Benarkah Luhut “Perdana” Menteri Indonesia? Ini Bukti-buktinya
Dakwah Media - Indonesia saat ini menggunakan sistem presidentil, dimana Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam sistem ini, presiden mempunyai hak yang lebih luas sebagai wakil negara ke luar dan kepala pemerintahan ke dalam. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dibantu Wakil Presiden. Jika Presiden berhalangan maka Wakil Presiden bisa mengambil alih tugas.
Namun, Indonesia pernah mengalami adanya jabatan perdana menteri, dimulai sejak Kabinet Sjahrir I yang diketuai oleh Sutan Syahrir pada tanggal 14 November 1945, dan diakhiri oleh Kabinet Djuanda pada tanggal 10 Juli 1959 yang dipimpin oleh Djuanda Kartawidjaja dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Setelah tahun 1959, Indonesia tidak pernah lagi mempunyai perdana menteri. Baik era orde baru hingga reformasi, dari pemilihan Presiden melalui parlemen hingga pemilihan langsung. Perdana menteri adalah ketua menteri atau seseorang yang mengepalai sebuah kabinet. Biasanya dijabat oleh seorang politikus, walau di beberapa negara, perdana menteri dijabat oleh militer. Dalam banyak sistem, perdana menteri berhak memilih dan memberhentikan anggota kabinetnya, dan memberikan alokasi jabatan tersebut ke orang yang dipilihnya, baik itu karena kesamaan partai maupun faksi politik.
Artinya, posisi perdana menteri sangatlah strategis dan menentukan dalam jalannya roda pemerintahan. Jika di sederhanakan bos nya para menteri, dan mengurusi semua kerjaan menteri. Mulai dari ekonomi, pembangunan, sosial hingga keamanan. Semua akan direcoki oleh sang perdana menteri. Jika terjadi sesuatu didalam negeri, dia yang bertanggungjawab.
Dalam era kepemimpinan Presiden Jokowi, sistem pemerintahan masih belum berganti (Presidentil). Tapi ciri-cirinya adanya Perdana Menteri dalam kabinet Jokowi terlihat ada. Dimana seorang menteri terkesan terlibat dalam lintas kementerian dan mengomentari bukan bidangnya. Sosok tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.
Meski kewenangannya dibatasi untuk mengurus terkait dengan kemaritiman dan kementerian dibawahnya. Tapi Luhut acap kali terlibat dalam urusan yang diluar dari hak dan wewenangnya. Misalnya Luhut ditunjuk Presiden Jokowi menjadi penanggung jawab penyelenggaraan International Monetary Fund (IMF)-World Bank (WB) Annual Meeting 2018.
Namanya juga pertemuan IMF, tentu mengurusi tentang ekonomi atau tepatnya keuangan. Kenapa bukan Menko Perekonomian atau Menteri Keuangan yang menjadi ketua panitia. Kenapa Jokowi harus menunjuk menteri yang punya kewenangan lain, dan track recordnya Luhut juga bukan ahli dibidang ekonomi. Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengungkapkan, Annual Meeting World Bank-IMF yang digelar pada 2018 adalah pertemuan ekonomi tingkat dunia, yang dihadiri oleh delegasi dari negara-negara di dunia. Oleh karena itu, penunjukkan Luhut sebagai pimpinan sidang sangatlah tidak tepat.
“Ya kalau menurut saya begini, pertama ini kan acara ekonomi dunia, kemudian menteri bidang perekonomian terkait. Tetapi kalau kita lihat posisinya tidak tepat nih untuk Pak Luhut,” katanya saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (6/3/2017).
Jika keputusan Jokowi untuk menunjuk Luhut sebagai pimpinan sidang World Bank-IMF akibat ketidakpuasan Jokowi terhadap kinerja kementerian di bidang perekonomian. Kenapa tidak mengganti menteri tersebut, dan menugasi sosok yang lebih tepat. Dengan menunjuk Luhut, sama saja tidak menghargai sosok ahli dibidang ekonomi. Atau dugaan tentang Luhut dijadikan sebagai perdana menteri benar adanya.
