Perubahan Besar Hari ini dan Esok Bermula dari Ulama
Dakwah Media - Sejak dulu, ulama memiliki peran yang sangat besar dalam berbagai peristiwa sejarah penting, terutama sejarah perubahan masyarakat (social engineering). Bahkan nyaris tidak ada satu pun perubahan masyarakat di dunia ini yang tidak melibatkan peran ulama. Mereka jugalah orang pertama yang menyebarkan kesadaran ini di tengah-tengah masyarakat hingga masyarakat memiliki kesadaran kolektif untuk melakukan perubahan. Jika kesadaran terhadap kerusakan masyarakat belum tumbuh di tengah-tengah masyarakat, niscaya tidak akan tumbuh pula keinginan untuk berubah, apalagi upaya untuk melakukan perubahan. Dari sini bisa disimpulkan, bahwa ulama merupakan sumber dan inspirasi perubahan.
Kebangkitan dari ulama sangat berpengaruh bagi perubahan suatu bangsa, perlawanan para Ulama terhadap penjajahan di negri ini sudah sangat cukup menjadikan bukti dan alasan bahwa Ulama mempunyai peran dan juga hak terhadap kemerdekaan bangsa ini. Ulama mempunyai peran strategis karena mereka menentukan baik buruknya masyarakat.
Imam Ghazali berpesan :
"Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan, dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah lah tempat meminta segala hal." (Imam Al-Ghazali, Ihya` Ulumiddin, II/191).
Ulama memiliki peran penting dalam perjuangan menyebarkan dan menegakkan syariah Islam di Nusantara. Namun keberadaan ulama tidak lepas dari dukungan politik pemerintah sebagai institusi pelaksana hukum Islam. Dalam perjuangan menegakkan syariah Islam, para ulama Nusantara tidak bersifat lokal, melainkan tercipta jaringan yang kuat dengan ulama di belahan dunia lain, khususnya di Timur Tengah. Hal ini ini sejalan dengan keberadaan pusat kekuasaan politik Islam di Timur Tengah.
Ketika penjajah berusaha melenyapkan syariah Islam, mereka melakukan rekayasa untuk membendung hasrat para ulama agar tidak menjadi garda terdepan pembela syariah Islam. Untuk menegakkan kembali syariah Islam, dengan sendirinya, para ulama memegang peran sangat penting. Untuk membuktikan peran tersebut, tulisan ini akan mengungkap catatan-catatan sejarah mengenai peran para ulama dalam menegakkan syariah Islam serta hubungan sinergis antara ulama dengan institusi kekuasaan yang menerapkan syariah Islam.
Perspektif yang berbeda dapat kita ambil, memandang sejarah di negeri ini tak sekedar runtutan dari era pra kolonial saja, namun yang terpenting menyelami proses Islam ikut berperan di dalamnya. Sebab, Islam di Indonesia lebih dahulu ada hadir dari pada lahirnya Negri ini. Dan Islam ada dalam jiwa masyarakatnya. Meskipun Nusantara terdiri dari beragam suku dan budaya, baik itu pribumi maupun orang Asing. Islam sudah cukup lama berinteraksi dengan bangsa Ini baik melalui hubungan dengan Kekhilafahan, maupun perniagaan di Indonesia khususnya di kota Jakarta. (Sunda Kelapa, jayakarta) Tjandrasasmita, Uka. 2009. Masyarakat Jakarta sebelum Batavia: Sebuah Pendekatan Sejarah Sosial dalam Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta.
Islam berperan sebagai titik temu bagi masyarakat di kota di dusun dusun yang jauh dari pusat kekuasaan sampai pada daerah yang dipisahkan secara etnis suku maupun budaya. Interaksi Islam dengan dalam masyarakat, baik dengan cara Perkawinan maupun perniagaan, banyak melebur identitas adat dan budaya masyarakat. Yang tentunya hal tersebut terjadi tidak lepas dari peran para Ulama.
Pada masa kejayaan Islam di dunia maupun di nusantara. selama sekitar seribu tahun, ulama memegang peran strategis dalam kehidupan. Mereka bagai pelita di tengah kegelapan hidup yang menuntun semua manusia, baik penguasa maupun rakyat biasa. Kerjasama (ta’awun) ulama yang jujur dengan penguasa yang adil telah mengantarkan umat ke puncak kejayaannya (Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Islam) (Jakarta: GIP, 1995).
