-->

Duh, Demokrasi Muahal Bingits Ya Sodara…



Dakwah Media - “logika liniernya para kontestan membutuhkan dana dari pemodal untuk mencukupi kebutuhan pemenangannya, terjadilah ‘simbiosis mutualisme’, wajar jika kebijakan politisi akan diarahkan pada pemilik modal. Biaya politik yang mahal untuk pemenangan sampai terpilih menjadi pejabat publik merupakan faktor praktik korupsi di Indonesia sulit turun” Ainun Dawaun Nufus (pengamat sosial politik).

Pemilu Kepala Daerah (Pilkada)  serentak telah usai. Keberlangsungan Pilkada ini sempat menguras energi warga Negara Indonesia secara umum. Apalagi PILKADA DKI Jakarta yang energi panasnya terasa sampai kepelosok daerah hingga kepuncak bukit dan kedasar lembah,  saking gencarnya pemberitaan oleh media elektronik. Pilkada serentak awal tahun ini tidak tanggung-tanggung dikuti oleh 101 daerah seluruh Nusantara,  meskipun di Jawa Timur sendiri cuma satu daerah yang melaksanakan pilkada yaitu Kota Batu saja.

Related

Bahkan dana yang tersedot dari acara ini mencapai 4,2 trilyun rupiah, bila dibagi secara merata, masing-masing kabupaten/kota setara dengan Rp 26 miliar, kecamatan setara dengan Rp 3 miliar dan desa/keluaran sebesar Rp 150 juta. Sebagian besar dana digunakan untuk membayar honor penyelenggara, memproduksi logistik seperti surat suara dan membiayai kampanye pasangan calon. "Apabila dihitung secara sederhana, maka setiap orang yang mempunyai hak pilih pada 15 Pebruari nanti berbiaya sebesar Rp 105.000," (www.pikiran-rakyat.com 8/11/2016).

Dari mana dana sebesar itu didapat oleh pemerintah? Tidak lain dan tidak bukan diambil dari pajak yang dibayar oleh rakyat. Lagi-lagi rakyat yang dijadikan sebagai alat untuk mengeruk uang. Namun apa balasan yang diberikan oleh para padangan calon yang terpilih menjadi pemimpin daerah?  Dana sebesar 4,2 trilyun rupiah itu tidak termasuk biaya kampanye pasangan calon peserta Pilkada.

Calon peserta pilkada baik Bupati, Walikota maupun Gubernur, biaya yang harus dikeluarkan untuk menggelar pilkada di seluruh Indonesia mencapai Rp 23,180 triliun. Asumsinya seorang cagub rata-rata mengeluarkan Rp 25 miliar dan seorang calon Bupati/Walikota mengeluarkan dana berkisar Rp 10 miliar. Sehingga, total dana yang keluarkan sebagai biaya politik selama lima tahun mencapai Rp 190,488 triliun. (m-kaskus.co.id).

Belum lagi pileg dan pilpres. Setidaknya, menurut Donny, pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2009 lalu butuh Rp 7 triliun untuk menggoda hati 70 juta pemilih.Donny Tjahja Rimbawan, pengamat politik Universitas Indonesia yang disertasinya menggarap soal dana kampanye para capres pada Pemilu 2009.  Donny menjelaskan asumsi 70 juta pemilih yang digunakannya adalah berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pilpres yang menggariskan bahwa pasangan capres-cawapres dapat dikatakan menang jika sanggup mengantongi 70 juta suara atau 2/3 dari seluruh provinsi di Indonesia. “Menghitungnya gampang saja, kalau totalnya 70 juta dikali Rp 100 ribu saja kan sudah Rp 7 triliun yang mesti dikeluarkan para capres. Rp 100 ribu itu lantas digambarkan dalam bentuk uang tapi bisa dalam bentuk sembako, sarung atau kerudung. Itu baru untuk menggoda pemilih secara langsung, belum termasuk biaya spanduk, stiker, kaos, biaya perjalanan, pengumpulan massa dan biaya insidental lainnya, maka bisa lebih dari Rp 7 triliun,” terang Donny.(m-kaskus.co.id).

Pada pilpres  2014, biaya yang digelontorkan pemerintah mencapai 7,9 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk pengadaan barang dan jasa keperluan logistik pemilu, bimbingan teknis pemungutan suara dan perhitungan suara, fasilitas kampanye, pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara, serta rekapitulasi perhitungan suara dan penetapan hasil pemilu pilpres.

Mahalnya biaya pesta demokrasi lima tahunan tidak hanya dalam gelaran pilpres, tetapi dalam berbagai event pesta demokrasi lainnya. Di Pemilu Legislatif, para caleg juga harus merogoh kocek dalam, untuk meraih kursi DPR, DPD dan DPRD. Partai politik dan politisi memerlukan dana sangat besar untuk modal dalam pemilu.

Dengan biaya yang sangat mahal dari mana pemerintah mendapatkan Sumber dana instan,  tidak berbelit dan terus mengalir?  Ternyata pemerintah tetap mengandalkan pajak sebagai Sumber keuangan utama. Ibaratnya rakyat ini seperti makan buah simalakama, dimakan mati tidak dimakan pun mati. Kalo dalam film warkop diberi judul maju kena mundur kena. Lagi dan lagi rakyat yang harus memikul dana pesta demokrasi itu. Kita paham bahwa yang namanya pesta tidak jauh dari menghamburkan uang dan foya-foya  belaka. Hasilnya adalah aktivitas yang sia-sia.

Berapalah gaji seorang anggota legislatif ataupun kepala daerah,  jika biaya yang dikeluarkan sebagai mahar untuk bisa membuatnya memangku jabatan lebih tinggi dari gajinya selama lima tahun,  maka dari mana mereka bisa balik modal. sistem demokrasi ini melahirkan kebijakan yang jauh dari kepentingan rakyat. Yang terpenting adalah kepentingan pemilik modal. Mengurangi bahkan menghapuskan hak rakyat yang diklaim disubsidi oleh negara. Disisi lain privatisasi dan pasar bebas telah menjadi alat bagi negara-negara imperialis asing merampok kekayaan alam kita yang sesungguhnya merupakan milik rakyat. Maka tidak heran kalau kita menyaksikan orde ke orde menghasilkan kebijakan yang justru melegitimasi kebijakan liberal.

Oleh: Endah Sulistiowati (Dir.  Muslimah Voice) 
Plis Like Fanpage Kami ya

Related Posts

0 Response to "Duh, Demokrasi Muahal Bingits Ya Sodara…"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close