Tidak soal kepanitiaan saja, Luhut juga berulangkali mengomentari hal-hal terkait bidang ekonomi. Malahan Luhut terkesan lebih dominan dibandingkan Wapres Jusuf Kalla dalam mengurusi perekonomian. Padahal JK adalah sosok paling berpengalaman dibidang tersebut. Baik saat masih jadi pengusaha, menteri dan Wapres di era SBY.
Keterlibatan Luhut dalam bidang lain juga terlihat saat dirinya mendampingi Jokowi dalam pertemuan yang seharusnya lebih tepat jika Menteri lain. Contoh saja saat pertemuan dengan Prabowo, saat itu pembahasannya lebih kepada politik dan keamanan. Saat itu seharusnya Wiranto yang mendampingi Jokowi, karena posisinya sebagai Menko Polhukam. Namun malah Luhut yang hadir dan menunjukkan perannya.
Selain itu, saat Ahok dan tim kuasanya hukumnya memperlakukan Ketua MUI kurang etis, dan menimbulkan keresahan. Luhut dengan sigap datang dan meminta maaf kepada KH Ma’ruf Amin meski dia beralasan untuk silaturahmi. Agak aneh saja tiba-tiba Luhut datang kerumah Ma’ruf Amin malam hari, dan mendinginkan suasana. Luhut datang dengan didamping Kapolda dan Pangdam, kedua pejabat tingkat DKI tersebut seharusnya bukan dibawah kendali Luhut.
Terkait BUMN, Luhut juga pernah berkomentar. Padahal sangat jelas itu bukan ranahnya, tapi Luhut mempertontonkan bagaimana pengaruhnya di Kabinet Jokowi. Muncul dugaan level Luhut lebih tinggi dibanding JK sebagai orang yang dipercaya Jokowi. JK sebagai Wapres tinggal menjadi simbol tanpa mempunyai kekuasaan yang luas.
Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah Indonesia sudah punya Perdana Menteri sekarang?
Oleh: Febriansyah [ptc]
Namun, Indonesia pernah mengalami adanya jabatan perdana menteri, dimulai sejak Kabinet Sjahrir I yang diketuai oleh Sutan Syahrir pada tanggal 14 November 1945, dan diakhiri oleh Kabinet Djuanda pada tanggal 10 Juli 1959 yang dipimpin oleh Djuanda Kartawidjaja dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Setelah tahun 1959, Indonesia tidak pernah lagi mempunyai perdana menteri. Baik era orde baru hingga reformasi, dari pemilihan Presiden melalui parlemen hingga pemilihan langsung. Perdana menteri adalah ketua menteri atau seseorang yang mengepalai sebuah kabinet. Biasanya dijabat oleh seorang politikus, walau di beberapa negara, perdana menteri dijabat oleh militer. Dalam banyak sistem, perdana menteri berhak memilih dan memberhentikan anggota kabinetnya, dan memberikan alokasi jabatan tersebut ke orang yang dipilihnya, baik itu karena kesamaan partai maupun faksi politik.
Artinya, posisi perdana menteri sangatlah strategis dan menentukan dalam jalannya roda pemerintahan. Jika di sederhanakan bos nya para menteri, dan mengurusi semua kerjaan menteri. Mulai dari ekonomi, pembangunan, sosial hingga keamanan. Semua akan direcoki oleh sang perdana menteri. Jika terjadi sesuatu didalam negeri, dia yang bertanggungjawab.
Dalam era kepemimpinan Presiden Jokowi, sistem pemerintahan masih belum berganti (Presidentil). Tapi ciri-cirinya adanya Perdana Menteri dalam kabinet Jokowi terlihat ada. Dimana seorang menteri terkesan terlibat dalam lintas kementerian dan mengomentari bukan bidangnya. Sosok tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.
