Optimisme Melihat Dinamika Politik Indonesia
Dakwah Media - Melihat peta politik di Indonesia secara kasat mata memang layak membuat kita pesimis. Betapa tidak? Politik minus etika dan nilai dipertontonkan secara telanjang. Janji kampanye berbusa nyaris tidak ada satu pun yang direalisasi. Korupsi kian menggurita dan terdistribusi merata, mulai level negara hingga level desa/kelurahan. Penyalah-gunaan wewenang terjadi mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif, bahkan lembaga-lembaga sosial-kemasyarakatan-keagamaan lupa dan abai dengan perannya, lalu mereka menempel bak benalu pada lembaga-lembaga pemerintahan untuk sekedar mendapat gelontoran rupiah.
Dalam situasi politik saat ini, jangan tanya soal keadilan. Sebab, keadilan itu hanya ada dalam tumpukan buku di perpustakaan kampus-kampus yang para akademisinya tak lagi peduli, apalagi mau menyuarakan rintihan nurani masyarakat. Memang, ada satu atau dua akademisi yang masih berusaha berteriak untuk menyuarakan isi nurani, tetapi mereka itu hanyalah makhluk langka dalam kerumunan akademisi yang hanya peduli dengan jurnal terindeks scopus untuk kenaikan pangkat atau sekedar mencairkan insentif, atau sekedar untuk mendokrak h-indeks.
Dalam kehidupan masyarakat dan bernegara, keadilan itu bermetamorfosis menjadi sekedar perlombaan uang dan kekuasaan. Jangan tanya keadilan jika kita tidak membawa sekoper uang. Namun, jika kertas bergambar Bung Karno dan Bung Hatta itu telah berdesak-desakan di dalam koper, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Semua bisa diatasi secepat kilat. Yang tidak ada berubah menjadi ada. Yang ada berubah menjadi tidak ada. Yang barat berubah jadi timur dan yang timur akan berubah menjadi barat. Juga jangan pernah berurusan dengan siapapun dengan seseorang yang ada koneksi dengan kekuasaan, apalagi sanak kerabatnya. Jika mereka maling, lalu kita berteriak ada maling, maka aparat dengan sigap akan menangkap dan mengerangkeng kita. Ancaman yang kita terima luar biasa. Kita bisa dituduh telah mencemarkan nama baik, membuat keonaran, membuat kegaduhan, atau merusak ketentraman masyarakat. Oleh karena itu jangan pernah sekali-kali berisik di depan sanak famili pejabat, apalagi di depan putra mahkota kesayangannya. Kita akan dikutuk sehingga tak akan bisa apa-apa lagi.
Dalam masyarakat, juga jangan tanya kesejahteraan. Harga-harga barang-barang telah naik secara tak terkendali, bahkan sebagian masyarakat tak setuju dengan istilah kenaikan harga, mereka menyebutnya: “berubah harga”. Pada saat yang sama, pekerjaan bagi masyarakat semakin langka. Jika ada pekerjaan, sekasar dan serendah apapun, itu pun sudah diserbu oleh imigran Cina yang telah difasilitasi dengan VIP oleh penguasa. Sudah begitu, berbagai pungutan dan pajak terus merangkak seperti tak tahu kondisi masyarakat. Listrik, gas, air, dan lain sebagainya semakin tak bersahabat dengan masyarakat.
Politik semakin berwajah muram. Taka ada logika, nurani dan hati. Saat jabatan sudah dibagi kepada para politisi, tak boleh lagi ada sikap kritis. Politik rasional sudah punah, dan semuanya telah berganti menjadi politik transaksional. UUD pun telah diketok palu untuk mereka yang kritis. Ancaman 20 tahun hingga seumur hidup siap diterapkan tanpa ada ampun. Jangan tanya pengadilan. Tidak ada lagi pengadilan, sebab politik adalah segala-galanya. Politik adalah maha raja yang kakinya harus dijilat oleh mereka yang lupa dirinya.