Sayang, seiring dengan kemunduran taraf berpikir umat Islam, yang diimbuhi dengan proses sekularisasi di Dunia Islam, umat Islam mulai kesulitan menemukan sosok ulama yang mampu menggerakkan perubahan, seperti yang pernah dilakukan Nabi saw. Yang kita dapati adalah ulama yang fakih dalam masalah agama, tetapi tidak memiliki visi politik dan negarawan yang handal. Akhirnya, mereka mudah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam. Ada pula ulama yang memisahkan diri dari kekuasaan dan politik, dengan alasan, politik itu kotor dan najis.
Akibatnya, mereka tidak mampu memberikan konstribusi bagi perubahan masyarakat dan negaranya. Mereka asyik dengan ibadah-ibadah ritual yang sejatinya justru memberangus predikatnya sebagai pewaris nabi. Ada pula ulama yang, sadar atau tidak, terkooptasi oleh pemerintah kufur dan antek-anteknya. Mereka rela menjual agamanya untuk kepentingan dunia. Jahatnya lagi, mereka bahkan rela menyerahkan saudara-saudara Muslimnya untuk memenuhi keinginan kaum kafir. Ada pula yang bertingkah bak seorang artis yang hanya mengejar popularitas belaka. Lantas, apa fungsi dan peran ulama sesungguhnya?
Meneguhkan Peran Politik Ulama
Saat ini jelas penting bagi ulama dan umat ini membangun kembali kesadaran kesadaran ideologis dan politis Islam. Dalam hal ini, tentu peran ulama sangatlah besar. Jika ulama sukses menanamkan kesadaran ideologis dan politis Islam pada diri umat, tanpa dikomando ulama pun, umat pasti akan selalu menjatuhkan pilihannya pada Islam, partai Islam maupun syariah Islam. Bahkan umat akan rela dan siap mati untuk itu.
Untuk itu ada beberapa langkah yang bisa dilakukan ulama. Pertama, meneguhkan kembali jatidiri dan perannya sebagai pewaris nabi (waratsatul anbiya’). Dalam hal ini, peran ulama bukan hanya sekadar menguasai khazanah pemikiran Islam, baik yang menyangkut akidah maupun syariah. Lebih dari itu, bersama umat ulama harus berupaya menerapkan akidah dan syariah Islam itu secara total dalam seluruh aspek kehidupan (ekonomi, politik/pemerintahan, pendidikan, sosial, hukum/peradilan, politik luar negeri dll); bukan hanya dalam tataran spiritual, moral dan ritual belaka. Karena itu, ulama harus selalu terlibat dalam perjuangan untuk mengubah realitas rusak yang bertentangan dengan warisan Nabi saw. Hal itu tidak mungkin terjadi jika syariah Islam tidak diterapkan oleh negara. Dalam hal ini, negara pasti mau menerapkan syariah Islam jika ada dukungan dan dorongan kuat dari para ulama.
Kedua, menjaga umat dari tindak kejahatan, pembodohan dan penyesatan yang dilakukan oleh kaum kafir dan antek-anteknya melalui gagasan, keyakinan dan sistem hukum yang bertentangan dengan Islam. Karena itu, ulama juga harus mampu menjelaskan kepada umat Islam kerusakan dan kebatilan semua pemikiran dan sistem kufur seperti demokrasi, HAM, nasionalisme, pluralisme, sekularisme dan paham-paham kufur lainnya. Ulama juga harus bisa mengungkap semua niat jahat di balik semua sepak terjang kaum kafir dan antek-anteknya. Ini ditujukan agar umat terjauhkan dari kejahatan musuh-musuh Islam.
Ketiga: menjadi pengontrol penguasa. Peran dan fungsi ini hanya bisa berjalan jika ulama mampu memahami konstelasi politik global dan regional. Ulama juga harus mampu menyingkap makar dan permusuhan kaum kafir dalam memerangi Islam dan kaum Muslim. Dengan ungkapan lain, ulama harus memiliki visi politis-ideologis yang kuat hingga fatwa-fatwa yang ia keluarkan tidak hanya beranjak dari tinjauan normatif belaka, tetapi juga bertumpu pada ideologis-politis. Dengan demikian, fatwa-fatwa ulama mampu menjaga umat Islam dari kebinasaan dan kehancuran, bukan malah menjadi sebab malapetaka bagi kaum Muslim. Misalnya, fatwa yang dikeluarkan oleh syaikhul Islam mengenai bolehnya kaum Muslim mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi dan perundang-undangan Barat pada akhir Kekhilafahan Islam. Fatwa ini tidak hanya keliru, tetapi juga menjadi penyebab kehancuran Khilafah Islamiyah. Fatwa ini muncul karena lemahnya visi politis-ideologis ulama pada saat itu.
