Coretan Kecil: Saudara Yang Dirindukan
Dakwah Media - Di dunia ini kamu nggak bisa hidup sendiri. Kamu selalu butuh someone tuk bisa nenangin kamu di segala situasi kondisi, yaitu sahabat. Sahabat adalah orang yang paling tepat tuk menghadirkan kata-kata nasehat. Tak jarang, nasehat itu muncul tatkala musibah telah datang pada kita. Sahabat itu kayak lilin di waktu gelap, kayak mercusuar di tengah samudra. Yang mampu nunjukin kita jalan tuk kembali pulang. Dialah someone yang Allah beri tuk nemenin kita menyusuri lika-liku kehidupan. Dan sebagai seorang muslim, sahabat terbaik adalah saudara seiman.
Sobat rohimakumullah. Sejarah Islam telah mencatat gimana rasa dari sebuah persaudaraan iman itu. Istilah “Ansor” nggak bisa dipisahin gitu aja dari “Muhajirin”. Ansor adalah sebuatan buat masyarakat Madinah yang menerima dengan tangan terbuka Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya. Sedangkan Muhajirin adalah sebutan bagi penduduk Mekkah yang eksodus ke Madinah. Mereka terpaksa mengungsi, dengan bekal seadanya karena di kejar-kejar oleh kaum kafir Mekkah jaman itu. Banyak hal menakjubkan antara dua golongan itu. Saking tingginya rasa persaudaraan itu, ada orang Ansor yang bahkan mempersilahkan Muhajirin memilih salah seorang istrinya untuk dinikahi setelah dia ceraikan. Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah mempersaudarakan sesama muslim. Namun, keadaan sekarang ternyata sangat jauh berbeda. Umat Islam yang sejak tahun hijrah sudah di persaudaraan oleh Nabi dengan akidahnya. Nyatanya di jaman serba android udah nggak berlaku lagi.
Sungguh mengkhawatirkan potret umat Islam jaman ini sob. Gimana nggak sedih coba, terhadap sesama muslim galak. Namun, sama orang kafir bermuka manis sambil bergandengan tangan. Hm….. sesak dada gue ngeliatnya. Sobat, kamu tau nggak? Kenapa umat Islam terpuruk kayak gini? Palestina sampe sekarang nggak juga bebas dari Israel. Dan Kamu tau nggak kenapa hingga detik ini saudara seiman kita di Rohingnya, Syam dan belahan bumi yang lain, berteriak kesakitan dan nggak ada satupun saudaranya yang mau nolongin. Semua itu terjadi sebab umat islam sekarang udah nggak punya seorang Khalifah. Pemimpin umat yang senantiasa menjaga harga diri Islam, menjaga persaudaraan umat Islam. Ketiadaan Khalifah nyata-nyata membuat sebagian umat Islam nggak sadar. Galak sama saudaranya, ramah sama musuh-musuhnya. Sampai dengan mudah mengatakan boleh memilih pemimpin kafir. Astagfirullah…
Rajab, adalah bulan mulia penuh keberkahan. Di dalamnya ada dua peristiwa besar; Isra’ Mikraj dan keruntuhan Khilafah Islamiyah. Sobat sekalian pasti paham betul apa itu Isra’ Mikraj dan gimana kejadiannya. Namun, untuk keruntuhan Khilafah mungkin sobat nggak tau. 28 Rajab 1342 H, 96 tahun lalu khilafah telah hancur. Lanjutan sistem pemerintahan Islam yang telah dicontohkan dan dipraktekkan Rasulullah setelah beliau berhijrah, kini telah tiada. Dan itulah awal petaka seluruh umat Islam. Tanpa Khalifah, kita nggak bisa bedain mana kawan mana lawan. Tanpa Khalifah, kita laksana anak ayam kehilangan induk. Dan di momentum rajab tahun ini, ada sebagian saudara kita yang mengingatkan kita tentang hal ini. Namun sayang, dakwah memang nggak semulus jalan tol. Sistem sekuler liberal benar-benar membuat umat Islam kehilangan akal warasnya. Ada saja saudara kita yang nggak senang dan kepanasan sama kegiatan keIslaman. Panas dingin sama kegiatan keislaman, pengajian dibubarkan. Giliran hari raya agama lain di jagain dengan gagah.
Aku malu, aku malu jadi orang Indonesia. Kok ada diantara di bumi Nusantara, orang Islam nggak suka acara keIslaman. Bukankah Indonesia mayoritasnya muslim. Lantas mengapa ada muslim galak sama saudaranya. Alergi sama panji Rasulullah, benci sama syariah Islam. Dan kebenciaannya di ungkapkan dalam sikap yang nggak wajar. Kayak anak kecil yang keinginannya harus dituruti, kalo nggak dituruti ngambek, marah. “Pokoknya” jadi kalimat sakti untuk membenarkan sikap dan argumennya. Aku jadi bertanya, seperti itukah sikap seorang muslim terhadap saudaranya?
Allahu Ya Rabb…. Ampunilah saudara kami itu, berikanlah hidayahMu kepadanya. Aku ingin agar aku, dia dan kita semua bisa duduk bersama, bergandengan tangan. Bersama, mengibarkan setinggi-tinginya panji al liwa dan ar raya. Panji Rasulullah…. Melepaskan ego demi persatuan umat. Menghilangkan perbedaan furu’ tuk kesatuan Islam dan Kaum Muslimin. Kami menantikan datangnya kaum Ansor, orang-orang yang menolong. Saudara seiman yang menunjukkan jalan agar umat Islam Indonesia terbebas dari cengkeraman Asing dan Aseng. Sungguh kami rindu, kami merindukan persaudaraan sebagaimana persaudaraan kaum Ansor dan Muhajirin.