Namun dalam suasana yang mau tak mau kita harus pesimis karena memang nyaris taka da harapan, di sisi lain sinar harapan optimisme begitu membuncah. Sekelompok anak-anak muda seakan datang dari planet lain. Mereka dengan menakjubkan hidup dan berjuang tanpa kontaminasi sedikit pun dari para politisi dan vampire, padahal nyaris siapapun tak akan akan bisa lepas dari pengaruhnya. Mereka memang hidup bersama dengan yang lain, berbahasa sama dengan lainnya, makan makanan yang sama dengan lainnya, dan berpakaian sama dengan sesamanya, bahkan lahir dari nenek-moyang yang sama dengan lainnya, tetapi sungguh menakjubkan pikiran dan hati mereka benar-benar berbeda. Tak terinfiltrasi sedikit pun dengan berbagai kotoran politik, hukum, ekonomi dan berbagai nilai yang dikultuskan oleh masyarakatnya.
Anak-anak muda ini memiliki pemikiran dan perasaan yang betul-betul jernih. Meraka seakan dituntun oleh wahyu dari langit, dan memang begitulah adanya. Saat semua orang mabuk kepayang dengan demokrasi dan liberalisme, mereka justru menyuarakan Khilafah yang mengikuti jalan kenabian. Saat semua hukum diputuskan dengan deal-deal politik transaksional, mereka menyuarakan kedaulatan syariah. Saat semua orang berebut kue kekuasaan, mereka justru menantang kekuasaan dan membusungkan dada tanpa perasaan gentar sedikit pun. Saat semua orang berebut recehan rupiah, mereka justru menolak semua tawaran yang diberikan kepadanya baik lewat jalan sembunyi atau terang-terangan. Saat semu orang cari selamat, mereka justru mengabaikan kesalamatan dirinya.
Tak ayal, karena mereka tak bisa dibujuk dan dirayu, akhirnya mereka dipersekusi oleh para penguasa tiran dan kelompoknya. Mereka dibubarkan tanpa ada penjelasan. Mereka dipersekusi tanpa ada alasan. Mereka dikriminalisasi tanpa sebab musabab.
Tapi yang mengagumkan, mereka justru tersenyum bahagia terhadap semua persekusi dan tirani. Meraka tak mengeluh apalagi bersikap kalah. Mereka justru merasa bahagia karena jalan yang dilaluinya ternyata persis sama seperti jalan kenabian yang sejak awal mereka lalui. Mereka terus melawan dengan hanya bermodal keyakinan dan ketulusan. Tapi jangan salah, dengan modal seperti merekalh dulu Fir’aun, Namrudz, dan penguasa tiran berhasil diruntuhkan.
Sungguh di tangan merekalah, Indonesia bahkan dunia ini akan berubah. Melihat wajah-wajah mereka, kusut dan carut-marut politik-hukum-ekonomi tampaknya akan segera terurai dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Semua orang memang layak untuk nyinyir kepada mereka, tetapi masyarakat butuh orang-orang seperti mereka. Di tangan merekalah, perubahan fundamental itu akan terjadi. Perubahan fundamental bukanlah sekedar keluar dari mulut buaya lalu masuk mulut singa. Perubahan fundamental bukanlah sekedar muncul wajah baru tapi pikiran tetap sama. Perubahan fundamental bukanlah sekedar perubahan orang tetapi perubahan sistem. Perubahan fundamental bukanlah berubah ketundukan dari satu tirani ke tirani lain, tetapi perubahan dalam ketundukan hanya kepada pencipta alam semesta ini. Perubahan bukanlah sekedar perubahan evolusi tetapi revolusi.
Di tangan mereka itulah perubahan itu benar-benar akan terjadi. Tak usah pesimis dengan malam yang begitu gulita karena pertanda subuh akan segera tiba.
Semua orang boleh bilang Khilafah itu mustahil, namun jika Nabi Muhammad saw sudah bilang “kemudian akan datang lagi Khilafah” (HR Ahmad), manusia mau bilang apa?
Wallahu a’lam.
Oleh: Ezufatrin (Direktur Nusantara Politics Watch)
0 Response to "Optimisme Melihat Dinamika Politik Indonesia"
Post a Comment