Rotan, diniyah dan SLJJ
Dakwah Media - Yuk berbagi cerita, Sabtu (18/02) saya berkunjung ke rumah teman di Jember. Ternyata dia masih bertugas di Mali Afrika, kedua orang tuanyalah yang menemui saya. Sang bapak adalah seorang masinis yang pensiun sejak 6 tahun lalu. Sedangkan sang ibu, tetap setia sebagai ibu rumah tangga. Saya memanggil mereka, pak dan bu Mashoedi. Mereka memiliki empat orang putra. Si sulung adalah teman saya. Seorang Mayor TNI Angkatan Udara. Saat ini bertugas di Mali Afrika sebagai UN Staff Officer pada Jabatan Acting Chief G3 Operation Branch Office.
Anak kedua juga seorang perwira TNI. Berpangkat Mayor Laut Pelaut (Kapal Selam). Berdinas di Mabes TNI bagian pendidikan Luar Negeri. Anak ketiga mereka bekerja di PJB (Pembangkit Jawa Bali) di Bekasi sebagai supervisor operator mesin pembangkit. Sedangkan si bungsu, tercatat sebagai mahasiswa semester Akhir Teknik Perencanaan tata ruang kota (Planologi) di Universitas Brawijaya Malang. Melihat prestasi ke empat anak mereka itu, saya pun bertanya kepada pak dan ibu Mashoedi tentang resep mereka dalam mendidik anak. Sang Ibu menjawab lebih dulu, "Dengan rotan" katanya.
Rotan itu diletakkan di ruang tamu, di atas slerekan korden yang menuju ruang keuarga. Anak-anak mereka akan selalu melihat rotan itu setiap masuk ke rumah atau berada di ruang tamu. Ia difungsikan untuk 'menakut-nakuti' bukan untuk memukuli.
"Kalau sudah tiba waktu sholat kok tidak segera sholat, padahal sudah disuruh beberapa kali, maka saya akan mengambil rotan. Anak-anak pasti langsung lari mengambil wudhu" kata bu Mashoedi sambil tertawa menjelaskan fungsi rotan itu. Kalaupun rotan tersebut 'berubah fungsi', sifatnya hanya sementara dan sangat jarang. Pukulan yang diberikan pun sudah terukur. Hanya membuat jera tanpa melukai. Demikian yang saya pahami dari penjelasan bu Mashoedi.
Menurut saya, rotan adalah simbol ketegasan dan kedisiplinan. Syarat mutlak dalam mendidik siapa pun, terlebih anak-anak kita. Mereka juga senantiasa memotivasi anak-anak mereka untuk rajin belajar dan sekolah setinggi-tingginya agar bisa bermanfaat bagi orang lain. Mereka selalu mengikuti perkembangan intelektual dan kepribadian anak-anak mereka. Jika ada ketidakberesan, sang anak pasti dinasehati dan diajak bicara dari hati ke hati.
Walau suami istri ini hanya tamatan SMP, tapi mereka sangat paham bekal apa yang harus ditanamkan kepada anak-anaknya. Iptek itu penting, tapi tanpa Imtaq ia akan liar dan berbahaya. Pintar dan cerdas, tapi jauh dari Tuhannya. Karena itu, setiap sore anak-anak mereka diikutkan _diniyah_ (mengaji dan belajar agama) di salah seorang ustadz di dekat rumah.
Ketika saya bertanya tentang upaya batin yang dilakukan, bu mashoedi menjawab, "SLJJ, Sambungan Langsung Jarak Jauh", alias "Sholat Tahajud" kata pak Mashoedi menambahkan penjelasan istrinya.
Mereka terinspirasi oleh Da'i sejuta ummat, KH. Zainuddin MZ (alm). istilah 'SLJJ' mereka peroleh dari ceramah Da'i kondang tersebut. Pak dan bu Mashoedi sangat yakin Allah akan mengabulkan doa-doa mereka. Hampir tiap hari di sepertiga malam terakhir mereka berdoa untuk kebaikan dan kesuksesan anak-anak mereka.
Luar biasa pak dan bu Mashoedi ini. Pendidikan 'lahir batin' mereka lakukan dan berikan kepada anak-anak mereka. Sehingga bukan hanya prestasi akademik yang didapat, tetapi juga akhlak dan bakti kepada kedua orang tua.
Sebagai salah satu ungkapan cinta dan terimakasih, anak pertama dan kedua membiayai pemberangkatan haji pak dan bu Mashoedi, pada tahun 2011 lalu. Dengan izin dari Allah, keberkahan berlimpah di rumah tangga mereka. Keberkahan yang sangat kita rindukan dan idam-idamkan.
