-->

Sorotan Pendidikan Saat ini


Dakwah Media - “Senangnya bisa kuliah di luar negeri, apalagi di Al Azhar Cairo Mesir”, demikian ujar salah seorang teman di sela-sela pergantian jam kuliah. Penulis tentu sepakat. Tidak ada sesuatu yang begitu dicintai oleh seorang pecinta ilmu selain bisa mendapatkan ilmu di tempat yang istimewa, seistimewanya negeri ini, Mesir. Mesir adalah negeri yang diberkahi oleh Allah yang berkahnya senantiasa tercurah dan mengalir hingga saat ini serta bisa dirasakan oleh dunia, khususnya pendidikan yang masih bisa dipersembahkan untuk generasi dunia yaitu Al Azhar.

Tentu, pada dasarnya itu tidak salah. Namun bila kemudian menuntut ilmu untuk sekedar kesenangan dan kebanggaan, maka akan lain lagi hasilnya nanti. Benar, bahwa manusia dikaruniai oleh Allah SWT rasa senang terhadap sesuatu yang istimewa, rasa bangga bisa selangkah lebih maju dibandingkan dengan yang lain hingga membuat dia begitu semangat untuk mencapai itu. Manusia senang bisa hadir ditengah-tengah komunitasnya sebagai wujud eksistensinya dalam kehidupan sosial, senang untuk diakui dengan kelebihan yang dia miliki, maka wajar jika manusia begitu keras untuk mewujudkan semua itu. Begitupula kehidupan para pecinta ilmu yang tidak lepas dari keinginan, kesenangan, dan kebanggaan di hadapan yang lain. Inilah tabiat yang juga dialami oleh para pecinta ilmu. Sebagai bagian dari sistem alam raya yang begitu super istimewa ini, Allah SWT sebagai Sang Pencipta kanvas kehidupan ini memberikan ketetapan atas itu semua.

Ilmu adalah cahaya. Itu adalah kunci yang wajib untuk dikristalkan dalam diri para pecinta ilmu yakni sebagai generasi estafet pengukir peradaban. Jika ilmu adalah cahaya, seperti sifat alamiah yang ada pada cahaya, cahaya tidak akan pernah sampai jika terhalang oleh tabir kemaksiatan meskipun kita belajar di negeri yang diberkahi. Jika ilmu adalah cahaya, maka bukan semata untuk kesenangan atau kebanggaan dalam mencari ilmu itu. Adalah ia untuk menyinari dan memberikan petunjuk menuju kebangkitan umat yang kondisinya saat ini sedang terpuruk dalam aspek manapun. Inilah haluan yang wajib dilalui oleh para pecinta ilmu hingga benar-benar mendapatkan cahaya di negeri yang diberkahi Allah SWT ini, Mesir, dan mampu memberikan solusi terhadap kehidupan umat.

Pendidikan Pencetak Generasi Hewani

Teringat dengan sangat jelas, bagaimana statement seorang praktisi pendidikan yang penulis dapatkan di dalam ruang perkuliahan. Meskipun di kampus beliau termasuk dalam pengajar yang ‘mumtazah’ serta calon doktor lulusan Al Azhar University, namun beliau menyatakan bahwa saat ini tidak penting siapapun pemimpinya yang penting adil. Sungguh, kampus telah lalai atau bahkan dilalaikan hingga mampu melahirkan calon doctor dengan pemikiran yang ‘terdengar’ manis namun beracun yang menjadi ‘bisa’ bagi umat.

Dalam perspektif Islam, proses pendidikan dikatakan berhasil tatkala manusia berhasil memahami hakikat penciptaanya secara utuh. Bahwasannya, Ia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT dan diberi tugas untuk menaati segala perintah serta menjauhi larangannya. Dan karenanya, selepas kehidupan fana ini, Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas tugas yang telah dibebankan di pundaknya oleh Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Dengan paradigma hidup yang demikian, maka secara alamiah akan muncul kesadaran pada setiap dada manusia, untuk memperjuangkan dan mencari nilai lain selain sekedar memuaskan intelektualitas yang sejatinya jauh dari apa yang Allah SWT syariatkan. 

Output pendidikan yang benar-benar mampu mendidik bukanlah manusia dengan karakter dan corak berfikir serta bebas sesuka hatinya. Akan tetapi, pendidikan hakiki adalah sebuah proses yang akan mengantarkan manusia yang memiliki tiga karakter dasar, yakni; yang kuat aqidahnya, Islam sebagai kepribadiannya, dan berkontribusi bagi lingkungan sekitarnya.

