KITA TELAH TERSESAT (LAGI) !
Dakwah Media - Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
Hari ini kita telah tersesat ! Al-Quran tidaklah lagi diindahkan isi-isinya. Apa yang kemudian hari ini kita rasakan tidaklah bersumber dari narasi-narasi kitab suci. Apa yang menjadi nafas hidup kita bukanlah didorong atas pompaan "jantung" dari ayat-ayat pencipta. Apalagi kita telah berani mencampakkannya, membelakanginya, dan tidak merujuk kepadanya. Sungguh kita telah tersesat !
Kita Di-"Hantui" Kesesatan
Agama ingin dipisahkan dari politik. Sebuah narasi yang berani bagi yang mengaku dirinya seorang muslim. Padahal perkara iman dan usaha mengembalikan semuanya kepada Allah dan Rasul-Nya telah termaktub dalam Kalam Ilahi. QS. An-Nisa : 59 telah menjelaskan sikap sejati seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir untuk mengembalikan suatu perkara kepada pencipta, Rasul, ketika mereka bertanazu', berselisih/berdebat.
Ketika mengurusi (ri'ayah), agama berperan penting menjadikan manusia menyerahkan hukum bukan kepada akalbudinya. Tapi kepada wahyu ilahi yang disampaikan di dalam mu'jizat nabi (Al-Qur'an) untuk diimplementasi. Suatu martabat tidak akan tercipta bila agama tidak ikut campur dalam urusan politik.
Kini, Eropa, Amerika Serikat sebagai mercusuar ekopol dunia berada pada posisi sulit ketika urusan manusia diserahkan ke dalam hak-hak manusia. Kebebasan sudah sangat marak. Kerusakan pun tak dapat dihindarkan.
Dari sisi kepemimpinan, kita tahu, Machiavelli sebagai penulis "The Prince" sudah kembali muncul reinkarnasi-reinkarnasinya dalam wujud sifat dan sikap pemimpin pada hari ini. Pemimpin hanya mencari kekuasaan an sich.
Posisi atas ketersesatannya kita juga semakin terlihat ketika seorang muslim tidak tahu lagi mana musuh dan kawan. Dan kini menjadikan banyak sekali musuh dijadikan kawan untuk "bermesraan". Kerja sama 5 aspek dengan Prancis baru-baru ini menjadi bukti nyata bahwa penjajahan oleh musuh belum berhenti. Aspek-aspek strategis dimitrakan kepada musuh. Mengapa bisa demikian ? Al-Quran dan Sunnah Rasul tak jadi rujukan.
Begitupun isu yang juga hangat hari ini juga membuktikan bahwa kesesatan kita smua amatlah besar !. Ketika hukum tak lagi menjadi adil seadil-adilnya. Ketika hukum tumpul kepada penista agama. Dan keras terhadap penuntut hukum yang notabene juga ulama dan ahli dzikir.Terasa sekali, kita telah sesat dan sekali lagi telah sesat (lagi) !
Keberadaan kita pada posisi dhalal (sesat) itu begitu nyata. Dhalalan mubiinan (kesesatan yang nyata).
Berpegang Teguh pada Al-Quran
Kita sudah tau haditsnya bukan ? Perintah berpegang teguh pada Al-Quran. Kanjeng nabi mengatakan demikian yang saya cantumkan di awal tulisan ini. Kurang jelas apalagi ?
Sikap tamassaktum (berpegang teguhlah kalian) dengan 2 perkara (Al-Quran dan As-Sunnah) inilah yang menjadi kunci kita tidak tersesat. Ibarat kita sedang berkendara, kita senantiasa berpegang pada sabuk pengamanan kita. Atau pun ketika kita sedang terpeleset, maka pasti kita akan berusaha memegang erat benda yang kita pegang. Intinya memegang erat adalah usaha sungguh-sungguh agar kita tidak terjatuh, terpeleset, goyah, terpental-pental, dan sebagainya.
Kerena itu, sama halnya dengan kehidupan, mengurusi urusan rakyat, berhukum dan sebagainya, sangat tidak pantas ketika kita tidak berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah. Jangan sampai terjebak dalam asumsi-asumsi yang dibuat oleh manusia sendiri. Mengembalikan semuanya pada akalbudinya dan hawanya.
Apa yang menjadi panduan-panduan berpolitik, berekonomi, berpendidikan, dan sebagainya hari ini tidak berpegang pada kitab suci. Maka tidak heran, ketika politik ala machiavelli hidup kembali, ekonomi kapitalistik, pendidikan yang individualistik, budaya yang hedonistik, dan lain-lain. Kiranya kita harus menyegarkan kembali pikiran dan hidup kita untuk merujuk kepada firman-firman-Nya, Al-Quran dan tuntutan kanjeng nabi.
