-->

Pilkada Untuk Memenangkan Islam?



Dakwah Media - Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) telah dilaksanakan secara serentak pada tanggal 15 Februari 2017 , diikuti 101 daerah. Daerah yang menyelenggarakan pilkada tersebut terdiri atas 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Ketujuh provinsi tersebut yaitu Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. (http://pilkada.liputan6.com)

Pilkada serentak yang dilaksanakan tersebut adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah . Presiden Joko Widodo telah meneken Undang-Undang tersebut bersamaan dengan UU Nomor 9/2015 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU 8/2015, pelaksaanan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dilaksanakan setiap lima tahun sekali secara serentak.

Related

Penyelenggaraan pilkada yang sangat menarik untuk disoroti tahun ini adalah pilkada yang diselenggarakan di DKI Jakarta. Jauh hari sebelum pilkada diselenggarakan, Jakarta menjadi sangat ‘gaduh’ karena adanya kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Gubernur sekaligus petahana yang diusung partai berlambang kepala banteng itu dimeja hijaukan oleh beberapa ormas islam karena ucapannya yang dianggap melecehkan surah Al Maidah 51.

Berawal dari pidato Ahok yang menyatakan umat islam “Dibohongi pake Al Maidah 51… Dibodohi…” saat berpidato di Kepulauan seribu, diunggah oleh Pemprov DKI dan akhirnya menjadi viral di sosial media. MUI menanggapinya dengan mengeluarkan fatwa keagamaan bahwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah melakukan penistaan agama. Fatwa tersebut dikawal oleh umat islam yang tergabung dalam beberapa ormas. Tak lama kemudian terbentuklah Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) yang diketuai oleh Ustadz Bachtiar Natsir.

Penanganan kasus yang lambat dari kepolisian dalam memproses Ahok, membuat umat islam turun aksi ke jalan dengan tema gerakan Aksi Bela Islam yang diprakarsai oleh GNPF-MUI. Sudah lebih dari 3 kali aksi tersebut dilakukan oleh umat islam untuk menuntut Ahok diproses secara hukum, ditangkap dan dijebloskan ke dalam jeruji besi. Aksi yang paling fenomenal adalah aksi 212 yang diikuti jutaan orang dari seluruh Indonesia. Monas, yang saat itu dijadikan tempat aksi tak bisa menampung banyaknya umat islam yang hadir, masa pun meluber hingga bundaran HI dan jalan-jalan disekitarnya .

Melihat banyaknya masa yang menuntut proses hukum kepada penista agama, ternyata tidak mempengaruhi jumlah suara yang diperoleh oleh penista agama pada pelaksanaan pilkada lalu. Pasangan Ahok-Djarot tetap saja unggul 42,91 %, disusul Anis-Sandi 40,05%, dan Agus-Sylvi (https://pilkada2017.kpu.go.id/hasil/t1/dki_jakarta). Ini menandakan bahwa umat islam belum sadar akan kewajiban untuk memilih pemimpin muslim. Terlepas dari banyak dugaan kecurangan yang terjadi kita bisa menarik kesimpulan bahwa pilkada tidak bisa memenangkan islam. Dalam pemilu demokrasi semua orang punya hak pilih yang sama entah itu Kyai, Ulama, Akademisi, ataupun maaf PSK, tukang judi, tukang mabok dst. Demokrasi tidak melihat itu, yang dilihat dalam demokrasi adalah jumlah kepala bukan isi kepala. Menyamakan suara rakyat yang berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan, yang taat dengan yang ahli maksiat, yang jujur memilih dengan hati dan yang memilih karena jatah sembako. Semua itu adalah ilusi jika kita berharap kemenanngan islam bisa tercapai lewat proses pilkada dalam demokrasi yang rentan terhadap money politic dan penyelewengan.

Umat islam harus segera sadar bahwa demokrasi tidak akan memenangkan islam, justru demokrasi akan terus memasung islam agar tidak masuk kedalam lorong-lorong kehidupan masyarakat. Sekulerisme yang menjadi asas dari demokrasi tidak akan membiarkan islam masuk dalam urusan pengaturan masyarakat. Pun, jika pemimpin muslim menang dalam pemilu maka islam pun tak akan bisa diterapkan secara kaffah karena pemimpin yang ada tetap akan menjalankan demokrasi yang menempatkan islam dalam ranah individu dan ibadah mahdah saja, bukan islam sebagai pengatur urusan-urusan rakyat dalam kehidupan berpolitik, pendidikan, ekonomi, hukum dst.

Lalu bagaimana cara untuk memenangkan islam?. Rasulullah SAW adalah suri tauladan bagi umat islam. Rasul pun telah mencontohkan bagaimana proses dalam menegakkan islam di Madinah saat itu. Rasul tidak berkolaborasi dengan kaum kafir Quraisy, namun Rasul membina sahabat-sahabatnya dengan pembinaan yang intensif terus menerus hingga islam melekat dalam diri dan jiwa mereka, lalu sahabat-sahabat itu berdakwah bersama Rasul menyerukan islam kepada masyarakat, dibarengi dengan aktivitas mencari kaum yang mempunyai kekuatan untuk menjadi pelindung dakwah, bertemulah Rasul dengan suku Aus dan Khazraj di Madinah dan saat itulah islam bisa ditegakkan secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan.

Yang harus kita lakukan adalah meneladani Rasulullah SAW, yakni bergabung dalam jamaah dakwah yang mempunyai visi menegakkan islam, seperti para sahabat yang bergabung dalam jamaah Rasul yang juga mempunyai visi untuk menegakkan islam, lalu kita ikut dalam pembinaannya, seperti para sahabat yang dibina oleh Rasulullah SAW, lalu taat pada aturan-aturan dalam jamaah seperti para sahabat menaati Rasul Muhammad SAW dan terakhir melakukan aktivitas politik untuk mencari kekuatan pelindung dakwah, seperti Rasulullah Muhammad yang menawarkannya kepada suku Aus dan Khazraj . Dengan itulah islam akan menang! Islam akan tegak dengan sempurna secara kaffah.

Oleh : Yudhi SBS (LKM DPD 2 HTI Nganjuk)
Plis Like Fanpage Kami ya

Related Posts

0 Response to "Pilkada Untuk Memenangkan Islam?"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close