Sungguh, ini bukanlah sekedar konsep khayali yang terkesan hanya omong kosong atau utopis sebagaimana yang dilontarkan oleh sebagian besar orang. Menciptakan sistem pendidikan yang dimaknai dengan konsepsi terdidik sebagaimana yang diurai di atas, adalah sebuah kondisi ideal yang selain berdasar pada kalam Ilahi, juga merujuk pada fakta histori yang tidak diragukan lagi. Generasi demi generasi terdahulu dengan tiga karakter tersebut bahkan lebih pernah secara simultan dan konsisten hadir mewarnai berabad-abad jalannya kehidupan yang ‘atsar’nya masih bisa dinikmati hingga saat ini yang mampu mencetak generasi pemimpin dunia, Al Azhar salah satunya. Yakni tatkala umat dipayungi sistem Khilafah yang mampu menjamin keberlangsungan sistem pendidikan Islam, maka kala itu pula mereka mampu meraihnya.

Lalu, ada apa dengan dunia pendidikan hari ini? Mengapa bisa pendidikan justru menghasilkan generasi yang bisa seenaknya sendiri dalam berbicara? Sungguh, ini semua diakibatkan karena beberapa konseps yang rusak, yang dibangun di tengah generasi muda kita. Hal ini tidak lain bermuara pada penerapan Ideologi Kapitalisme.

Pertama; adanya paham Pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Sebagai Ideologi, Kapitalisme memiliki pandangan mendasar mengenai kehidupan. Pandangan Kapitalisme merujuk pada paham sekularisme. Yakni sebuah paham yang menuntut agar agama tidak dilibatkan dalam kehidupan manusia di ruang publik. Peran agama dibonsai menjadi sekedar oase spiritual belaka. Imbasnya, pendidikan sebagai bagian dari aktivitas di ranah publik, memproses manusia agar terdidik tanpa bimbingan agama yang komprehensif dan shohih.

Sekularisme telah menjadikan manusia yang dididik di dalamnya menjadi makhluk yang tak mampu memahami dengan benar apa yang mesti diperjuangkannya. Tidak ada rasa bersalah dengan pemikiran apa yang telah dibuat untuk menyesatkan manusia. Cetakan pendidikan diarahkan menjadi makhluk yang apatis. Cukup, dan tak lebih dari itu. Hilang sudah standar Islam dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan. ‘hukum syara’ menjadi asing dan lebih memilih ‘penerimaan dunia’ dibandingkan penerimaan Allah SWT. Walhasil, output pendidikan dengan mudahnya dituntun oleh system dan luruh hingga ke akar-akarnya.

Maka, tidak heran jika kondisi output pendidikan saat ini begitu menyedihkan karena pondasi awal kehidupan dan pendidikan di atas paham pemisahan agama dari ranah kehidupan. Sehingga banyak pula dijumpai pemikiran-pemikiran beracun dan telah menyebar secara pelan namun pasti ditengah-tengah kehidupan bahkan dunia umat Islam sendiri. 

Kedua; sifat ‘wahn’ yakni cinta dunia dan takut mati (materialisme) hingga dalam diri manusia. Sudah maklum, bahwa seseorang yang belum tertancap dalam dirinya aqidah dan syakhsiyah Islam, menjadi sangat mudah terombang-ambing dengan kecenderungan yang dikembangkan di tengah-tengah kehidupan. Maka tatkala hari ini Kapitalisme menciptakan kultur hidup yang mengedepankan pemenuhan sebanyak-banyaknya atas nikmat duniawi, banyak manusia –termasuk kaum muslimin- yang tertipu. 

Sungguh menyedihkan, bila kemudian para intelektual yang kelak meneruskan estafet kepemimpinan dunia ini masih memiliki sifat wahn. Dimana cita-cita yang muncul di benak pemikiran para intelektual adalah cita-cita yang masih bersifat kesenangan duniawi. Walhasil, sepanjang mereka dididik dalam peradaban Kapitalisme, obsesi utamanya hanyalah cita-cita dan harapannya yang demikian saja.

Adakah mereka bercita-cita menjadi seorang mujtahid atau mujtahidah yang mampu menjadi rujukan di tengah kaumnya? Adakah mereka bercita-cita menjadi mujahid yang menjadi penakluk Kota Roma? Adakah di antara mereka yang bercita-cita menjadi penulis yang zaman pun tak lekang mengenang tintanya sebagai amal jariyah? Bila ada, bersyukurlah. Karena artinya, anda meraih keberhasilan dalam menyelamatkan generasi harapan umat ini dari sistem hidup Kapitalisme yang rusak ini. Mereka adalah harapan sesungguhnya dari umat ini, yang memahami apa sesungguhnya yang harus diperjuangkan.