Jangan sampai kesesatan ini kita rasakan dan kita terlanjur merasa nyaman dan aman lalu kita menyesal kemudian..
Na'udzubillahi min dzaalik.
Sabtu, 1 April 2017
Oleh : Muhammad Alauddin Azzam
Related
Agama ingin dipisahkan dari politik. Sebuah narasi yang berani bagi yang mengaku dirinya seorang muslim. Padahal perkara iman dan usaha mengembalikan semuanya kepada Allah dan Rasul-Nya telah termaktub dalam Kalam Ilahi. QS. An-Nisa : 59 telah menjelaskan sikap sejati seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir untuk mengembalikan suatu perkara kepada pencipta, Rasul, ketika mereka bertanazu', berselisih/berdebat.
Ketika mengurusi (ri'ayah), agama berperan penting menjadikan manusia menyerahkan hukum bukan kepada akalbudinya. Tapi kepada wahyu ilahi yang disampaikan di dalam mu'jizat nabi (Al-Qur'an) untuk diimplementasi. Suatu martabat tidak akan tercipta bila agama tidak ikut campur dalam urusan politik.
Dari sisi kepemimpinan, kita tahu, Machiavelli sebagai penulis "The Prince" sudah kembali muncul reinkarnasi-reinkarnasinya dalam wujud sifat dan sikap pemimpin pada hari ini. Pemimpin hanya mencari kekuasaan an sich.
Posisi atas ketersesatannya kita juga semakin terlihat ketika seorang muslim tidak tahu lagi mana musuh dan kawan. Dan kini menjadikan banyak sekali musuh dijadikan kawan untuk "bermesraan". Kerja sama 5 aspek dengan Prancis baru-baru ini menjadi bukti nyata bahwa penjajahan oleh musuh belum berhenti. Aspek-aspek strategis dimitrakan kepada musuh. Mengapa bisa demikian ? Al-Quran dan Sunnah Rasul tak jadi rujukan.
Begitupun isu yang juga hangat hari ini juga membuktikan bahwa kesesatan kita smua amatlah besar !. Ketika hukum tak lagi menjadi adil seadil-adilnya. Ketika hukum tumpul kepada penista agama. Dan keras terhadap penuntut hukum yang notabene juga ulama dan ahli dzikir.Terasa sekali, kita telah sesat dan sekali lagi telah sesat (lagi) !
Keberadaan kita pada posisi dhalal (sesat) itu begitu nyata. Dhalalan mubiinan (kesesatan yang nyata).
Berpegang Teguh pada Al-Quran
Kita sudah tau haditsnya bukan ? Perintah berpegang teguh pada Al-Quran. Kanjeng nabi mengatakan demikian yang saya cantumkan di awal tulisan ini. Kurang jelas apalagi ?
Sikap tamassaktum (berpegang teguhlah kalian) dengan 2 perkara (Al-Quran dan As-Sunnah) inilah yang menjadi kunci kita tidak tersesat. Ibarat kita sedang berkendara, kita senantiasa berpegang pada sabuk pengamanan kita. Atau pun ketika kita sedang terpeleset, maka pasti kita akan berusaha memegang erat benda yang kita pegang. Intinya memegang erat adalah usaha sungguh-sungguh agar kita tidak terjatuh, terpeleset, goyah, terpental-pental, dan sebagainya.
Kerena itu, sama halnya dengan kehidupan, mengurusi urusan rakyat, berhukum dan sebagainya, sangat tidak pantas ketika kita tidak berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah. Jangan sampai terjebak dalam asumsi-asumsi yang dibuat oleh manusia sendiri. Mengembalikan semuanya pada akalbudinya dan hawanya.
Apa yang menjadi panduan-panduan berpolitik, berekonomi, berpendidikan, dan sebagainya hari ini tidak berpegang pada kitab suci. Maka tidak heran, ketika politik ala machiavelli hidup kembali, ekonomi kapitalistik, pendidikan yang individualistik, budaya yang hedonistik, dan lain-lain. Kiranya kita harus menyegarkan kembali pikiran dan hidup kita untuk merujuk kepada firman-firman-Nya, Al-Quran dan tuntutan kanjeng nabi.
Jangan sampai kesesatan ini kita rasakan dan kita terlanjur merasa nyaman dan aman lalu kita menyesal kemudian..
Na'udzubillahi min dzaalik.
Sabtu, 1 April 2017
Oleh : Muhammad Alauddin Azzam
Plis Like Fanpage Kami ya
0 Response to "KITA TELAH TERSESAT (LAGI) !"
Post a Comment