Ya Allah, berkahilah keluarga kami. Jadikan anak-anak kami menjadi anak yang berbakti kepada kami dan berguna bagi sesama serta agamanya, birohmatika ya arhamar rohimin._Amin Ya Robbal 'alamin.
# kota tape, 19022017
Oleh: Febry Suprapto (Guru MTs/MA Al Ishlah Bondowoso)
Anak kedua juga seorang perwira TNI. Berpangkat Mayor Laut Pelaut (Kapal Selam). Berdinas di Mabes TNI bagian pendidikan Luar Negeri. Anak ketiga mereka bekerja di PJB (Pembangkit Jawa Bali) di Bekasi sebagai supervisor operator mesin pembangkit. Sedangkan si bungsu, tercatat sebagai mahasiswa semester Akhir Teknik Perencanaan tata ruang kota (Planologi) di Universitas Brawijaya Malang. Melihat prestasi ke empat anak mereka itu, saya pun bertanya kepada pak dan ibu Mashoedi tentang resep mereka dalam mendidik anak. Sang Ibu menjawab lebih dulu, "Dengan rotan" katanya.
Rotan itu diletakkan di ruang tamu, di atas slerekan korden yang menuju ruang keuarga. Anak-anak mereka akan selalu melihat rotan itu setiap masuk ke rumah atau berada di ruang tamu. Ia difungsikan untuk 'menakut-nakuti' bukan untuk memukuli.
"Kalau sudah tiba waktu sholat kok tidak segera sholat, padahal sudah disuruh beberapa kali, maka saya akan mengambil rotan. Anak-anak pasti langsung lari mengambil wudhu" kata bu Mashoedi sambil tertawa menjelaskan fungsi rotan itu. Kalaupun rotan tersebut 'berubah fungsi', sifatnya hanya sementara dan sangat jarang. Pukulan yang diberikan pun sudah terukur. Hanya membuat jera tanpa melukai. Demikian yang saya pahami dari penjelasan bu Mashoedi.
Menurut saya, rotan adalah simbol ketegasan dan kedisiplinan. Syarat mutlak dalam mendidik siapa pun, terlebih anak-anak kita. Mereka juga senantiasa memotivasi anak-anak mereka untuk rajin belajar dan sekolah setinggi-tingginya agar bisa bermanfaat bagi orang lain. Mereka selalu mengikuti perkembangan intelektual dan kepribadian anak-anak mereka. Jika ada ketidakberesan, sang anak pasti dinasehati dan diajak bicara dari hati ke hati.
Walau suami istri ini hanya tamatan SMP, tapi mereka sangat paham bekal apa yang harus ditanamkan kepada anak-anaknya. Iptek itu penting, tapi tanpa Imtaq ia akan liar dan berbahaya. Pintar dan cerdas, tapi jauh dari Tuhannya. Karena itu, setiap sore anak-anak mereka diikutkan _diniyah_ (mengaji dan belajar agama) di salah seorang ustadz di dekat rumah.
Ketika saya bertanya tentang upaya batin yang dilakukan, bu mashoedi menjawab, "SLJJ, Sambungan Langsung Jarak Jauh", alias "Sholat Tahajud" kata pak Mashoedi menambahkan penjelasan istrinya.
Mereka terinspirasi oleh Da'i sejuta ummat, KH. Zainuddin MZ (alm). istilah 'SLJJ' mereka peroleh dari ceramah Da'i kondang tersebut. Pak dan bu Mashoedi sangat yakin Allah akan mengabulkan doa-doa mereka. Hampir tiap hari di sepertiga malam terakhir mereka berdoa untuk kebaikan dan kesuksesan anak-anak mereka.
Luar biasa pak dan bu Mashoedi ini. Pendidikan 'lahir batin' mereka lakukan dan berikan kepada anak-anak mereka. Sehingga bukan hanya prestasi akademik yang didapat, tetapi juga akhlak dan bakti kepada kedua orang tua.
Sebagai salah satu ungkapan cinta dan terimakasih, anak pertama dan kedua membiayai pemberangkatan haji pak dan bu Mashoedi, pada tahun 2011 lalu. Dengan izin dari Allah, keberkahan berlimpah di rumah tangga mereka. Keberkahan yang sangat kita rindukan dan idam-idamkan.
Ya Allah, berkahilah keluarga kami. Jadikan anak-anak kami menjadi anak yang berbakti kepada kami dan berguna bagi sesama serta agamanya, birohmatika ya arhamar rohimin._Amin Ya Robbal 'alamin.
# kota tape, 19022017
Oleh: Febry Suprapto (Guru MTs/MA Al Ishlah Bondowoso)
0 Response to "Rotan, diniyah dan SLJJ"
Post a Comment