Hari Valentine : Komersialisasi Kasih-Sayang
Oleh : Maria Ulfa *)
Hari Valentine sudah tidak asing lagi di kalangan remaja lintas negara. Bahkan istilah ini menjadi sangat populer ketika hampir semua orang menyebutnya sebagai hari kasih sayang, sebuah jargon yang disematkan padanya.
Peringatan Hari Valentine yang jatuh pada tanggal 14 Februari telah menyihir semua orang untuk turut merayakannya. Mulai dari yang tinggal di kota besar, sampai ke kampung-kampung. Menurut mereka, wajib hukumnya merayakan bersama orang yang mereka sayangi.
Berbagai aktivitas pun dilakukan, salah satunya adalah saling tukar kado diselipi kartu berisi kata-kata cinta. Kado yang paling sering diberikan adalah boneka, cokelat, dan bunga. Namun sekarang tak hanya sebatas itu, di sebuah swalayan yang memiliki banyak cabang di seantero negeri, dijual paket coklat plus kondom sebagai bingkisan hari kasih-sayang.
Bingkisan yang tertulis di akhir paragraf di atas adalah untuk penunjang aktivitas lain yang tak kalah ‘seru’nya dalam merayakan Hari valentine. Ya, aktivitas free sex (baca : perzinahan) antara laki-laki dan perempuan dengan dalih meluapkan rasa kasih-sayang.
Bisnis Menggiurkan
Tanpa disadari, Hari Valentine telah menjadi gaya hidup remaja. Begitu booming perayaannya hingga para kapitalis tergiur untuk menjadikan perayaan itu sebagai ladang bisnis. Maka jadilah pusat perbelanjaan penuh dengan aneka pernak-pernik khas Valentine, mulai dari dekorasi toko yang tiba-tiba bernuansa pink dengan hiasan berbentuk hati, hingga membanjiri tokonya dengan produk-produk yang identik dengan perayaan tersebut.
Di beberapa restauran, cafe, atau tempat berkumpulnya anak muda lainnya disulap menjadi tempat yang representatif untuk merayakan hari kasih-sayang. Hal ini semakin menarik dengan adanya penawaran paket-paket menu Valentine dengan harga khusus pula.
Melihat peluang bisnis yang begitu besar, tak pelak menjadikan para pengusaha beramai-ramai menjadikan ajang Hari Valentine untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Bahkan pedagang bunga bisa meneguk untung lebih dari dua kali lipat dibanding hari biasa. Belum lagi dari usaha cokelat, para pengusaha mengklaim bisa mendapat untung lebih banyak 50% dari biasanya (dari berbagai sumber). Yang lebih mencengangkan, kondom dan alat pendeteksi kehamilanpun laris manis. Penjualannya naik hingga 300% (www.tempo.co).
Ini adalah bukti nyata bahwa Hari Valentine adalah momen yang menguntungkan para pebisnis. Tanpa memikirkan dampak bagi moral remaja, mereka mengekspos perayaan ini di berbagai media, khususnya di televisi sedemikian gencarnya untuk mendongkrak pemasaran produk mereka. Asumsinya, semakin banyak yang ikut-ikutan merayakan, semakin banyak pula produk mereka yang terjual.
Sikap Muslim
Sebagai seorang muslim, standar perbuatan kita adalah halal-haram berdasar Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Keyakinan bahwa Allah SWT mengatur seluruh aspek kehidupan menjadikan kita yakin pula bahwa Allah juga mengatur urusan gaya hidup, termasuk masalah Hari Valentine.
Berdasar sejarah dan fakta Hari Valentine, dapat kita ketahui bahwa perayaan itu tak ada sangkut-pautnya dengan Islam. Terlebih melihat dampak kerusakan moral akibat pergaulan bebas yang dikampanyekan dalam Hari Valentine. Tak ayal lagi, seorang muslim haruslah menolak perayaan ini, dan mengkampanyekan penolakannya di manapun berada. Wallahu a’lam
(Karya Peserta Training Jurnalistik MHTI Pondok Melati, 14 januari 2014)
Plis Like Fanpage Kami ya
0 Response to "Hari Valentine : Komersialisasi Kasih-Sayang"
Post a Comment