Pendidikan dalam Catatan Pelajar
Dakwah Media - Buruknya sistem pendidikan nasional menjadi penyebab hancur dan bobrok di dunia pendidikan. Akses internet yang sangat terbuka bagi para remaja menjadi sarana bagi mereka untuk mengakses media-media porno. Fenomena ini bukan saja hanya di kota-kota besar, namun juga sudah merambah ke daerah-daerah yang jauh dari perkotaan. Kegiatan menonton adegan-adegan porno membuat mereka penasaran dan tertantang untuk melakukannya. Walhasil, banyak kasus pornoaksi dan pornografi yang melibatkan remaja sebagai pelaku utamanya.
Potret buram dunia pendidikan semakin banyak terungkap. Bukan hanya soal buruknya fasilitas pendidikan, kurikulum yang terus berganti-ganti tanpa arah yang pasti, hingga yang terbaru soal kisruh UN. Masyarakat semakin resah oleh banyaknya kasus asusila yang dilakukan para pelajar, bahkan oleh guru terhadap anak didiknya dan terjadi di dalam lingkungan sekolah.
Kasus-kasus tersebut bukan hanya menodai dunia pendidikan, namun juga menjadi peringatan nyata bagi kita bahwa sistem pendidikan yang berlangsung saat ini telah gagal menghasilkan generasi berkualitas yang cendikia apalagi untuk diharapkan bisa mewujudkan pribadi-pribadi mulia.
Tidak dielak, rendahnya pengawasan sekolah dan kepedulian masyarakat. Deteksi dini terhadap perilaku negatif seharusnya bisa dilakukan oleh sekolah maupun lingkungan sekitar. Ketika muncul gejala perilaku negatif seperti kata-kata kasar, mencemooh, apalagi tindak kekerasan, sekolah maupun lingkungan sekitar selayaknya memberi perhatian untuk mengingatkan dan menghentikan.
Ditunjang lemahnya fungsi keluarga. Peran keluarga tidak optimal. Kondisi keluarga dalam tatanan masyarakat kapitalistik sebagaimana saat ini, dihimpit kesulitan ekonomi. Orang tua tersibukkan mencari nafkah ketimbang mencurahkan waktu, perhatian dan kasih sayang untuk anak-anak mereka. Dalam keluarga yang memiliki ekonomi mapan hal ini pun terjadi ketika banyak ibu yang menghabiskan waktunya untuk kegiatan di sektor publik baik di dunia kerja atau sosialita.
Abainya pemerintah berdampak serius. Budaya kekerasan masuk ke dunia anak melalui tontonan televisi, film, komik dan video games. Pemerintah tidak tegas dalam menyetop segala jenis tontonan merusak tadi karena lemahnya pengawasan, minimnya keberpihakan maupun adanya keuntungan materi. Pemerintah lalai dalam melindungi anak dari media yang membahayakan.
Kondisi ini merupakan buah yang harus dipetik dari penerapan sistem pendidikan di negeri ini. Sistem pendidikan sekular kapitalis telah mengabaikan aspek pembentukan kepribadian dan karakter siswa. Sekolah sebagai institusi pendidikan alih-alih mencetak remaja yang berkualitas yang memiliki kepribadian yang kuat, namun justru menghasilkan remaja yang menciptakan banyak masalah.
Kita membutuhkan perombakan total pada sistem pendidikan kita. Bukan hanya pembenahan kurikulum dan perbaikan acuan seleksi dan pembinaan guru, lebih mendasar dari itu diperlukan perubahan asas pembangunan pendidikan. Pendidikan yang berasas sekularisme saat ini hanya akan melahirkan persoalan.
Sangat jelas, sistem kapitalisme demokrasi tidak akan mampu mencetak guru ideal karena ukuran profesionalitas yang menjadi dasar seleksi pendidik sangatlah dangkal, yakni berdasarkan ukuran kemampuan akademisnya semata. Kepribadian mulia dan kemampuan mendidik yang semestinya menjadi landasan justeru tidak menjadi penentu. Oleh sebab itu, janganlah Kita berdiam diri membiarkan bangsa ini kehilangan sumber daya manusia yang mumpuni di masa mendatang karena buruknya sistem pendidikan. Bangsa ini membutuhkan pendidikan berasas Islam yang menjamin penyelenggaraan pendidikan yang profesional dan handal. Kurikulum dibuat untuk melahirkan pribadi Sholih, cakap dan bertanggung jawab, sekaligus sebagai patokan dalam merekrut dan membina praktisi kependidikan. Sudah selayaknya sistem demokrasi yang penuh dengan kerusakan ini diganti dengan sistem Islam yang penuh dengan keharmonisan dan kemaslahatan.
