-->

Kapolri Gagal Paham Terhadap HTI



Dakwah Media - Beredar wacana Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang ingin membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia menuai banyak tanggapan dan reaksi dari berbagai kalangan salah satunya dari Komnas HAM yang berpandangan bahwa hal itu melampaui kewenangannya,” ujar Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution (mediaumat.com), Sabtu (29/4/2017).

Tindakan yang dikatakan Kapolri merupakan sebuah sikap yang berlebihan. Sebab menurut Komnas HAM kebebasan berkumpul, berserikat, berorganisasi, menyampaikan pendapat adalah hak konstitusional warga negara. Negara harus memfasilitasi hak tersebut.

Kebebasan berkumpul, berserikat, berorganisasi itu tentu sejatinya juga menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya itu wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan UU dengan maksud untuk menghormati HAM orang lain serta dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum (Pasal 28J UUDNRI tahun 1945 dan Pasal 73 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM).

Jika ada orang atau pihak manapun yang tidak setuju dengan pandangan dan gerakan organisasi apapun, maka cara yang paling elegan adalah  melalui proses hukum, yaitu mengajukannya ke pengadilan. “Pembubaran terhadap organisasi/perkumpulan adalah harus berdasarkan keputusan pengadilan. Orang atau pihak manapun tidak boleh main hakim sendiri,” pungkasnya. (mediaumat.com, 29/4/2017)

Hizbut Tahrir Indonesia juga sering dituduh tidak mempunyai wawasan kebangsaan dan anti NKRI. Padahal seharusnya sebelum jelas apa pengertian wawasan kebangsaan itu, kita tidak bisa mengatakan bahwa seseorang atau sebuah kelompok, termasuk Hizbut Tahrir Indonesia itu, memiliki atau tidak memiliki wawasan kebangsaan.

Maka bila wawasan kebangsaan diartikan sebagai bentuk kepedulian dan pembelaan terhadap negara, maka HTI memang sedang bekerja untuk menjaga negara ini dari segala bentuk penjajahan. Namun, bila wawasan kebangsaan diartikan sebagai ketundukan pada sekularisme, maka HTI dengan tegas menolak.” Pernyataan ini sekaligus untuk menegaskan posisi (standing position) HTI di hadapan istilah wawasan kebangsaan, ujar Ismail Yusanto Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia.

Selanjutnya ust ismail,menambahkan, “HTI bekerja untuk menjaga dan membebaskan negara ini dari segala bentuk penjajahan melalui penegakan syariah. Karena penjajahan yang paling nyata, setelah penjajahan fisik (militer) berakhir, adalah melalui penerapan sistem sekular, utamanya di bidang ekonomi dengan penerapan ekonomi kapitalis, dan di bidang politik penerapan demokrasi yang terbukti telah menimbulkan berbagai bentuk kerusakan (fasad).

Sikap Kapolri kurang adil serta terlalu berlebihan bahkan bersikap otoriter dalam melakukan penilaian. Jika sebuah kelompok islam disebut kelompok radikal. Padahal hanya melakukan aktivitas dakwah lalu di tuduh makar serta merubah pilar-pilar dasar seperti Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

Padahal faktanya adalah ada yang pernah untuk merubah Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila. Juga terjadi perubahan melalui amandemen UUD 1945 (perubahan) sebanyak 4 Kali sejak 1999-2002. Amandemen pertama 19 oktober 1999, Kedua 18 agustus 2000, Ketiga pada 10 november 2001, Keempat pada 11 agustus 2002. dan bahkan sudah di usulkan beberapa Pasal lagi akan di Amandemen (Amandemen V) ini jelas mengubah UUD 1945 apakah itu dilakukan HTI?  Kemudian HTI juga di tuduh anti Pancasila, lalu sila ke berapa yang di langgar?

Apakah mereka memahami jika selama ini HTI memberikan nasihat-nasihat kepada penguasa itu anti terhadap Pancasila?
Lalu bagaimana dengan sikap penguasa yang justru menjual BUMN kepada pihak asing? Apakah itu yang disebut Pancasilais lalu melakukan liberalisasi pasar bebas serta menyerahkan Sember Daya Alam Indonesia ke pihak asing yang berakibat menyengsarakan rakyat itu yang di sebut pro Pancasila.

Coba kita jangan gagal paham melihat fakta betapa rapuhnya sendi-sendi Indonesia dari Ekonomi, Sosial, Politik, Hukum dan lain sebagainya lalu di tambah lepasnya Timor Timor dari NKRI, serta ada beberapa wilayah yang juga ingin lepas dr NKRI seperti Papua dan Aceh. Semuanya menandakan bahwa Indonesia sedang mengalami kris dan mendesak perlu perubahan.

Dari gagasan dan perubahan yang ada terlihat belum mampu menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa Indonesia, bahkan masih banyak persoalan yang ada mulai dari tingkat kemiskinan yang cukup besar, kesejahteraan yang masih rendah dan tidak merata padahal Indonesia adalah negara yang kaya SDA, namun faktanya SDA yang ada di kuasai asing.

Maka HTI memberikan gagasan perubahan untuk Indonesia lebih baik, mestinya di pandang sebagai hal yang wajar tidak usah terlalu paranoid. Justru HTI berkontribusi dalam pencerdasan kepada rakyat akan bahaya Kapitalisme dengan sekema neoliberalisme yang menjadikan penjajahan gaya baru terus bercokol di Indonesia. Yang sangat menyengsarakan rakyat.
Maka seiring dengan perjalanan waktu bahwa perubahan adalah suatu keniscayaan, namun perubahan ke arah mana yang harus ditempuh itulah yang salah satu yang diusulkan oleh HTI.

Saya pribadi salut melihat HTI yang di penuhi kader-kader anak- anak muda yang punya visi terjun di masyarakat hidup bersama masyarakat dan terus melakukan edukasi serta pencerdasan serta bersifat kritis,santun dan intektual tidak seperti para pejabat yang membuat kebijakan yang menambah penderitaan rakyat serta melakukan korupsi.

Justru yang jelas membahayakan negeri ini adalah para Koruptor, mafia Narkoba, pejabat culas yang mejual aset negara  serta pihak asing yang leluasa mengexploitasi Sember Daya Alam Indonesia bukan HTI..[ba]

Oleh: Bambang Pranoto Bayu Aji - Peneliti di Civilization Analysis Forum (CAF) 

0 Response to "Kapolri Gagal Paham Terhadap HTI"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Plis Like Fanpage Kami ya
close