Ketiga; Loyalitas untuk Kapitalis. Sebagai pemain hakiki dalam sistem kehidupan hari ini, para Kapitalis (Pemilik Modal), memiliki banyak kepentingan atas generasi muda yang kini menjadi harapan umat. Bagi Kapitalis, mereka adalah manusia-manusia potensial yang dapat memainkan perannya untuk membantu memutarkan roda hegemoninya. Karenanya, mereka begitu intens mengintai generasi muda intelektual yang berorientasi untuk mempertahankan Ideologi Kapitalisme dalam kehidupan sehingga dapat terus bertahan, dan yang lainnya. Tipuan uang atau jabatan akan menjadi ganjaran bagi mereka yang telah dibutakan oleh orientasi yang salah seperti yang dialami oleh salah satu teman penulis yang begitu senang bisa bergabung di salah satu persatuan generasi pro Barack Obama meskipun Ia adalah pelajar di Al Azhar University. 

So that’s why, menjadi jelas bahwa alasan mengapa sebagian generasi muda muslim justru berjalan di atas jalan yang disadari atau tidak merusak agamanya sendiri. Mereka justru menjadi benteng kokoh yang menguatkan tegaknya Ideologi Kapitalisme. Memperpanjang nafasnya, dan memberi makanan agar tetap dapat hidup dalam bertahun-tahun ke depan. Begitu sedih melihat kondisi kaum muslimin saat ini, padahal dengan potensi yang dimiliki luar biasa, yang semestinya dapat menguatkan jalan dalam menegakkan Ideologi Islam sebagai alternatif dalam dunia pendidikan dan peradaban.

Ujung Tanduk Kapitalisme

Penerapan sistem Kapitalisme sungguh telah mengerus halus sistem kehidupan yang pernah diterapkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya hingga umat Islam sendiri tidak mengenali terlebih memperjuangkan tegaknya kembali. Umat Islam tidur pulas di dalam genangan Kapitalisme. Tidak sadar bahwa genangan itu kian tinggi jika umat tidak dibangunkan dari tidurnya serta membersihkan genangan dengan kembali kepada syariat Islam. 

Sudah waktunya kerinduan umat Islam terhadap Islam membumbung tinggi. Menyadari bahwa Kapitalisme adalah penyebab rusaknya dunia. Islam akan mengembalikan dunia pendidikan sebagaimana Rasulullah SAW memberikan contohnya hingga mampu melahirkan generasi yang tiada tara dalam keimanan, tiada banding dalam perjuangan menegakkan Islam hingga Islam mampu membebaskan dunia menuju cahaya. 

Di dalam Islam, haram hukumnya intervensi asing dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan sehingga institusi pendidikan tidak melahirkan output yang liberal dalam pemikiran, sekuler dalam gaya hidup serta menjadi kaki tangan asing dalam mengokohkan penerapan ideologi sesat mereka di tengah-tengah kehidupan. 

Islam akan mengembalikan kampus ini, Al Azhar, sesuai dengan tujuan awal dibangunnya yaitu menjadi pusat pengakajian agama dan melahirkan output-output yang mampu menyebarkan cahaya. Cahaya yang begitu terang karena keikhlasan, kesungguhan dalam memperjuangakan Islam sebagimana keberhasilan yang mampu diraih oleh generasi didikan langsung Rasulullah SAW di zamannya. Islam akan mampu mendidik para intelektual yang hanif dalam pemikiran, zuhud terhadap dunia. Bukan menjadikan institusi pendidikan sebagai ‘pabrik’ pencetak generasi bermental Kapitalisme.

Sungguh, bukan Kapitalisme yang membuat kita bahagia dunia dan akhirat, tapi Islam. 

Maka tidak perlu ragu apalagi takut menjadi barisan pejuang yang memperjuangkan syariat Islam. Jika di awal sekedar senang bisa kuliah di Al Azhar, namun sekarang kita sedih jika kuliah hanya sekedar kesenangan belaka. Maka, sudah seharusnya kita senang kuliah di Al Azhar karena kita akan menjadi penakluk Kapitalisme sebab Kapitalisme yang sedang di ujung tanduk ini menunggu kita untuk mengantikannya dengan Islam. Waallahu’alam bish shawwab.

Oleh: Ima Susiati (Mahasiswi Univ. Darul Lughah Al Azhar Cairo Mesir)

0 Response to "Sorotan Pendidikan Saat ini"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close