Sirah Nabawiyah Bisa Jadi Kurikulum Lemhanas dan Diknas
Indonesia juga bisa belajar dari strategi Perang Tabuk. Perang terakhir yang diikuti Rasulullah itu mencerminkan inovasi strategi perang
Puspen TNI
Ilustrasi: Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko Berikan Ceramah Ke Peserta Pendidikan Lemhanas
Hidayatullah.com–Umat Islam tidak perlu bingung mencari solusi segala persoalan hidup. Rujuklah Sirah Nabawiyah (riwayat hidup Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam dan para Sahabat), niscaya ada jalan keluarnya.
Hal ini seperti yang diungkapkan peneliti sejarah Islam Asep Sobari belum lama ini pada hidayatullah.com usai menjadi pembicara seminar “Sirah Nabawiyah: Menggali Sirah, Menemukan Titik Balik Peradaban”, di Aula Maftuchah Yusuf, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), belum lama ini.
Pengurus Pusat Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) dan juga pembina Sirah Community Indonesia (SCI) itu meyakini, Indonesia mampu melepaskan ketergantungan dari Amerika dan Barat jika mau mengacu pada Sirah Nabi.
“Kita bisa mencontoh pola pertahanan bangsa Quraisy ketika berdagang. Dalam satu riwayat, kaum Quraisy membawa dagangan sampai di kisaran 50 ribu dinar atau sekitar Rp. 100 milyar di atas unta, di tengah padang pasir. Bayangkan, bagaimana dia bisa membawa dagangan sebesar itu dan bisa aman sepanjang jalan. Itu artinya, dia punya kekuatan untuk membangun kontrak politik pada setiap kafilah yang ditemui,” ulas alumni Universitas Islam Madinah, Arab Saudi, itu.
Bangsa Quraisy merupakan pedagang besar dan sangat berpengaruh pada perdagangan dunia. Bisa dikatakan, “Jalur Sutera” untuk Jazirah Arab, telah mereka kuasai. Mereka bahkan membawa komoditas dagang dari Timur sampai ke Eropa.
“Apalagi di tengah kecamuk perang antara Persia dan Romawi. Berarti itu menunjukkan betapa pintarnya orang Quraisy menempatkan diri dan tidak memihak dengan salah satu blok,” lanjut pengajar Akademi Siroh di Kuttab Al Fatih, Depok.
Itu artinya, hubungan dengan kelompok lainnya begitu kuat dan wibawanya begitu terlihat. Tidak ada yang menganggu, apalagi merampok.
Indonesia juga bisa belajar dari strategi Perang Tabuk. Perang terakhir yang diikuti Rasulullah itu mencerminkan inovasi strategi perang yang luar biasa. Disaat tersiar berita kedatangan Kaisar Romawi, Heraclius, beserta pasukannya untuk menyerang Madinah, Rasulullah justru berinisiatif terbalik.
“Rasul malah mengumumkan penyerangan pada Romawi di Tabuk. Padahal saat itu udara sangat panas dengan keadaan paceklik. Rasulullah membuat langkah yang tidak diduga-duga. Dalam usia 62 tahun, Rasulullah memimpin 30 ribu pasukan, menempuh jarak 800 km dari Madinah ke Tabuk,”lanjut Asep.
Rasulullah berpikiran, jika Ia dan pasukan muslimin bersantai-santai dan bermalas-malasan, itu sama halnya membiarkan orang-orang Romawi berkeliaran di wilayah-wilayah Arab yang telah dikuasai Islam. Jika sampai pasukan Romawi merangsak masuk Madinah, mengakibatkan keburukan fatal terhadap dakwah Islam dan reputasi kaum muslimin dalam bidang militer.
“Kita bisa belajar, bagaimana mempertahankan daerah terluas. Karena kalau Romawi yang datang ke Madinah sementara masyarakat di sana belum lama masuk Islam, maka akan tergerus dengan ketakjuban besaran pasukan Romawi. Karena itulah, Rasulullah memutuskan untuk mendatangi Romawi di Tabuk. Ternyata Heraclius tidak datang dalam perang itu,”lanjut Asep sembari mencontohkan .
Lebih lanjut Asep mengatakan, jika saja pemerintah Indonesia mau menjadikan Sirah sebagai kurikulum, negara ini akan memiliki wibawa di mata bangsa lain. Perekonomian kita akan lebih mandiri tanpa tekanan negara adidaya.
“Sirah ini bisa menjadi kurikulum Lemhanas (Lembaga Ketahanan Nasional), bisa jadi kurikulum Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) dan kalau diterapkan menjadi kurikulum pendidikan, dahsyat sekali,”ungkapnya tandas.*
0 Response to "Sirah Nabawiyah Bisa Jadi Kurikulum Lemhanas dan Diknas"
Post a Comment