberadaan sekte-sekte sesat dan menyesatkan seperti Ahmadiyah.
Selain itu, negeri Muslim terbesar ini pun tiba-tiba sibuk dengan kampanye Global War on Terrorism yang diusung AS sejak pemerintahan George W. Bush. Pemerintah pun manut saja mengikuti skenario AS dengan menjadikan Islam dan umatnya sebagai sasaran tembak perang melawan teroris. Bahkan untuk mendefinisikan teror, terorisme dan siapa teroris, pemerintah mengikuti kebijakan politik luar negeri negara adidaya itu, yang dikenal dengan Doktrin Wolfowitz. Doktrin ini adalah modifikasi Protocols of Zion yang dirancang oleh Paul Abraham Wolfowitz, mantan duta besar AS untuk Indonesia pada masa pemerintahan Habibie dan Gus Dur.
Melalui doktrin ini pula, umat Islam yang berpegang teguh dengan syariah Islam dan yang berusaha memperjuangkan penegakkan syariah Islam di negeri ini secara otomatis menjadi lawan bagi kepentingan Amerika dan layak dilabeli sebagai teroris. Rezim yang berkuasa pun lebih nyaman melayani kepentingan asing daripada mengurusi rakyatnya sendiri. Banyak orang mengatakan Syariah dan Khilafah adalah ancaman NKRI, orang yang mengatakan bahwa Syariah dan Khilafah adalah ancaman sesungguhnya orang yang takut hukum Islam diterapkan.
Oleh: Ilham Effendi - Malang
Menengok ke belakang, napak tilas sejarah umat Islam di Indonesia, masuknya Islam ke Nusantara ini tanpa peperangan, berarti dengan cara damai, dengan kata lain Islam masuk di nusantara dengan munculnya kerajaan kerajaan islam,dan kemudian berkembang setelah masa kerajaan hindu dan budha diterima tanpa ada bentuk penjajahan. Lalu yang dijajah -+ 350 th oleh belanda dengan misi Gold gospel glory siapa? Anda Benar, Penjajah.
Rahasia umum di antara orang/pejabat Belanda bahwa banyak sultan di Indonesia memberikan baiat (sumpah kesetiaan dan kepatuhan)-nya kepada Khalifah di Istanbul. Dengan itu secara efektif membuat kaum Muslim menjadi warga negara Khilafah (Negara Islam). Kaum Muslim di Aceh adalah yang paling menyadari akan status mereka. Koran Sumatera Post menulis tentang ini pada tahun 1922, “Sesungguhnya kaum Muslim Aceh mengakui Khalifah di Istanbul.”
Bukan hanya itu, mereka juga mengakui fakta bahwa tanah mereka adalah bagian dari Negara Islam. Ini adalah salah satu alasan atas perlawanan sengit mereka melawan Belanda. Sebagaimana yang diakui Koran Sumatra Post tahun 1922: “Pada hari ini, serangan-serangan atas kami menjadi hal penting karena merupakan sikap mentalitas atas ide Perang Suci (jihad fi sabilillah, pen.)“.
Khalifah juga mengirimkan perwakilannya ke Indonesia untuk mendukung kaum Muslim. Koran Het Nieuws van den Dag, misalnya, melaporkan tentang seorang konsul dari Khalifah di Batavia bahwa dia mendukung gerakan mengembalikan Islam (Khilafah, pen.): “Di Indonesia hanya ada satu konsul, yakni di Batavia, dan dia telah menunjukkan antusiasme yang besar bagi gerakan mengembalikan Islam. Oleh karena itu, pemerintah memintanya untuk diganti.”
Koran yang sama menginformasikan kepada pembacanya pada tahun 1912 bahwa Khalifah mengirimkan misi rahasia ke Indonesia untuk mendukung kaum Muslim Indonesia, “Konsul Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintah bahwa utusan rahasia Muhammedan telah dikirim dari Turki ke Indonesia yang dikuasai Belanda, dengan tugas memotivasi orang-orang Islam (untuk memberontak kepada penjajah).”
