Mencari Tahu Potensi Terorisme dari Akun Media Sosial?
Facebook dan Twitter adalah dua contoh media sosial yang paling populer saat ini. Keduanya memungkinkan pemilik akun untuk mengunggah kalimat-kalimat yang mengungkapkan apa yang sedang dipikirkan oleh pemilik akun; sering curhat masalah pribadi, sering berbagi nasehat dan motivasi, sering mengunggah dan mempromosikan barang dagangan, ataupun sering mengunggah ajakan-ajakan berjihad.
Semua yang diunggah oleh pemilik akun dari waktu ke waktu dikenal dengan nama timeline. Suatu timeline biasanya merepresentasikan apa yang ada di pikiran pemilik akun. Bila timeline ini diurutkan, maka kita akan bisa meraba-raba profil dari orang dari pemilik akun tersebut; apakah dia seorang pedagang, apakah dia seorang pemarah, seorang yang religious, atau seorang yang gemar bermaksiat.
Dari cara sederhana ini, muncullah ide untuk mencari tahu profil seorang yang berpotensi melakukan tindakan “terorisme”. RAND Corporation, lembaga think-tank milik pemerintah AS, pada bulan Desember 2015 lalu mengeluarkan satu rekomendasi untuk melacak jejak-jejak bibit terorisme dari aktivitas online. Rekomendasi tersebut dibuat oleh Isaac R. Porche III dan Colin P. Clarke yang dimuat dalam artikel berjudul “Following Online Footprints to Catch Terrorists”.
Isaac R. Porche III dan Colin P. Clarke mengutip sebuah laporan Brookings Institution yang menyatakan bahwa puluhan ribu pendukung ISIS menggunakan Twitter. Jika ini adalah indikasi dari popularitas ISIS, maka ada alasan yang kuat untuk memperhatikannya dengan serius. Mereka menyebutkan, ketika melihat jumlah pendukung ISIS di twitter dan negara tinggalnya, Amerika Serikat menempati peringkat di belakang Arab Saudi, Suriah dan Irak dalam jumlah pendukung ISIS di Twitter per Maret.
Isaac R. Porche III dan Colin P. Clarke juga menyebutkan bahwa keseimbangan antara privasi dan keamanan harus tetap menjadi perhatian penting, dalam banyak kasus, pemerintah tidak perlu bahkan khawatir untuk melanggar privasi. Di generasi yang relatif muda, mereka menyebutnya dengan generasi TMI (Too Much Information), wabah oversharing (terlalu banyak membagikan konten) menimpa teroris radikal seperti halnya puber sebelum waktunya. Dengan oversharing tersebut, tanpa menelusuri lebih dalam pun, pemerintah bisa tahu apa yang menjadi pikiran si pemilik akun.
Lebih lanjut, Isaac R. Porche III dan Colin P. Clarke mengatakan bahwa calon anggota komplotan dengan kecenderungan untuk mengekspresikan pikiran mereka secara online bisa memberikan petunjuk yang sangat baik untuk menandai rencana teroris atau menunjukkan seorang radikal yang berbahaya.
Radikalisasi adalah proses yang terbentang dari waktu ke waktu. Mohammed Abdulazeez, penembak Chattanooga, Tennessee mem-posting pandangan radikalnya secara online sebulan sebelum ia melakukan kejahatan pada bulan Juli. Elton Simpson dan Nadir Soofi, yang melakukan dua serangan di Garland, Texas, juga terbujuk dari pengaruh media sosial.
Dalam artikel tersebut, dikatakan bahwa metode “online footprint” ini sebenarnya bukan ide baru. Sebelumnya, Departemen Kepolisian New York telah melakukannya untuk memonitor geng-geng kriminal. Beberapa perusahaan di AS juga melakukan pelacakan rekam jejak calon pegawainya melalui media sosial.
Jadi, kesimpulan Isaac R. Porche III dan Colin P. Clarke, bahwa yang disebut “online footprint” atau jejak kaki online dapat memberikan pengetahuan, terutama ketika digabungkan dengan sumber data lain yang tidak beredar secara umum (mungkin berasal dari pihak keamanan –red). Jutaan orang meninggalkan jejak online setiap hari, memberikan kesempatan pada penegak hukum dan intelijen untuk membangun sebuah profil dari orang-orang yang berpotensi melakukan kekerasan atas nama ideologi.
Terakhir, kedua penulis tersebut menyarankan agar pemerintah AS bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan teknologi di Sillicon Valley, dan juga dengan akademisi dan para ahli terkait. Nah, nampaknya saran inilah yang kemudian menjadikan pemerintah Obama menemui dan mengajukan kerja sama dengan beberapa perusahaan teknologi Sillicon Valley baru-baru ini.
Penulis: Multazim Jamil (kiblat.net)
0 Response to "Mencari Tahu Potensi Terorisme dari Akun Media Sosial?"
Post a Comment