Reklamasi Bentuk Penjajahan Cina terhadap Pribumi Melalui Aktor Utama Negara, Taipan & Antek-Anteknya
Dakwah Media - Proyek reklamasi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia termasuk reklamasi Teluk Jakarta diduga bentuk penjajahan Republik Rakyat Cina (RRC) terhadap rakyat pribumi, melalui aktor utama Negara dan para taipan serta antek-anteknya.
Begitu disampaikan ketua Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia, Yudi Syamhudi Suyuti, dalam keterangan elektronik, Sabtu (13/5).
Menurut Yudi proyek reklamasi Teluk Jakarta yang bermasalah saat ini, dimana terdiri dari 17 pulau, setelah diselidiki oleh beberapa ahli dari segala bidang terkait, merupakan proyek yang selain merusak lingkungan hidup, penggusuran warga masyarakat sekitar yang kehilangan sumber kehidupannya sebagai nelayan juga menjadi ancaman sangat serius di Indonesia.
"Ancaman sangat serius ini menyangkut kejahatan berat kemanusiaan berupa pintu masuk utama penjajahan Bangsa Cina (RRC) atas Bangsa Indonesia yang diberikan oleh aktor-aktor utama negara dan para taipan konglomerat sebagai agen-agen imperialisnya," kata Yudi.
Dirinya menyatakan proyek reklamasi Teluk Jakarta sebagai pintu masuk utama proyek penjajahan terkait konstruksi dan rangkaian pengepungan jalur wilayah dari sabang sampai merauke, melalui mega proyek pembangunan infrastruktur yang di operasikan oleh Presiden Joko Widodo beserta instrumen dan jaringan-jaringan kekuasaannya sejak menjabat pada tahun2014.
"Proyek-proyek ini saling terelasi termasuk proyek-proyek reklamasi selain dari Teluk Jakarta seperti reklamasi Banten, reklamasi Bali, pembangunan tol laut, kereta cepat Jawa Barat, trans Sumatera, beberapa pelabuhan dan berbagai proyek infrastruktur lainnya," kata Yudi.
Sehingga, proyek reklamasi Teluk Jakarta adalah puncak dari pencapaian penjajahan Cina atas Indonesia. Hal ini dikarenakan posisi Jakarta sebagai Ibukota Negara Indoensia sekaligus sebagai sentral kekuatan politik, sosial, ekonomi-kapital, budaya, keamanan, dan pertahanan.
Proyeksi penjajahan terbuka ini tidak terlepas dari tahapan penguasaan politik Jakarta pada 2012, dimana pasangan Jokowi-Ahok terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Akan tetapi, kata dia, konsolidasi untuk penguasaan wilayah nasional dari mulai Negara (sistem/teritori-state) dan Negeri (wilayah bangsa pribumi/hak-hak adat country), hingga tercapainya kekuasaan atas sumber-sumber kemakmuran dan kehidupan rakyat Indonesia saat ini telah berproses bertahun-tahun.
"Dan puncaknya adalah penguasaan politik, yaitu ketika Jokowi berada pada posisi kekuasaan Presiden dan Ahok berada pada posisi Gubernur DKI Jakarta," ujar dia.
"Dan untuk mencapai kedudukan superior politiknya, dimana bangsa Cina yang berwarga negara Indonesia, pada Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017, Ahok diajukan kembali sebagai calon petahana berpasangan dengan Djarot. Namun pada akhirnya Ahok gagal mencapai kekuasaan politiknya kembali, karena dikalahkan oleh penantangnya pasangan Anies-Sandi," ucapanya.
Menurut pandangannya, tujuan diajukannya Ahok sebagai salah satu calon petahana, agar dirinya bisa menjadi gubernur dengan legitimasi rakyat secara penuh melalui proses demokrasi, meskipun menggunakan berbagai cara rekayasa, konspirasi dan segala cara, termasuk berusaha melakukan kecurangan.
Akan tetapi, meskipun Ahok gagal menjadi Gubernur DKI Jakarta, ambisi Jokowi dan para taipan konglomerat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara bagian Cina tetap konsisten. Dan persoalan reklamasi Teluk Jakarta masih menjadi tujuan utama kepentingan kekuasaan Jokowi dan para taipan konglomerat.
"Meskipun proyek reklamasi Teluk Jakarta termasuk proyek illegal dengan menabrak aturan-aturan hukum yang berlaku, dan sempat diberhentikan oleh Pemerintah Pusat, saat Dr. Rizal Ramli menjadi Menko Maritim, serta dikalahkan oleh gugatan masyarakat nelayan bersama WALHI yang aliansinya bernama Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Akan tetapi pada saat Luhut Binsar Panjaitan menggantikan Dr. Rizal Ramli, proyek reklamasi Teluk Jakarta ini dibuka kembali," kata Yudi.
Dari data yang kami peroleh, lanjutnya, tetap dipaksakannya proyek ini berjalan adalah karena telah mengucur modal finansial dalam pelaksanaan proyek ini dalam jumlah besar. Selain itu, meski secara hukum masih terjadi sengketa, akan tetapi kapling tanah di pulau buatan tersebut telah habis terjual.