Sobat rohimakumullah. Sejarah Islam telah mencatat gimana rasa dari sebuah persaudaraan iman itu. Istilah “Ansor” nggak bisa dipisahin gitu aja dari “Muhajirin”. Ansor adalah sebuatan buat masyarakat Madinah yang menerima dengan tangan terbuka Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya. Sedangkan Muhajirin adalah sebutan bagi penduduk Mekkah yang eksodus ke Madinah. Mereka terpaksa mengungsi, dengan bekal seadanya karena di kejar-kejar oleh kaum kafir Mekkah jaman itu. Banyak hal menakjubkan antara dua golongan itu. Saking tingginya rasa persaudaraan itu, ada orang Ansor yang bahkan mempersilahkan Muhajirin memilih salah seorang istrinya untuk dinikahi setelah dia ceraikan. Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah mempersaudarakan sesama muslim. Namun, keadaan sekarang ternyata sangat jauh berbeda. Umat Islam yang sejak tahun hijrah sudah di persaudaraan oleh Nabi dengan akidahnya. Nyatanya di jaman serba android udah nggak berlaku lagi.
Sungguh mengkhawatirkan potret umat Islam jaman ini sob. Gimana nggak sedih coba, terhadap sesama muslim galak. Namun, sama orang kafir bermuka manis sambil bergandengan tangan. Hm….. sesak dada gue ngeliatnya. Sobat, kamu tau nggak? Kenapa umat Islam terpuruk kayak gini? Palestina sampe sekarang nggak juga bebas dari Israel. Dan Kamu tau nggak kenapa hingga detik ini saudara seiman kita di Rohingnya, Syam dan belahan bumi yang lain, berteriak kesakitan dan nggak ada satupun saudaranya yang mau nolongin. Semua itu terjadi sebab umat islam sekarang udah nggak punya seorang Khalifah. Pemimpin umat yang senantiasa menjaga harga diri Islam, menjaga persaudaraan umat Islam. Ketiadaan Khalifah nyata-nyata membuat sebagian umat Islam nggak sadar. Galak sama saudaranya, ramah sama musuh-musuhnya. Sampai dengan mudah mengatakan boleh memilih pemimpin kafir. Astagfirullah…
Rajab, adalah bulan mulia penuh keberkahan. Di dalamnya ada dua peristiwa besar; Isra’ Mikraj dan keruntuhan Khilafah Islamiyah. Sobat sekalian pasti paham betul apa itu Isra’ Mikraj dan gimana kejadiannya. Namun, untuk keruntuhan Khilafah mungkin sobat nggak tau. 28 Rajab 1342 H, 96 tahun lalu khilafah telah hancur. Lanjutan sistem pemerintahan Islam yang telah dicontohkan dan dipraktekkan Rasulullah setelah beliau berhijrah, kini telah tiada. Dan itulah awal petaka seluruh umat Islam. Tanpa Khalifah, kita nggak bisa bedain mana kawan mana lawan. Tanpa Khalifah, kita laksana anak ayam kehilangan induk. Dan di momentum rajab tahun ini, ada sebagian saudara kita yang mengingatkan kita tentang hal ini. Namun sayang, dakwah memang nggak semulus jalan tol. Sistem sekuler liberal benar-benar membuat umat Islam kehilangan akal warasnya. Ada saja saudara kita yang nggak senang dan kepanasan sama kegiatan keIslaman. Panas dingin sama kegiatan keislaman, pengajian dibubarkan. Giliran hari raya agama lain di jagain dengan gagah.
Aku malu, aku malu jadi orang Indonesia. Kok ada diantara di bumi Nusantara, orang Islam nggak suka acara keIslaman. Bukankah Indonesia mayoritasnya muslim. Lantas mengapa ada muslim galak sama saudaranya. Alergi sama panji Rasulullah, benci sama syariah Islam. Dan kebenciaannya di ungkapkan dalam sikap yang nggak wajar. Kayak anak kecil yang keinginannya harus dituruti, kalo nggak dituruti ngambek, marah. “Pokoknya” jadi kalimat sakti untuk membenarkan sikap dan argumennya. Aku jadi bertanya, seperti itukah sikap seorang muslim terhadap saudaranya?
Allahu Ya Rabb…. Ampunilah saudara kami itu, berikanlah hidayahMu kepadanya. Aku ingin agar aku, dia dan kita semua bisa duduk bersama, bergandengan tangan. Bersama, mengibarkan setinggi-tinginya panji al liwa dan ar raya. Panji Rasulullah…. Melepaskan ego demi persatuan umat. Menghilangkan perbedaan furu’ tuk kesatuan Islam dan Kaum Muslimin. Kami menantikan datangnya kaum Ansor, orang-orang yang menolong. Saudara seiman yang menunjukkan jalan agar umat Islam Indonesia terbebas dari cengkeraman Asing dan Aseng. Sungguh kami rindu, kami merindukan persaudaraan sebagaimana persaudaraan kaum Ansor dan Muhajirin.
Oleh: Aziz Rohman
0 Response to "Coretan Kecil: Saudara Yang Dirindukan"
Post a Comment