Potret buram dunia pendidikan semakin banyak terungkap. Bukan hanya soal buruknya fasilitas pendidikan, kurikulum yang terus berganti-ganti tanpa arah yang pasti, hingga yang terbaru soal kisruh UN. Masyarakat semakin resah oleh banyaknya kasus asusila yang dilakukan para pelajar, bahkan oleh guru terhadap anak didiknya dan terjadi di dalam lingkungan sekolah.
Kasus-kasus tersebut bukan hanya menodai dunia pendidikan, namun juga menjadi peringatan nyata bagi kita bahwa sistem pendidikan yang berlangsung saat ini telah gagal menghasilkan generasi berkualitas yang cendikia apalagi untuk diharapkan bisa mewujudkan pribadi-pribadi mulia.
Tidak dielak, rendahnya pengawasan sekolah dan kepedulian masyarakat. Deteksi dini terhadap perilaku negatif seharusnya bisa dilakukan oleh sekolah maupun lingkungan sekitar. Ketika muncul gejala perilaku negatif seperti kata-kata kasar, mencemooh, apalagi tindak kekerasan, sekolah maupun lingkungan sekitar selayaknya memberi perhatian untuk mengingatkan dan menghentikan.
Ditunjang lemahnya fungsi keluarga. Peran keluarga tidak optimal. Kondisi keluarga dalam tatanan masyarakat kapitalistik sebagaimana saat ini, dihimpit kesulitan ekonomi. Orang tua tersibukkan mencari nafkah ketimbang mencurahkan waktu, perhatian dan kasih sayang untuk anak-anak mereka. Dalam keluarga yang memiliki ekonomi mapan hal ini pun terjadi ketika banyak ibu yang menghabiskan waktunya untuk kegiatan di sektor publik baik di dunia kerja atau sosialita.
Abainya pemerintah berdampak serius. Budaya kekerasan masuk ke dunia anak melalui tontonan televisi, film, komik dan video games. Pemerintah tidak tegas dalam menyetop segala jenis tontonan merusak tadi karena lemahnya pengawasan, minimnya keberpihakan maupun adanya keuntungan materi. Pemerintah lalai dalam melindungi anak dari media yang membahayakan.
Kondisi ini merupakan buah yang harus dipetik dari penerapan sistem pendidikan di negeri ini. Sistem pendidikan sekular kapitalis telah mengabaikan aspek pembentukan kepribadian dan karakter siswa. Sekolah sebagai institusi pendidikan alih-alih mencetak remaja yang berkualitas yang memiliki kepribadian yang kuat, namun justru menghasilkan remaja yang menciptakan banyak masalah.
Kita membutuhkan perombakan total pada sistem pendidikan kita. Bukan hanya pembenahan kurikulum dan perbaikan acuan seleksi dan pembinaan guru, lebih mendasar dari itu diperlukan perubahan asas pembangunan pendidikan. Pendidikan yang berasas sekularisme saat ini hanya akan melahirkan persoalan.
Sangat jelas, sistem kapitalisme demokrasi tidak akan mampu mencetak guru ideal karena ukuran profesionalitas yang menjadi dasar seleksi pendidik sangatlah dangkal, yakni berdasarkan ukuran kemampuan akademisnya semata. Kepribadian mulia dan kemampuan mendidik yang semestinya menjadi landasan justeru tidak menjadi penentu. Oleh sebab itu, janganlah Kita berdiam diri membiarkan bangsa ini kehilangan sumber daya manusia yang mumpuni di masa mendatang karena buruknya sistem pendidikan. Bangsa ini membutuhkan pendidikan berasas Islam yang menjamin penyelenggaraan pendidikan yang profesional dan handal. Kurikulum dibuat untuk melahirkan pribadi Sholih, cakap dan bertanggung jawab, sekaligus sebagai patokan dalam merekrut dan membina praktisi kependidikan. Sudah selayaknya sistem demokrasi yang penuh dengan kerusakan ini diganti dengan sistem Islam yang penuh dengan keharmonisan dan kemaslahatan.
Oleh: Agus Zhubairi (Pelajar)
0 Response to "Pendidikan dalam Catatan Pelajar"
Post a Comment