Mungkin Suatu Hari Kita Akan Memaklumi Menteri Dari Kaum Homoseks
Oleh: AU Shalahuddin Z
BULAN April 2014, sejumlah organisasi perempuan mengancam akan mengumpulkan surat protes dengan majunya Aceng Fikri menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Jawa Barat.
Surat protes disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat dan KPUD Jawa Barat menyusul lolosnya Aceng Fikri ke Senayan. Berdasarkan hasil rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jawa Barat.
Aceng Fikri meraih 1.139.556 suara, berada sedikit di bawah pelawak Oni, rekan Sule di grup lawak SOS yang memperoleh 2.167.485 suara.
Salah satu aktivis LSM Perempuan Magenta Legal, Research and Advocacy, Yohanna Tantria Wardhani menyatakan akan memulai mengumpulkan dukungan dari berbagai lembaga dan perseorangan untuk memprotes ini.
Tekanan pada Aceng Fikri banyak dilakukan aktivis perempuan. Sebelumnya, aktivis feminis Julia Suryakusuma menyebut kasus Aceng Fikri baik bagi kampanye hak perempuan.
Menurutnya, Aceng Fikri jelas tidak layak menjadi pemimpin, karena selain melanggar etika, dia juga melanggar hukum. Dia memperlakukan perempuan dengan buruk: menceraikan istri lewat SMS karena dituduh tidak perawan lagi. Memangnya itu kulkas atau microwave?,” dikutip media Jerman, Deutsche Welle dengan nada meradang.
Bahkan saat banyak desakan agar Aceng Fikri dimakzulkan Mahkamah Agung (MA), orang yang paling keras adalah kader PDI-P dan Calon Gubernur Jawa Barat Rieke Dyah Pitaloka. Ia mendukung rekomendasi pencopotan pria yang pernah menjadi anggota GP Ansor Garut ini. “Ini pembelajaran yang berharga bagi rakyat Jawa Barat,” kata Rieke, di sela menghadiri perayaan ulang tahun ke-7- Ketua MPR Taufiq Kiemas, di Balai Kartini, Jakarta Selatan, dikutip Kompas.com.
Aceng Fikri, adalah Bupati Garut yang namanya mendadak menjadi pembicaraan setelah kasus perceraian dengan istrinya yang disampaikan melalui SMS. Ini tentu urusan pribadinya. Namun media, dan aktivis perempuan justru menekan dan membully-nya di mana-mana. Bahkan Mahkamah Agung (MA) melakukan pemakzulan. Bekas Bupati Garut ini akhirnya dilengserkan bulan Desember 2012 dengan tuduhan etika dan moral.
Aceng Fikri dipersoalkan khalayak karena semata-mata ia pria makmur yang mampu ‘menikah lagi’ tapi menceraikan istrinya lewat SMS karena dianggap sang istri tidak perawan. Padahal dia tidak selingkuh, tidak maksiat atau terlibat video mesum. Aceng dianggap ‘tidak bermoral’ hanya karena dia adalah pejabat publik, seorang bupati, belum sampai jabatan menteri. [Baca: Dalil Relativisme dan Tato Bu Menteri (1) (2) ]
Hanya dua tahun beselang, suasana berubah. Ketika Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan KPI bekerja keras melawan iklan rokok di, TV tiba-tiba secara mengejutkan ada seorang menteri –dengan latar belakangan kehidupannya agak kurang baik– merokok seenaknya, bangga dengan tato dan kesukaannya minum wine, minuman alkohol yang terbuat dari anggur, tiba-tiba semua orang dan media –terutama para mujanya—memberikan label-label pemakluman.
“Yang penting kerja bukan simbol. Untuk apa berjilbab jika koruptor, lebih baik meroko asal membawa kesejahteraan,” begitu katanya membela diri. Sedihnya, para pembela itu juga kaum Muslimin.
Bahkan belum saya menemukan kecaman, cacian dan protes aktivis HAM, pejuang anti rokok atau aktivis perempuan yang mengecam sang menteri perokok, yang sempat diisukan kabar tak sedap melakukan poliandri.
Bisakah Anda bayangkan jika yang jadi menteri itu Aceng Fikri? Dan tiba-tia dia dikabarkan akan melakukan nikah lagi? Bagaimana suara PDI-P dan aktivis perempuan?
Antara Soeharto dan Kim Jong Un
Di zaman Soeharto, ada sekelompok orang datang menemui Menteri Pemberdayaan Wanita Mien Sugandi untuk meminta persetujuan guna mengirim gadis-gadis Indonesia di ajang Miss Universe.