Keempat: membina umat agar selalu berjalan di atas tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dengan begitu, umat memiliki kepribadian Islam yang kuat; mereka juga berani mengoreksi penyimpangan masyarakat dan penguasa.
Oleh: Ilham Efendi (Malang)
Kebangkitan dari ulama sangat berpengaruh bagi perubahan suatu bangsa, perlawanan para Ulama terhadap penjajahan di negri ini sudah sangat cukup menjadikan bukti dan alasan bahwa Ulama mempunyai peran dan juga hak terhadap kemerdekaan bangsa ini. Ulama mempunyai peran strategis karena mereka menentukan baik buruknya masyarakat.
Imam Ghazali berpesan :
"Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan, dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah lah tempat meminta segala hal." (Imam Al-Ghazali, Ihya` Ulumiddin, II/191).
Ulama memiliki peran penting dalam perjuangan menyebarkan dan menegakkan syariah Islam di Nusantara. Namun keberadaan ulama tidak lepas dari dukungan politik pemerintah sebagai institusi pelaksana hukum Islam. Dalam perjuangan menegakkan syariah Islam, para ulama Nusantara tidak bersifat lokal, melainkan tercipta jaringan yang kuat dengan ulama di belahan dunia lain, khususnya di Timur Tengah. Hal ini ini sejalan dengan keberadaan pusat kekuasaan politik Islam di Timur Tengah.
Ketika penjajah berusaha melenyapkan syariah Islam, mereka melakukan rekayasa untuk membendung hasrat para ulama agar tidak menjadi garda terdepan pembela syariah Islam. Untuk menegakkan kembali syariah Islam, dengan sendirinya, para ulama memegang peran sangat penting. Untuk membuktikan peran tersebut, tulisan ini akan mengungkap catatan-catatan sejarah mengenai peran para ulama dalam menegakkan syariah Islam serta hubungan sinergis antara ulama dengan institusi kekuasaan yang menerapkan syariah Islam.
Perspektif yang berbeda dapat kita ambil, memandang sejarah di negeri ini tak sekedar runtutan dari era pra kolonial saja, namun yang terpenting menyelami proses Islam ikut berperan di dalamnya. Sebab, Islam di Indonesia lebih dahulu ada hadir dari pada lahirnya Negri ini. Dan Islam ada dalam jiwa masyarakatnya. Meskipun Nusantara terdiri dari beragam suku dan budaya, baik itu pribumi maupun orang Asing. Islam sudah cukup lama berinteraksi dengan bangsa Ini baik melalui hubungan dengan Kekhilafahan, maupun perniagaan di Indonesia khususnya di kota Jakarta. (Sunda Kelapa, jayakarta) Tjandrasasmita, Uka. 2009. Masyarakat Jakarta sebelum Batavia: Sebuah Pendekatan Sejarah Sosial dalam Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta.
Islam berperan sebagai titik temu bagi masyarakat di kota di dusun dusun yang jauh dari pusat kekuasaan sampai pada daerah yang dipisahkan secara etnis suku maupun budaya. Interaksi Islam dengan dalam masyarakat, baik dengan cara Perkawinan maupun perniagaan, banyak melebur identitas adat dan budaya masyarakat. Yang tentunya hal tersebut terjadi tidak lepas dari peran para Ulama.
Pada masa kejayaan Islam di dunia maupun di nusantara. selama sekitar seribu tahun, ulama memegang peran strategis dalam kehidupan. Mereka bagai pelita di tengah kegelapan hidup yang menuntun semua manusia, baik penguasa maupun rakyat biasa. Kerjasama (ta’awun) ulama yang jujur dengan penguasa yang adil telah mengantarkan umat ke puncak kejayaannya (Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Islam) (Jakarta: GIP, 1995).
Sayang, seiring dengan kemunduran taraf berpikir umat Islam, yang diimbuhi dengan proses sekularisasi di Dunia Islam, umat Islam mulai kesulitan menemukan sosok ulama yang mampu menggerakkan perubahan, seperti yang pernah dilakukan Nabi saw. Yang kita dapati adalah ulama yang fakih dalam masalah agama, tetapi tidak memiliki visi politik dan negarawan yang handal. Akhirnya, mereka mudah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam. Ada pula ulama yang memisahkan diri dari kekuasaan dan politik, dengan alasan, politik itu kotor dan najis.