"Pemerintah Cina juga telah banyak mengucurkan bantuan utang pada pemerintah Jokowi untuk merealisasikan mega proyek infrastrukturnya termasuk proyek politik pencalonan Ahok menjadi Gubernur DKI 2017 yang gagal," pungkas Yudi. [rmol]
Begitu disampaikan ketua Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia, Yudi Syamhudi Suyuti, dalam keterangan elektronik, Sabtu (13/5).
Menurut Yudi proyek reklamasi Teluk Jakarta yang bermasalah saat ini, dimana terdiri dari 17 pulau, setelah diselidiki oleh beberapa ahli dari segala bidang terkait, merupakan proyek yang selain merusak lingkungan hidup, penggusuran warga masyarakat sekitar yang kehilangan sumber kehidupannya sebagai nelayan juga menjadi ancaman sangat serius di Indonesia.
"Ancaman sangat serius ini menyangkut kejahatan berat kemanusiaan berupa pintu masuk utama penjajahan Bangsa Cina (RRC) atas Bangsa Indonesia yang diberikan oleh aktor-aktor utama negara dan para taipan konglomerat sebagai agen-agen imperialisnya," kata Yudi.
Dirinya menyatakan proyek reklamasi Teluk Jakarta sebagai pintu masuk utama proyek penjajahan terkait konstruksi dan rangkaian pengepungan jalur wilayah dari sabang sampai merauke, melalui mega proyek pembangunan infrastruktur yang di operasikan oleh Presiden Joko Widodo beserta instrumen dan jaringan-jaringan kekuasaannya sejak menjabat pada tahun2014.
"Proyek-proyek ini saling terelasi termasuk proyek-proyek reklamasi selain dari Teluk Jakarta seperti reklamasi Banten, reklamasi Bali, pembangunan tol laut, kereta cepat Jawa Barat, trans Sumatera, beberapa pelabuhan dan berbagai proyek infrastruktur lainnya," kata Yudi.
Sehingga, proyek reklamasi Teluk Jakarta adalah puncak dari pencapaian penjajahan Cina atas Indonesia. Hal ini dikarenakan posisi Jakarta sebagai Ibukota Negara Indoensia sekaligus sebagai sentral kekuatan politik, sosial, ekonomi-kapital, budaya, keamanan, dan pertahanan.
Proyeksi penjajahan terbuka ini tidak terlepas dari tahapan penguasaan politik Jakarta pada 2012, dimana pasangan Jokowi-Ahok terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Akan tetapi, kata dia, konsolidasi untuk penguasaan wilayah nasional dari mulai Negara (sistem/teritori-state) dan Negeri (wilayah bangsa pribumi/hak-hak adat country), hingga tercapainya kekuasaan atas sumber-sumber kemakmuran dan kehidupan rakyat Indonesia saat ini telah berproses bertahun-tahun.
"Dan puncaknya adalah penguasaan politik, yaitu ketika Jokowi berada pada posisi kekuasaan Presiden dan Ahok berada pada posisi Gubernur DKI Jakarta," ujar dia.
"Dan untuk mencapai kedudukan superior politiknya, dimana bangsa Cina yang berwarga negara Indonesia, pada Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017, Ahok diajukan kembali sebagai calon petahana berpasangan dengan Djarot. Namun pada akhirnya Ahok gagal mencapai kekuasaan politiknya kembali, karena dikalahkan oleh penantangnya pasangan Anies-Sandi," ucapanya.
Menurut pandangannya, tujuan diajukannya Ahok sebagai salah satu calon petahana, agar dirinya bisa menjadi gubernur dengan legitimasi rakyat secara penuh melalui proses demokrasi, meskipun menggunakan berbagai cara rekayasa, konspirasi dan segala cara, termasuk berusaha melakukan kecurangan.
Akan tetapi, meskipun Ahok gagal menjadi Gubernur DKI Jakarta, ambisi Jokowi dan para taipan konglomerat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara bagian Cina tetap konsisten. Dan persoalan reklamasi Teluk Jakarta masih menjadi tujuan utama kepentingan kekuasaan Jokowi dan para taipan konglomerat.
"Meskipun proyek reklamasi Teluk Jakarta termasuk proyek illegal dengan menabrak aturan-aturan hukum yang berlaku, dan sempat diberhentikan oleh Pemerintah Pusat, saat Dr. Rizal Ramli menjadi Menko Maritim, serta dikalahkan oleh gugatan masyarakat nelayan bersama WALHI yang aliansinya bernama Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Akan tetapi pada saat Luhut Binsar Panjaitan menggantikan Dr. Rizal Ramli, proyek reklamasi Teluk Jakarta ini dibuka kembali," kata Yudi.
Dari data yang kami peroleh, lanjutnya, tetap dipaksakannya proyek ini berjalan adalah karena telah mengucur modal finansial dalam pelaksanaan proyek ini dalam jumlah besar. Selain itu, meski secara hukum masih terjadi sengketa, akan tetapi kapling tanah di pulau buatan tersebut telah habis terjual.
"Pemerintah Cina juga telah banyak mengucurkan bantuan utang pada pemerintah Jokowi untuk merealisasikan mega proyek infrastrukturnya termasuk proyek politik pencalonan Ahok menjadi Gubernur DKI 2017 yang gagal," pungkas Yudi. [rmol]
0 Response to "Reklamasi Bentuk Penjajahan Cina terhadap Pribumi Melalui Aktor Utama Negara, Taipan & Antek-Anteknya"
Post a Comment