Datanglah Mien Sugandi menghadap Soeharto. Namun beberapa menit, sang menteri wanita itu keluar dengan kabar penolakan dari Pak Harto. “Itu bukan budaya kita,” demikian kutip Sang Menteri menirukan Pak Harto yang menolak keikutsertaan Indonesia di ajang Miss Universe.
Kecuali Islam, persepsi tentang etika dan moral di masyarakat cenderung akan mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan zaman. Sebab membicarakan etika/moral berarti membicarakan persoalan pandangan atau persepsi untuk menentukan perbuatan yang dianggap baik atau buruk.
Namun umumnya, sebejat-bejat individu atau masyarakat, publik tidak menerima jika tindakan amoral dilakukan seorang pejabat. Hatta, itu negara bebas sekelar Amerika Serikat (AS).
Bulan April tahun 2013, ada sebuah kejadian menarik di Pentagon. Seorang jenderal Angkatan Darat AS yang bertanggung jawab atas operasi militer di Afrika Timur dicopot dari jabatannya akibat skandal alkohol dan seks. Demikian pernyataan pejabat Pentagon, Jumat (5/4/2013).
Mayor Jenderal Ralph Baker, komandan Pasukan Gabungan di Tanduk Afrika, dipecat dari jabatannya oleh Komandan Komando AS Afrika (AFRICOM) Jenderal Carter F Ham, terkait kebiasaan nenggak Minuman Keras (Miras) dan main wanita.
“Baker dicopot terkait tindakannya yang menyebabkan hilangnya kepercayaan atas kemampuannya memimpin,” demikian juru bicara Pentagon, Mayor Rob Firman dikutip AFP.
Firman tidak menjelaskan secara rinci skandal yang menjerat Baker yang berujung pada pemecatannya. Namun ia mengatakan, skandal yang diperbincangkan itu masih baru bersifat tuduhan.
“Skandal yang dituduhkan kepada Baker masih dalam penyelidikan sehingga tidak tepat jika kami berkomentar lebih jauh,” lanjut Firman.
Seorang pejabat Pentagon lain –yang namanya tak ingin disebutkan– mengatakan Jenderal Baker kehilangan jabatannya karena kecanduan alkohol (Miras) dan skandal seks.
Lain lagi dengan di Korea Utara. Wakil Menteri Angkatan Bersenjata Korea Utara dilaporkan dieksekusi hanya karena minum alkohol.
Kim Chol dieksekusi pada bulan Januari 2012 dihadapkan ke depan regu tembak setelah tertangkap basah minum alkohol.
Media Korea Selatan melaporkan, perwira itu dihukum karena menenggak alkohol dalam 100 hari masa perkabungan kematian Kim Jong Il.
Kim Chol, menjabat sebagai wakil menteri angkatan bersenjata, ditahan awal tahun lalu atas perintah pemimpin Korea yang baru, Kim Jong Un, putra mediang Kim Jong Il, yang diangkat menjadi pemimpin pascameninggalnya sang ayah.
Bunyi perintah Kim Jong Un kala itu, “Tidak boleh ada bekas sedikit pun dari Kim Chol, bahkan rambutnya pun tidak boleh berbekas”. Kim Chol kemudian disuruh berdiri di satu tempat yang menjadi sasaran bidik mortir.
Di Korea hanya tidak menghormati satu orang dihukum eksekusi. Sementara di Indonesia, seorang menteri merokok terang-terangan di hadapan 250 juta penduduk yang sedang sibuk berkampanye memerangi anak-anak dari asap beracun dan narkoba. Apa pendapat Anda?
Ada pepatah mengatakan, “Sejarah tergantung pada penguasa’. Siapa yang berkuasa dialah yang akan merobah dan menulis sejarah.
Pemakluman-pemakluman publik terhadap sesuatu yang keliru hanya karena kita pendukung dan pemuja, tidak dipungkiri menjadikan perubahan sejarah. Bisa baik tetapi bisa juga jauh lebih buru.
Karena itu, dengan kemurahan hati Anda semua, jangan kaget jika suatu hari banyak pejabat menteri kita ternyata pelaku homoseksual atau waria. Toh, atas kemurahan hati kita, kita selalu berdalih, “yang penting bukan kulit, tapi isi.” Wallahua’lam.*
Penulis peminat masalah sosial keagamaan
0 Response to "Mungkin Suatu Hari Kita Akan Memaklumi Menteri Dari Kaum Homoseks"
Post a Comment