Begitulah suasana dan semangat perjuangan para tokoh Islam pada masa pendudukan penjajah Belanda untuk mengembalikan syariah Islam dalam ranah politik. Apa yang ditulis oleh koran-koran pada waktu itu, baik koran lokal Indonesia maupun koran yang terbit di Belanda, ternyata secara gamblang menunjukkan bahwa pada masa pendudukan penjajah Belanda telah terjalin hubungan yang baik bangsa Nusantara dengan Khilafah Turki Utsmani. Bukan hanya hubungan ‘pertemanan’ namun lebih dari itu yakni hubungan ‘kenegaraan’. Oleh karena itu, perjuangan formalisasi syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan bukanlah perjuangan individual para tokoh-tokoh, namun merupakan perjuangan yang di- back up langsung oleh institusi Khilafah di Turki saat itu.
Dari sekilas paparan di atas nampak jelas bahwa sejak awal Bumi Nusantara punya hubungan erat dengan Khilafah. Tatkala Khilafh Utsmaniyah tumbang, para pemuka Islam di Nusantara berlomba-lomba untuk berkontri-busi dalam mengembalikan tegaknya Khilafah, termasuk di dalamnya perjuangan untuk menjadikan syariah Islam menjadi dasar dan sumber hukum di negeri ini pada saat awal-awal pebentukan negara Indonesia.
Sekarang, lebih dari 70 tahun Indonesia merdeka, pada kenyataannya mayoritas umat islam di Indonesia dan bahkan umat islam di dunia harus teraniaya dalam kungkungan kapitalisme. Hingga kini Umat Islam masih harus rela mendapatkan stigma negatif akan tuduhan tidak toleran ,radikal, fundamental,dan lain sebagainya.
Euforia Reformasi yang didengungkan sejak awal kejatuhan Orde Baru ternyata berdampak luas di tengah masyarakat Indonesia. Tidak hanya arus kebebasan, HAM dan demokratisasi pada semua sendi kehidupan. Dampak arus Liberalisme ini menyinggung pula tatanan kehidupan umat beragama, khususnya umat Muslim.
Atas nama HAM dan kebebasan berkeyakinan, ide-ide, pemahaman dan keyakinan keimanan umat Islam diracuni dengan pemahaman ide-ide Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme). Kaum Muslim Indonesia pun direcoki dengan keberadaan sekte-sekte sesat dan menyesatkan seperti Ahmadiyah.
Selain itu, negeri Muslim terbesar ini pun tiba-tiba sibuk dengan kampanye Global War on Terrorism yang diusung AS sejak pemerintahan George W. Bush. Pemerintah pun manut saja mengikuti skenario AS dengan menjadikan Islam dan umatnya sebagai sasaran tembak perang melawan teroris. Bahkan untuk mendefinisikan teror, terorisme dan siapa teroris, pemerintah mengikuti kebijakan politik luar negeri negara adidaya itu, yang dikenal dengan Doktrin Wolfowitz. Doktrin ini adalah modifikasi Protocols of Zion yang dirancang oleh Paul Abraham Wolfowitz, mantan duta besar AS untuk Indonesia pada masa pemerintahan Habibie dan Gus Dur.
Melalui doktrin ini pula, umat Islam yang berpegang teguh dengan syariah Islam dan yang berusaha memperjuangkan penegakkan syariah Islam di negeri ini secara otomatis menjadi lawan bagi kepentingan Amerika dan layak dilabeli sebagai teroris. Rezim yang berkuasa pun lebih nyaman melayani kepentingan asing daripada mengurusi rakyatnya sendiri. Banyak orang mengatakan Syariah dan Khilafah adalah ancaman NKRI, orang yang mengatakan bahwa Syariah dan Khilafah adalah ancaman sesungguhnya orang yang takut hukum Islam diterapkan.
Oleh: Ilham Effendi - Malang
0 Response to "Khilafah Tegak di Indonesia, Why Not!"
Post a Comment