Akibatnya, mereka tidak mampu memberikan konstribusi bagi perubahan masyarakat dan negaranya. Mereka asyik dengan ibadah-ibadah ritual yang sejatinya justru memberangus predikatnya sebagai pewaris nabi. Ada pula ulama yang, sadar atau tidak, terkooptasi oleh pemerintah kufur dan antek-anteknya. Mereka rela menjual agamanya untuk kepentingan dunia. Jahatnya lagi, mereka bahkan rela menyerahkan saudara-saudara Muslimnya untuk memenuhi keinginan kaum kafir. Ada pula yang bertingkah bak seorang artis yang hanya mengejar popularitas belaka. Lantas, apa fungsi dan peran ulama sesungguhnya?
Meneguhkan Peran Politik Ulama
Saat ini jelas penting bagi ulama dan umat ini membangun kembali kesadaran kesadaran ideologis dan politis Islam. Dalam hal ini, tentu peran ulama sangatlah besar. Jika ulama sukses menanamkan kesadaran ideologis dan politis Islam pada diri umat, tanpa dikomando ulama pun, umat pasti akan selalu menjatuhkan pilihannya pada Islam, partai Islam maupun syariah Islam. Bahkan umat akan rela dan siap mati untuk itu.
Untuk itu ada beberapa langkah yang bisa dilakukan ulama. Pertama, meneguhkan kembali jatidiri dan perannya sebagai pewaris nabi (waratsatul anbiya’). Dalam hal ini, peran ulama bukan hanya sekadar menguasai khazanah pemikiran Islam, baik yang menyangkut akidah maupun syariah. Lebih dari itu, bersama umat ulama harus berupaya menerapkan akidah dan syariah Islam itu secara total dalam seluruh aspek kehidupan (ekonomi, politik/pemerintahan, pendidikan, sosial, hukum/peradilan, politik luar negeri dll); bukan hanya dalam tataran spiritual, moral dan ritual belaka. Karena itu, ulama harus selalu terlibat dalam perjuangan untuk mengubah realitas rusak yang bertentangan dengan warisan Nabi saw. Hal itu tidak mungkin terjadi jika syariah Islam tidak diterapkan oleh negara. Dalam hal ini, negara pasti mau menerapkan syariah Islam jika ada dukungan dan dorongan kuat dari para ulama.
Kedua, menjaga umat dari tindak kejahatan, pembodohan dan penyesatan yang dilakukan oleh kaum kafir dan antek-anteknya melalui gagasan, keyakinan dan sistem hukum yang bertentangan dengan Islam. Karena itu, ulama juga harus mampu menjelaskan kepada umat Islam kerusakan dan kebatilan semua pemikiran dan sistem kufur seperti demokrasi, HAM, nasionalisme, pluralisme, sekularisme dan paham-paham kufur lainnya. Ulama juga harus bisa mengungkap semua niat jahat di balik semua sepak terjang kaum kafir dan antek-anteknya. Ini ditujukan agar umat terjauhkan dari kejahatan musuh-musuh Islam.
Ketiga: menjadi pengontrol penguasa. Peran dan fungsi ini hanya bisa berjalan jika ulama mampu memahami konstelasi politik global dan regional. Ulama juga harus mampu menyingkap makar dan permusuhan kaum kafir dalam memerangi Islam dan kaum Muslim. Dengan ungkapan lain, ulama harus memiliki visi politis-ideologis yang kuat hingga fatwa-fatwa yang ia keluarkan tidak hanya beranjak dari tinjauan normatif belaka, tetapi juga bertumpu pada ideologis-politis. Dengan demikian, fatwa-fatwa ulama mampu menjaga umat Islam dari kebinasaan dan kehancuran, bukan malah menjadi sebab malapetaka bagi kaum Muslim. Misalnya, fatwa yang dikeluarkan oleh syaikhul Islam mengenai bolehnya kaum Muslim mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi dan perundang-undangan Barat pada akhir Kekhilafahan Islam. Fatwa ini tidak hanya keliru, tetapi juga menjadi penyebab kehancuran Khilafah Islamiyah. Fatwa ini muncul karena lemahnya visi politis-ideologis ulama pada saat itu.
Keempat: membina umat agar selalu berjalan di atas tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dengan begitu, umat memiliki kepribadian Islam yang kuat; mereka juga berani mengoreksi penyimpangan masyarakat dan penguasa.
Oleh: Ilham Efendi (Malang)
0 Response to "Perubahan Besar Hari ini dan Esok Bermula dari Ulama"
Post a Comment