Manusia Itu Terbatas dan Butuh Sesuatu yang Menjadi Sandaran
Oleh : Recky Anadi, Aktivis di Kajian Islam Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia
SATU tahun yang lalu, tepatnya ketika saya mengikut test SBMPTN di Bandung pada tahun 2013 lalu, ketika itu seusai mengerjakan test tersebut saya berencana kembali pulang ke tempat penginapan yang letaknya tidak jauh dari tempat test dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Namun, pada saat perjalanan pulang saya tersesat karena lupa arah menuju penginapan (maklum pusing kali gara-gara habis ngerjain test), tidak masalah juga bagi saya meski tersesat, karena hitung-hitung jalan-jalan. Ketika di perjalanan mencari jalan yang benar itu, saya menemukan mesjid yang cukup megah di tengah-tengah suatu kompleks, saya pun berjalan melewati mesjid tersebut, dan di sanalah ada “moment” yang tak terlupakan bagi saya pribadi.
Di dalam mesjid megah yang saya lewati tersebut, ternyata sedang diadakan sebuah pengajian, karena saya mendengar suara seorang ustadz yang menggebu-gebu menyiarkan Islam. Ketika itu saya mendengar sepintas pesan yang disampaikan oleh ustadz tersebut, beliau berkata, “Apa yang di lihat manusia tidaklah sama dengan apa yang di lihat oleh Allah, dan apa yang di dengar oleh manusia tidaklah sama seperti apa yang di dengar oleh Allah, apa yang manusia ketahui tentang sesuatu, tidaklah sama dengan apa yang diketahui oleh Allah. Apa yang di lihat oleh manusia dan dianggap benar, belum tentu benar dihadapan Allah, begitu pun sebaliknya, apa yang dilihat manusia dan dianggap salah/ buruk, belum tentu juga salah/ buruk dihadapan Allah, apa yang di dengar oleh manusia dan dianggap hal itu baik, maka belum tentu itu hal yang baik di hadapan Allah, dan sebaliknya.”
Sepanjang perjalanan saya merenung dan mencoba mencerna kata-katanya sambil merefleksikan dengan kenyataan yang ada, dan akhirnya saya mendapati suatu kesimpulan, bahwa manusia itu sifatnya terbatas, butuh yang namanya suatu pedoman dan sesuatu yang dapat dijadikan sandaran, yaitu Sang Pencipta, karena apa yang diketahui manusia itu belum tentu benar atau bisa dikatakan bahwa ruang lingkup pengetahuan manusia itu terbatas dan hanya Allah Azza wa Jalla sajalah yang Maha Mengetahui atas segala sesuatunya. Dan kenyatannya pun memang benar, terkadang ada satu orang/ golongan yang saling mengklaim dirinya/ golongannya paling benar dan orang/ golongan yang lain itu salah tanpa ada dasar yang jelas, ada juga seseorang yang saling mengklaim bahwa pendapat dan perkataanya itu benar sedangkan yang lainnya salah, padahal apa yang diklaim benar menurut mereka belum tentu benar di sisi Allah, karena dalam Al-Quran Allah berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS. Al-Baqarah : 216).
Nah, yang jadi pertanyaannya dari mana kita tahu pendapat yang kita yakini itu benar dan apa yang kita lakukan itu benar juga? Sebagai seorang Muslim maka sudah seharusnya kita menjadikan hukum syara atas dasar segala perbuatan, artinya segala sesuatunya harus dikembalikan lagi kepada Islam, kepada Allah danRasul-Nya. Allah SWT berfirman, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah danRasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata,” (QS. Al-Ahzab : 36).
Wallahu a’lam bishshawab. []
Redaktur: Rika Rahmawati
0 Response to "Manusia Itu Terbatas dan Butuh Sesuatu yang Menjadi Sandaran"
Post a Comment