Meski kewenangannya dibatasi untuk mengurus terkait dengan kemaritiman dan kementerian dibawahnya. Tapi Luhut acap kali terlibat dalam urusan yang diluar dari hak dan wewenangnya. Misalnya Luhut ditunjuk Presiden Jokowi menjadi penanggung jawab penyelenggaraan International Monetary Fund (IMF)-World Bank (WB) Annual Meeting 2018.
Namanya juga pertemuan IMF, tentu mengurusi tentang ekonomi atau tepatnya keuangan. Kenapa bukan Menko Perekonomian atau Menteri Keuangan yang menjadi ketua panitia. Kenapa Jokowi harus menunjuk menteri yang punya kewenangan lain, dan track recordnya Luhut juga bukan ahli dibidang ekonomi. Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengungkapkan, Annual Meeting World Bank-IMF yang digelar pada 2018 adalah pertemuan ekonomi tingkat dunia, yang dihadiri oleh delegasi dari negara-negara di dunia. Oleh karena itu, penunjukkan Luhut sebagai pimpinan sidang sangatlah tidak tepat.
“Ya kalau menurut saya begini, pertama ini kan acara ekonomi dunia, kemudian menteri bidang perekonomian terkait. Tetapi kalau kita lihat posisinya tidak tepat nih untuk Pak Luhut,” katanya saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (6/3/2017).
Jika keputusan Jokowi untuk menunjuk Luhut sebagai pimpinan sidang World Bank-IMF akibat ketidakpuasan Jokowi terhadap kinerja kementerian di bidang perekonomian. Kenapa tidak mengganti menteri tersebut, dan menugasi sosok yang lebih tepat. Dengan menunjuk Luhut, sama saja tidak menghargai sosok ahli dibidang ekonomi. Atau dugaan tentang Luhut dijadikan sebagai perdana menteri benar adanya.
Tidak soal kepanitiaan saja, Luhut juga berulangkali mengomentari hal-hal terkait bidang ekonomi. Malahan Luhut terkesan lebih dominan dibandingkan Wapres Jusuf Kalla dalam mengurusi perekonomian. Padahal JK adalah sosok paling berpengalaman dibidang tersebut. Baik saat masih jadi pengusaha, menteri dan Wapres di era SBY.
Keterlibatan Luhut dalam bidang lain juga terlihat saat dirinya mendampingi Jokowi dalam pertemuan yang seharusnya lebih tepat jika Menteri lain. Contoh saja saat pertemuan dengan Prabowo, saat itu pembahasannya lebih kepada politik dan keamanan. Saat itu seharusnya Wiranto yang mendampingi Jokowi, karena posisinya sebagai Menko Polhukam. Namun malah Luhut yang hadir dan menunjukkan perannya.
Selain itu, saat Ahok dan tim kuasanya hukumnya memperlakukan Ketua MUI kurang etis, dan menimbulkan keresahan. Luhut dengan sigap datang dan meminta maaf kepada KH Ma’ruf Amin meski dia beralasan untuk silaturahmi. Agak aneh saja tiba-tiba Luhut datang kerumah Ma’ruf Amin malam hari, dan mendinginkan suasana. Luhut datang dengan didamping Kapolda dan Pangdam, kedua pejabat tingkat DKI tersebut seharusnya bukan dibawah kendali Luhut.
Terkait BUMN, Luhut juga pernah berkomentar. Padahal sangat jelas itu bukan ranahnya, tapi Luhut mempertontonkan bagaimana pengaruhnya di Kabinet Jokowi. Muncul dugaan level Luhut lebih tinggi dibanding JK sebagai orang yang dipercaya Jokowi. JK sebagai Wapres tinggal menjadi simbol tanpa mempunyai kekuasaan yang luas.
Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah Indonesia sudah punya Perdana Menteri sekarang?
Oleh: Febriansyah [ptc]
0 Response to "Benarkah Luhut “Perdana” Menteri Indonesia? Ini Bukti-buktinya"
Post a Comment